IKHLAS

Oleh Zulkarnaini Diran

Waktu bergulir terasa amat cepat. Hari ini kita berada di penghujung tahun 2024. Dalam hitungan jam kita akan menginjakkan kaki pada tahun 2025. Berarati pula tahun-tahun berlalu segera ditinggalkan. Semua peristiwa yang terjadi yang dialami akan menjadi kenangan, menjadi catatan. Mereka yang mau menjadi ”pebelajar” akan menjadikan peistiwa masa lalu itu sebagai iktibar. Kita ucapkan selamat tinggal kepada tahun 2024 dan selamat datang tahun 2025.

Banyak hal yang dapat dilakukan pada penghujung tahun ini. Tentu yang dilakukan adalah hal yang bermanfaat. Jika perlu hal-hal yang bernilai ibadah atau yang bermanfaat bagi diri dan bagi orang banyak. Satu di antara sekian banyak yang dapat dilakukan adalah “bermuhasabah.”

Muhasabah adalah introspeksi diri atau evaluasi diri untuk meneliti perbuatan baik dan buruk yang telah dilakukan. Kata muhasabah berasal dari bahasa Arab yaitu hasaba-yuhasibu yang berarti menghitung. Dalam Islam, muhasabah diri sangat dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda, Hendaklah kalian menghisab (mengintrospeksi) diri kalian sebelum kalian dihisab (oleh Allah subhanahu wata’ala)” (H.R. At-Tirmidzi-Ahmad).

Muhasabah dapat dilakukan secara menyeluruh terhadap perilaku diri yang telah berlalu. Artinya hal yang dialami dan dilakoni oleh diri selama satu tahun dapat “dimuahasabahi”. Semakin banyak hal yang diintrospeksi akan semakin banyak pula manfaatnya bagi diri. Tentu saja semakin banyak pula hal yang harus diperbaiki dari kesalahan masa lalu dan ditingkatkan dari keberhasilan masa silam.

Satu hal penting yang menjadi subjek muhasabah adalah ibadah yang dilakukan. Kita hadir di  muka bumi ini hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Kita diciptakan oleh Allah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman, ”Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku” (QS Az-zariyat, 31:56). Ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba kepada Sang Khalik hendaklah memenuhi syarat, wajib, dan rukun. Ada satu hal yang amat penting dalam ibadah yakni  ”ikhlas”. Artinya, seorang hamba yang beribadah haruslah dilakukan dengan ikhlas.

Konsep ikhlas dalam Islam adalah melakukan segala sesuatu dengan tulus dan murni, semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian atau imbalan dari manusia. Hal yang dilakukan tidak diwarnai oleh apapun, kecuali semata-mata hanya karena Allah, ya karena Allah. Ikhlas merupakan salah satu konsep fundamental dalam Islam dan sangat penting dalam ibadah dan amal perbuatan. Ikhlas adalah sikap membersihkan hati agar hanya menuju kepada Allah SWT. 

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan hak. Maka, sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.” (QS Al-Zumar: 2). Berbuat ikhlas adalah perintah dari Allah. Perintah untuk taat kepada-Nya. Taat kepada Allah berarti mematuhi semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Konsep inilah yang melandasi bahwa ikhlas adalah fundamental dalam Islam. Ikhlas menjadi landasan dalam melaksanakan setiap ibadah dan amal kebajikan. Ikhlas fundamental dalam Islam.

Rasul SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu.” (HR. Muslim). Hadis ini menekankan, bahwa hati yang ikhlas jauh lebih penting dari keunggulan pisik.  Allah mengutamakan keihklasan hati ketimbang keelokan luaran atau jasmani.

Melakukan muhasabah tentang keikhlasan di penghujung tahun ini sangatlah penting. Keikhlasan melakukan segala ibadah baik ibadah mahdah maupun ghairu mahdah sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari hamba-Nya.  Ihklas juga dapat membentuk kepribadian, mengubah perilaku, dan perngai sehari-hari.

Kita pernah merasa gelisah atau mengalami kegundahan yang amat sangat.  Itu bisa jadi karena kita terlalu memikirkan hasil dari suatu upaya atau perbuatan. Kita berharap pada hasil yang optimal yang diinginkan. Ketika hasilnya tidak seperti yang diharapkan, maka kita kecewa dan  gundah, akhirnya bermuara kepada kegelisahan. Akan tetapi, jika kita yakin bahwa tugas kita hanyalah berupaya dan berdoa, sedangkan hasil adalah ketentuan Allah, maka kita akan ikhlas menerima kenyataan. Kekecewaan tidak akan kita tuai dan kegelisahan tidak akan dipanen. Hati akan tenang menerima segala ketetapan Allah SWT jika semuanya dilandasi dengan ikhlas.

Orang yang ikhlas biasanya lebih mudah memaafkan kesalahan orang lain. Mereka tidak akan menyimpan dendam atau marah terlalu lama. Mengapa? Karena mereka menyadari bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan bahwa Allah Maha Pengampun. Dengan memaafkan, hati kita akan menjadi lebih lapang dan hubungan kita dengan orang lain pun akan menjadi lebih baik. Kita ikhlas bahwa kesalahan yang dilakukan orang lain terhadap kita sifatnya manusiawi, kita ikhlas menerima. Oleh karena itu, kita memaafkan. Begitulah sifat pemaaf muncul dari dalam diri.

Ketika kita marah, seringkali kita sulit untuk berpikir jernih. Namun, orang yang ikhlas biasanya lebih sabar dan tidak mudah marah. Mereka akan berusaha untuk mengendalikan emosi mereka dan mencari solusi yang baik dari suatu masalah. Hal ini karena mereka yakin bahwa marah tidak akan menyelesaikan masalah, malah bisa memperburuk keadaan. Ketika kita ikhlas memandang suatu masalah sebagai sesutu yang lumrah, maka marah tidak diperlukan. Hal yang diperlukan adalah ikhlas menghadapi dan ikhlas mencarikan solusi dari masalah itu.

Orang yang ikhlas selalu bersyukur atas segala nikmat Allah. Karunia yang diterima dari Allah,  baik yang besar maupun yang kecil selalu disyukuri.  Mereka tidak akan mengeluh atau merasa kurang atas karunia Allah yang diterima. Orang-orang ikhlas selalu bersyukur atas hal yang dimilikinya. Dengan bersyukur, kita akan merasa lebih bahagia dan lebih dekat dengan Allah.

Sifat-sifat tercela seperti ujub (bangga diri), takabur (sombong), dan iri hati bisa menghambat kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, orang yang ikhlas akan berusaha untuk menjauhi sifat-sifat tersebut. Mereka sadar bahwa hanya Allah-lah yang Maha Sempurna dan bahwa kita semua adalah hamba-Nya.

Orang yang ikhlas biasanya lebih tulus dalam bergaul dengan orang lain. Mereka tidak akan bermuka dua atau bersikap berbeda-beda tergantung pada situasinya. Dengan begitu, mereka akan lebih mudah dipercaya dan disukai oleh orang lain. Hubungan mereka dengan keluarga, teman, dan orang-orang di sekitar mereka pun akan menjadi lebih harmonis.

Perilaku yang ikhlas dan tulus dari seseorang bisa menjadi inspirasi bagi orang lain untuk berbuat baik. Ketika melihat seseorang yang selalu sabar, tulus, dan bersyukur, kita akan termotivasi untuk menjadi seperti mereka.

Ikhlas dapat membantu seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan, untuk menerima keadaan dan menjalani kehidupan dengan lebih baik. Dengan ikhlas, mereka akan lebih mudah untuk melepaskan diri dari pikiran-pikiran negatif dan fokus pada hal-hal positif.

Ikhlas adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dan ketenangan hati. Dengan berlatih untuk selalu ikhlas dalam segala hal, kita akan merasakan banyak manfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Mari kita bermuhasabah tentang keikhlasan kita selama satu tahun 2024. Mari kita renungkan lebih dalam, sudahkah ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah yang kita lakukan pada tahun ini memiliki ”lanel ikhlas” yang tinggi. Jika sudah, mari kita tingkatkan lagi, jika belum mari kita perbaiki keikhlasan kita beribadah kepada-Nya pada masa yang akan datang.  Kita diciptakan hanya untuk ”beribadah kepada-Nya”. Selamat tingga 2025, selamat menempuh tahun 2025!

Padang, 29 Desember 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *