Anakku, Ini Pesan dari Bunga Dandelion

Oleh Zulfikri Anas

Anak ku…… etape demi etape kehidupan telah kamu lalui.  Sebentar lagi kamu akan kembali ke habitat “aslimu” dan tentunya dengan suasana dan “rute” yang baru.  Meskipun secara fisik, kamu kembali ke habitat asli, negeri tercinta Indonesia,  namun kamu harus tetap lebih kuat, lebih tangguh dan lebih matang karena jalur yang akan dilalui jauh lebih sulit dari yang sudah-sudah.  Ini sebagai konsekuensi dari meningkatnya kemampuanmu yang telah kamu asah melalui berbagai pengalaman pada saat berinteraksi dengan siapa saja yang pernah kamu temui, termasuk berinterkasi dengan alam dan budaya yang jelas sangat berbeda. Perbedaan demi perbedaan  akan memperkaya dirimu!

 Campur aduk perasaan sudah pasti terjadi. Rasa senang, gembira, sedih, kecewa, suka, benci, bosan, jenuh, dan rindu datang silih berganti.

 Adakalanya kita merasa sedang berada di tengah-tengah kerumunan orang-orang yang sangat mencintai kita, menyayangi dan mengharapkan kahadiran kita. Seolah-olah kita merasa sedang berada di atas sebuah podium mewah dan riuh rendah dengan suara tepuk tangan, nada-nada pujian  terlontar mengalun dengan indah. Kitapun tersenyum bangga karena kita  merasa menjadi orang terpenting dan menjadi pusat perhatian.  Namun suasana menyenangkan itu bisa saja tiba-tiba berubah, sekonyong-konyong kita merasakan kesunyian yang mencekam, tidak ada tawa, tidak ada sorak-sorai yang menyemangati kita. Kita bagai sendirian di atas awan, terkurung oleh awan putih yang menutup pandangan. Tak ada matahari, tidak ada pohon, tidak ada siapa-siapa tempat mengadukan keluhan dan minta pertolongan ketika kita merasa haus, lapar, atau kesakitan.  Sering juga kita merasa berada pada hari-hari sial, pada saat itu kita seakan berada di tengah-tengah orang yang sedang mengejek kita, pandangan sinis mereka seakan melingkari tubuh kita, kemanapun kita layangkan pandangan, kita seakan melihat wajah-wajah yang tidak puas dengan keberadaan kita. Terkadang kita bertemu sahabat sejati yang sangat pengertian, namun suasana yang menyenangkan itu terasa begitu cepat, tiba-tiba saja  ia berbalik memusuhi kita, atau sebaliknya, tiba-tiba kita membencinya, lalu memusuhinya.

 Anak ku, suatu saat kita merasa “betah” dan tak ingin pulang, namun di suatu saat kita dibalut kerinduan yang sangan mendalam kepada orang-orang selama ini dekat dengan kita, kita ingin bercerita banyak tentang perjalanan dan pengalaman baru yang tidak kita peroleh selama ini. Lalu kita ingin sekali pulang.

 Itulah irama kehidupan.  Sebuah melodi yang indah. Sangatlah aneh ketika hidup kita hanya berisi kegembiraan,  setiap detik hari-hari hanya diisi dengan senyum dan terus  senyum tanpa henti karena saking gembiranya, tidak pernah ada rasa sedih, kecewa, jenuh dan rindu. Orang yang melihat kita akan merasa heran dan  akan berfikir lain tentang kita, he..hehe…hehe…..”

 Yah….itulah hidup. Kadangkala kita dirindukan orang, di elu-elukan, namun kadangkala kita dikucilkan, dan kadangkala kita juga membuat orang kesal dan marah. Itu biasa.

 Perasaan senang, gembira, sedih, marah, kecewa adalah kondisi yang harus dialami.  Seperti halnya warna hitam dan putih, siang dan malam, hujan dan panas. Ini bukan pilihan. Ini adalah kondisi yang harus kita jalani. Pada saat kita senang, waktu terasa cepat berlalu, dan kita tidak akan bisa menahannya, ketika kita sedih dan kecewa, waktu terasa berjalan lambat, kita ingin cepat-cepat berlalu. Kitapun tidak bisa menahan atau menundanya, yang bisa kita lakukan adalah menyesuaikan dengan keaadan, bila ketemu warna hitam, tulis dengan tinta putih, ketemu malam istirahatlah, ketemu siang lakukan aktivitas, ketemu hujan cari payung, ketemu panas segeralah berlindung. Demikian seterusnya. Di sinilah kearifan kita diuji dan ujian itu berfungsi sebagai katalisastor dan penguat kearifan kita ke depan.

 Artinya, segala sesuatu yang telah terjadi pasti bermanfaat bagi kita, bergantung bagaimana kita menerima dan menyikapinya.  Semua kejadian di dalam hidup kita adalah keputusan Illahi, dan Allah tidak pernah keliru membuat keputusan, Allah juga tidak pernah salah alamat.  Selalu ada hikmah di balik sebuah peristiwa.  Seberat apapun beban persoalan yang datang menimpa kita, Allah berjanji bahwa persoalan itu tidak akan pernah melebihi batas kemampuan kita. Dan lewat persoalan itulah Allah mendidik kita agar kita makin kuat dan makin arif dalam menyikapi sesuatu.

 Jalan terbaik bukanlah jalan lebar, lurus, tanpa tikungan, tanpa tanjakan, tanpa macet. Bagaimanapun jalan itu selalu begitu, terkadang lurus, menikung, menanjak, menurun, dan licin. Laut juga pasti bergelombang dan  angin badai.  Semua itu menjadi tantangan yang memacu adrenalin kita untuk menaklukanya.  Berlayar tanpa ombak, berjalan tanpa tikungan nikmatnya hanya sebentar, setelah itu membosankan.

 Anak ku, kita perlu teladani kisah “Bunga Dandelion”.

 Angin bertiup kencang, menghempaskan pohon Bunga Dandelion, bunga-bunga kecilnya berterbangan, melambung tinggi ke angkasa, melanglang buana dibawa angin, lalu jatuh di pinggiran tebing curam, diterpa air hujan dan akhirnya menyentuh tanah, lalu ia tumbuh di tempat yang sulit itu. Ia tumbuh sebagai Dandelion yang baru di manapun ia jatuh, dan tidak pernah peduli seperti apapun lingkungan yang ditempatinya. Ia konsisten dengan kodratnya, menjadi penerus Dandelion.

 Demikian juga hakikatnya manusia yang dibekali dua kekuatan yang sama besar, positif dan negatif. Manusia dibekali potensi dan kekuatan positif untuk  hidup di lingkungan apa saja. Di manapun ia terlahir, potensi positif itu tetap berperan, dan ia tetap berpeluang menjadi manusia yang baik meskipun ia hidup dan dibesarkan di lingkungan yang “tidak baik”.  Di manapun ia berada, apapun kondisi lingkunganya, setiap manusia memiliki peluang yang sama untuk menjadi “baik” atau “buruk”. Semuanya sangat  bergantung bagaimana cara kita mengendalikan diri.

 Anak ku,……modal utama yang diberikan oleh Allah sebelum kita lahir adalah kemampuan mengendalikan diri. Setiap manusia terlahir sebagai pengendali diri. Itulah bedanya manusia dengan makhluk lain. Di samping memiliki kemampuan olah fikir yang hebat, manusia dibekali perasaan dan hati nurani. Untuk itu, menurut dua orang alhi syaraf dan neurosains (Aamodt dan Wang, 2011), “hadiah terbaik”  yang harusnya kamu peroleh dari orang tuamu adalah “kepercayaan dan kemandirian”.  Dengan “hadiah”  itu kamu akan “berkembang dan menjadi matang sejalan dengan pengalaman hidupmu.

 Kedua ilmuwan hebat ini berkecimpung dalam penelitian tentang otak manusia berkesimpulan bahwa “kemungkinan untuk tumbuh menjadi orang baik masih tetap besar meskipun anak hidup di lingkungan yang tidak baik dengan orang tua yang tidak peduli, karena otak berkembang secara mandiri. Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita mendampingi anak-anak dengan memberikan kepercayaan dan kemandirian.

 “Cara anak berpikir adalah salah satu misteri dan kesulitan paling tua dijumpai orang tua. Agar anak lebih pintar, bahagia, kuat, dan baik,orangtua mencoba hampir apa saja, mulai dari vitamin, mainan, sampai DVD. Namun ada satu yang terlupa; otak melakukan kerjanya secara mandiri.  Kemampuan  anak-anak pra sekolah menahan godaan adalah faktor penentu yang jauh lebih baik bagi kesuksesan akademik akhir dibanding skor IQ mereka. Mendorong pengendalian diri bukan dengan membuat anak-anak duduk diam serta terpaku di kursi mereka, melainkan dengan mendorong mereka bermain atau menimba pengalaman dari kehidupan nyata (Aamodt dan Wang, 2011).

 Namun sayang, rasa sayang dan cinta terhadap kamu seringkali membuat kami lupa –mungkin ini karena kami sangat-sangat menyayangi mu—sehingga tanpa sadar  “kepercayaan dan kemandirian”  yang seharusnya kamu terima sejak dini, seringkali “terenggut” oleh kami selaku orang tua.

Untuk itu, maafkanlah atas “keteledoran” kami ini!.  Apapun yang telah terjadi bukan untuk disesali atau diingat-ingat, tetapi sebagai bahan pelajaran bersama untuk hidup lebih baik. Kuatkan antibody yang ada adalam dirimu sehingga kamu bisa dengan mudah memilih dan memilah apa yang harus kamu lakukan. Allah selalu melindungi umat-Nya asal kita selalu mendekatkan diri pada-Nya.

 Untuk itu, marilah kita saling bergandengan tangan, berdekapan erat, menyatukan hati,  menyatukan semangat untuk hidup lebih baik dalam lindungan ridho Allah SWT.Kami senantiasa menanti kehadiranmu dengan penuh rasa bangga! Insya Allah…….Anak ku kini makin kaya dengan pengalaman dan pembelajaran langsung dari kehidupan, kamu makin dewasa. Jejaring yang telah kamu bangun bersama dengan teman-temanmu membuktikan bahwa kita semua satu keluarga tanpa dibatasi oleh ras, suku, agama, politik, bahasa, dan negara….kita satu…sama-sama umat Illahi, ini akan memperpanjang langkahmu di kemudian hari, berkat hubungan dan jejaring itu, dunia akan mengecil, dan bahkan tidak mustahil suatu saat  semua itu ada dalam genggamanmu…..Semoga…. Amiiin Ya Rabbal Alamin!.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *