MENJADI GURU KAFFAH

Oleh Zulkarnaini Diran

Menjadi guru kaffah berarti menjadi guru seutuhnya. Begitu seseorang memasuki gerbang profesi guru, dia istqomah di dalamnya. Segala dimensi kehidupannya ditumpahkan untuk profesi ini. Semua fasilitas yang dipunyainya disumbangkan untuk pekerjaan ini. Segenap kompetensinya dioptimalkan untuk menunjang profesi yang sampai kini masih lazim disebut “pahlawan tanpa tanda jasa”. Guru kaffah adalah guru yang totalitasnya hanya untuk menjadi pendidik, pengajar, dan pelatih (dikjartih).

Menjadi guru kaffah perlu kajian-kajian individual. Kajian dapat dilakukan sebelum memasuki atau setelah berada di dalam “gerbang” profesi mulia ini. Kajian pertama mungkin dimulai dari niatan. Niatan apa yang dipasang untuk menjadi guru? Jika niatannya penuh totalitas, ia akan menjadi guru kaffah. Akan tetapi jika naiatannya memiliki banyak dimensi, guru kaffah akan sulit diwujudkan. Niatan penuh totalitas dapat diungkapkan dalam pernyataan “aku ingin menjadi guru seurtuhnya, hidupku kusumbangkan untuk profesi ini”. Jika pernyataan itu diperkuat, ia akan menjadi komitmen individu.

Bagi sejawat guru, kini kesempatan yang baik untuk menjadi guru kaffah. Pasalnya sederhana saja. Dulu “keluhan” yang menonjol di kalangan guru adalah penghasilan, masalah ekonomi. Saat ini penghasilan guru dapat dikata sudah memadai, seudah mencukupi, kalau terlalu ektrem dikatakan berlebih. Tunjangan profesi guru (TPG) yang diterima kaum pendidik telah sangat membantu bidang kehidupan perekonomian keluarga guru. Sekurang-sekurangnya, penghasilan rata-rata guru di negeri ini melebihi penghasilan rata-rata nasional.

Sisi lain yang mendukung adalah pendidikan. Meskipun belum menyeluruh namun sebagian besar guru memiliki pendidikan yang memadai yakni strata satu (S1). Bahkan di beberapa daerah sudah banyak yang berpendidikan strata dua (S2). Sertifikat keilmuan berupa ijazah S1 atau S2 merupakan modal dasar akademik yang memadai untuk menjadi guru kaffah. Secara profesional pemilik ijazah itu diakui secara yuridis bahwa dia menguasai ilmu tertentu.

Regulasi pendukung untuk menjadi guru kaffah juga telah tersedia. Guru memiliki undang-undang tersendiri, peraturan pemerintah dan peraturan menterinya pun sudah lengkap. Panduan yuridis dalam bentuk regulasi telah lebih dari cukup sebagai pengatur keprofesionalan. Salah satu dari regulasi itu adalah Peraturan Menegpan dan Reformasi Birokrasi. Regulasi ini memberi peluang kepada setiap guru untuk mencapai jenjang kepangkatan pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) tertinggi sampai golongan IV E.

Fasilitas lain pun tersedia bagi guru. Kesempatan untuk mendapat kredit perumahan, kredit kendaraan, dan kebutuhan lainnya tersedia dengan pelayanan cepat dan tepat. Tabungan masa pensiun, jaminan kesehatan, dan fasilitas-fsilitas lain tersedia bagi guru. Bahkan fasilitas beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi pun tersedia setiap tahun. Ketersediaan fasilitas itu beriringan dengan meningkatnya kesejahteraan guru dari tahun ke tahun.

Dimensi-dimensi mendasar dalam kehidupan guru hampir terpenuhi. Ekonomi membaik, pendidikan memadai, kesempatan berkarir terbuka lebar, dan regulasi yang melindungi keberadaan guru sudah ada. Fasilitas lain dengan mudah dapat diperoleh guru tanpa prosedur yang rumit. Hal itu menandakan kehidupan guru semakin baik. Dengan kehidupan yang semakin baik itu, peluang untuk menjadi guru kaffah semakin besar. Kuncinya ialah “niatan” sebelum atau setelah menjadi guru.

Sejawat guru tinggal memilih dan menetapkan. Ingin menjadi guru kaffah yang penuh totalitas atau sebaliknya. Jika niatan yang menjadi kunci guru kaffah, Alquraan Surat An-Nahl:97 berikut ini dapat dijadikan bahan renungan. “Barangsiapa melakukan amal saleh, laki-laki atau perempuan, dan dia dalam keadaan beriman, Kami pasti memberinya kehidupan yang menyenangkan (baik) dan Kami akan berikan pahala jauh lebih baik dari apa yang mereka lakukan.” Semoga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *