BERBAGI, MESKIPUN TIDAK MEMILIKI

Oleh Zulkarnaini Diran

”Pada umumnya, manusia akan melupakan apa yang pernah Anda katakan. Kebanyakan orang akan melupakan apa yang Anda lakukan. Namun, mereka tidak akan pernah melupakan perasaan yang ada ketika bertemu dengan Anda. Oleh karena itu, apakah Anda akan memberinya rasa bahagia atau yang lainnya?” (Hasan, 2014: 110)

Dua orang pasien terbaring di rumah sakit. Keduanya saling berkisah tentang pengalaman masing-masing. Keduanya menjadi akrab meskipun berasal dari daerah yang berbeda. Pasien yang satu mendapat tempat tidur dekat jendela sementara yang lain pada bagian dalam agak jauh dari jendela. Pasien yang agak jauh dari jendela tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali, dia hanya bisa menelentang. Namun alat indranya berfungsi secara baik.

Pasien yang bertempat tidur di dekat jendela menceritakan kondisi di luar rumah sakit. Di sana terlihat aliran air di  sungai kecil. Airnya jernih, sementara di pinggirnya ada bangku-bangku tempat mengaso. Di situ tiap hari penduduk kota tempat rumah sakit itu berada berekreasi sambil menikmati udara segar. Begitu dia bercerita, sementara pasien yang jauh dari jendela merasakan keindahan itu. Ikut menikmati suasana di luar rumah sakit yang diceritakan sahabatnya, meskipun hanya dinikmati dengan perasaan dan imajinasi.

Hampir tiap hari sahabat yang di dekat jendela itu bercerita tentang suasana di luar sana. Sementara sahabatnya yang tidak dapat menggerakkan tubuh itu menikmatinya. Seolah-olah dia juga berada di pinggir sungai kecil itu, duduk sambil bercengkrama dengan keluarga. Dia bayangkan suasana itu dengan gambaran cerita dari sabahatnya. Tiap hari pula dia merasakan kebahagiaan atas cerita yang dibagi oleh sahabatnya sesama pasien itu.

Pagi itu dia terbangun agak lambat. Dia mendengar percakapan telepon perawat dengan keluarga sahabatnya yang selalu bercerita tentang suasana di luar sana. Isi pembicaraannya sangat mengejutkan pasien ini. Percakapan telepon itu menyatakan bahwa sabahatnya yang biasa berbagi cerita itu telah tiada, telah dipanggil oleh Yang Mahakuasa. Dia terenyuh, sedih, dan menangis, tetapi yang sangat terasa menghantam batinnya adalah  kehilangan sahabat yang selalu berbagi cerita bahagia.

Setelah jenazah temannya dikirim ke kamar  jenazah, dia meminta kepada perawat ruangan untuk pindah ke dekat jendela. Dia ingin menyaksikan sendiri suasana yang pernah diceritakan  oleh temannya yang kini telah tiada. Dia menjelaskan kepada perawat, bahwa temannya itu setiap hari bercertia tentang suasana di luar sana yang dapat dilihat dari jendela ruangan tempat dia dirawat.

Ketika tempatnya dipindahkan ke dekat jendela, dia berupaya melihat ke luar ruangan, ke arah yang pernah diceritakan oleh sahabatnya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya. Ternyata yang dilihatnya adalah jajaran gedung-gedung bertingkat dengan tembok-tembok tinggi. Tidak satu pun terlihat sungai kecil, tidak ada penghuni kota yang duduk-duduk bercengkrama dengan keluarganya di pinggir sungai kecil yang airnya jernih. Tidak ditemukan sama sekali seperti yang diceritakan sahabatnya. Dia mulai bepikir dan bertanya-tanya, apakah matanya yang bermasalah atau pikirannya sendiri yang ada persoalan. Tidak satu pun cerita temannya yang telah meninggal itu dia saksikan melalui jendela ruangan tempat dia dirawat itu.

Begitu petugas ruangan rawat datang, pasien ini langsung bertanya untuk menghilangkan keraguannya. Perawat yang setengah baya itu menjawab, sejak rumah sakit ini berdiri, kondisi di luar yang terlihat dari jendela memang seperti sekarang. Tidak ada perubahan apa-apa. Di luar yang terlihat hanya gedung-gedung bertingkat yang berdiri kokoh bagaikan pagar beton. Kemudian petugas ruangaan rawat itu juga menjelaskan, bahwa pasien yang meninggal itu juga tidak bisa melihat. Sejak diterima sebagai pasien rumah sakit ini kedua matanya tidak lagi berfungsi.

Pasien yang tinggal sendirian di ruangan ini tercenung dan membatin. Ternyata sahabat sekamar yang telah mendahuluinya itu telah berbagi hal yang sama sekali tidak dimilikinya. Dia hanya berimajinasi bahkan mungkin berhalusinasi dengan pikiran dan perasaannya, begitulah keindahan dan dan kedamaian yang didambakannya. Akan tetapi, berminggu-minggu dia bercerita dan berbagi tentang keindahan yang tidak pernah ada dan tidak pernah dilihatnya. “Akan tetapi, saya berbahagia dengan ceritanya, saya merasa terhibur dengan ungkapannya, dia telah berbagi sesuatu yang tidak dimilikinya sama sekali,” kata pasien ini sambil menutup matanya untuk istirahat siang.

Hasan berpesan, “Ingatlah! Bukankah Anda akan merasa bahagia ketika bisa membahagiakan orang lain? Bila kita mau berbagi kesenangan dengan orang lain, maka kebahagiaan kita akan betambah. Namun, bila putus asa atau rasa pesimis yang kita berikan, maka kesedihan pun akan menjadi-jadi.” Allah berfirman, ”Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS Al-Baqarah, 2:83)

Padang, 6 Januari 2025

Tulisan ini disarikan dari buku ”110 Hikmah untuk Setiap Muslim” karya Shahiah Hasan, L.C., M.PI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *