(bagian ketiga)
Oleh Zulkarnaini Diran
Tulisan ketiga ini membahas tentang kedudukan materi, tujuan, dan kompetensi dalam pembelajaran Budaya Alam Minangkabau atau Keminangkabauan. Pembahasan kedudukan masing-masing itu dimaksudkan untuk menyelaraskan atau menyingkronkannya dalam satu paket pembelajaran. Paket pembelajaran yang dimaksud adalah standar isi atau capaian pembelajaran. Hal ini penting dilakukan karena sinkronisasi komponen penting itu diperlukan untuk menyusun perencanaan pembelajaran, penilaian, dan tindak lanjut.
Penetapan tujuan yang jelas dan tegas dalam menyusun kurikuluum perlu dilakukan. Di kabupaten kota saat ini, bahkan sejak beberapa tahun lalu telah ditetapkan kurikulum muatan lokal tentang keminangkabauan. Namanya bervariasi, ada yang menamakan Bahasa dan Satra Minangkabau, Adat Minangkabau, Budaya Alam Minangkabau, Keminangkabauan, dll. Artinya, ini suatu indikasi bahwa pemerintah mulai peduli kepada budaya lokal. Oleh kepedulian itu, merasa perlu menyusun kurikulumnya. Akan tetapi, sejumlah fenomena (gejala) menunjukkan, bahwa tujuan kurikulum perlu ditinjau ulang, sehingga dapat dirumuskan tujuan yang jelas dan tegas.
Maksud tujuan kurikulum yang jelas dan tegas itu adalah ”capaian” yang diharapkan setelah peserta didik selesai mempelajari kontens kurikulum ini. Ada harapan di dalamnya, yakni terjadinya perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pebelajar setelah menyelesaikan paket kurikulum yang dibuat. Ketika peserta didik dalam suatu periode menyelesaikan paket kurikulum, dilakukan evaluasi atas capaiannya. Patokan utama evaluasi yang dilakukan adalah tujuan kurikulum. Oleh karena itu, tujuan yang jelas dan tegas sangatlah diperlukan.
Kini tujuan kurikulum sudah jelas dan tegas. Berarti hal yang akan dicapai oleh peserta didik ttelah terumus dengan benar. Selanjutnya dipikirkan bahan atau alat untuk mencapai tujuan itu. Di antara alat atau bahan untuk mencapai tujuan itu adalah materi pembelajaran. Antara tujuan dan materi haruslah memiiliki relasi yang akarab. Artinya, materi yang dipilih dan ditetapkan hendaklah benar-benar singkron dan seleras dengan tujuan. Menyinkronkan tujuan dengan pemilihan materi memerlukan kajian yang mendalam. Kajian itu meliputi kajian teoretik dan kajian empirik. Menuurut teori keilmuan, tujuan tertentu mungkin sudah singkron dengan materi tertentu, tetapi secara empirik mungkin belum. Oleh karena itu, kajian dari kedua sisi ini sangat diperlukan. Itulah pentingnya dalam menyusun kurikulum diperlukan pakar kurikulum dan praktisi pembelajaran.
Apa tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum keminangkabauan atau nama lain yang sejenis dengan itu? Tujuan besarannya mungkin terjadinya perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan tentang keminangkabauan. Sikap keminangkabauan seperti apa yang ”dibutuhkan” peserta didik saat ini dan masa yang akan datang (predikasi)? Hal yang sama juga seperti itu untuk pengetahuan dan keterampilan. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, akan mudah menyingkronkan antara tujuan dan materi pembelajaran. Tentu saja, pertanyaan itu dimunculkan berdasarkan kajian ”keadaan dan kebutuhan” pada tahap awal merancang kurikulum.
Ambil contoh untuk kelas tinggi di pendidikan dasar, kelas sembilan SLTP misalnya. Hasil analisis kebutuhan menyimpulkan bahwa peserta didik di tingkat itu perlu dibekali dengan ”sistem demokrasi” di Minangkabau. Hasil belajarnya ialah pengetahuan, sikap, dan keterampilan berdemokrasi cara Minangkabau dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menelisik dan menetapkan materi sesuai dengan tujuan itu, tentu digali dari sistem yang ada di dalam budaya Minangkabau. Di antaranya adalah “sistem kelarasan”. ”Kelarasan Bodi Canigo dan Koto Piliang” adalah materi yang sangat relevan untuk itu,
Hasil belajarnya adalah peserta didik memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdemokrasi dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan kelarasan Bodi Caniago dan Koto Piliang. Komulasi dari ketiga ranah (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) itu adalah keterpaduan. Keterpaduan ketiga ranah itu diharapkan dapat menjadi kebiasaan berpikir dan bertindak peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari. Dia berpikir dan bertindak sesuai dengan sikapnya, pengetahuannya, dan keterampilannya dalam konteks berdemokrasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, sikap atau nilai-nilai dasar yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak itulah yang disebut kompetensi. Jadi kompetensi itu ada dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki. Dari uraian dan contoh di atas terlihatlah, cara-cara sederhana menyinkronkan antara tujuan, materi, dan kompetensi dalam kurikulum dan pembelajaran.
Jadi, tujuan yang jelas dan tegas, materi yang singkron, akan bermuara kepada komepetnsi peserta didik. Intinya ada pada tujuan dan pemilihan serta penetapan materi. Kemudian disusul dengan penetapan ranah yang akan dipelajari peserta didik. Dengan demikian, kurikulum yang disusun, insya-Allah berdayaguna dan berhasilguna, bukan kurikulum ”maju takentar” yang asal dibuat dan asal ada.
Tulisan ini masih akan berlanjut, isnya-Allah tersaji pada bagian keempat. Pada bagian itu pembicaraan akan lebih teknis, yaitu pemilihan materi dalam kontek keadaan dan kebutuhan. Salam!
Manna, Benngkulu Selatan, Bengkulu, 10 Oktober 2023