MAKNA DI BALIK KATA

Oleh Zulkarnaini Diran

Raja itu memiliki seorang pembantu yang sangat dipercayainya. Ke mana saja pergi sang pembantu selalu mendampingi raja itu. Pembantu selain memberikan pelayanan optimal kepada raja, juga menjadi tempat Sang Raja mencurahkan isi hatinya. Setiap raja menyampaikan sesuatu atau curhat pembantu selalu berkata, ”Semoga itu semua menjadi kebaikan. ” Selalu itu kalimat yang keluar dari mulut pembantu untuk merespon raja.

Suatu kali raja mendapat kecelakaan. Jari tangan bagian tengahnya putus. Putus kena sayatan pedang ketika raja berlatih memainkan benda tajam itu. Seperti biasa raja menyampaikan hal itu kepada pembantu kepercayaannya. Pembantu menjawab, ”Semoga itu semua menjadi kebaikan.”  Sang Raja murka. Setiap kali dia curhat, selalu klimat itu saja yang keluar dari mulut pembantunya. Kini satu jari tangannya putus, kalimat yang dilontarkan pembanatu juga itu. ”Jari saya putus, mana ada kebaikan di di situ”, kata raja.

Kemurkaan raja memuncak. Dia memerintahkan pengawalnya untuk memenjarakan pembantu kepercayaannya ini. Sang Pembantu dicebloskan masuk penjara. Atas perintah itu pembantu berkata, ”Semoga itu semua menjadi kebaikan.” Raja semakin naik pitam, ”Enyahkan dia segera dari hadapanku!” kata Sang Raja kepada para pengawalnya. Pembantu pun dimasukkan ke dalam penjara.

Raja memiliki kebiasaan berburu. Setiap akhir pekan dia berburu. Kadang-kadang hampir dua hari dihabiskannya untuk berburu di hutan yang jauh dari pusat kerajaan. Hari itu naas bagi raja. Raja dan semua pengawalnya dijebak oleh penduduk asli penghuni hutan. Rombongan raja ini terkepung dan ditangkap oleh penduduk asli. Semua yang tertangkap dikorbankan dan dibunuh untuk sesembahan bagi penduduk asli itu.

Satu persatu pengawal  raja dipancung dan tubuhnya dimasukkan ke dalam lobang sesembahan. Raja menggigil ketakutan. Dia menyaksikan sendiri para pengawalnya dihabisi satu persatu dengan senjata tajam oleh penduduk hutan itu. Terakhir adalah giliran raja. Raja pun diikat tangannya dan ditutup matanya. Raja tidak dapat berbuat apa-apa, dia hanya pasrah kepada nasib yang menimpa.

Pada saat terkahir akan dipancung, kedengaran perintah agar korban terakhir ini dibebaskan. Korban terkahir ini tidak memenuhi syarat untuk dipersembahkan. Dia cacat, satu jari tangan bagian tengahnya tidak ada. Oleh karena kecacatan itu, raja dilepas. Hanya dia yang selamat, sementara puluhan  pengawalnya sudah dihabisi oleh penduduk hutan itu.

Raja buru-buru pulang. Ia meninggalkan tempat yang menakutkan itu. Ia segera menuju istananya. Sampai di istana dia memerintahkan agar pembantu kepercayaannya yang dipenjara segera dibebaskan. Pembantu pun dipanggil oleh raja. ”Benar apa yang engkau katakan, karena  satu jari tanganku terpotong, aku selamat dari korban sesembahan penduduk hutan”, kata Sang Raja kepada pembantunya yang setia itu. ”Terus apa kebaikan yang engaku terima setelah masuk penjara?” tanya Sang Raja.

Pembantunya menjawab, ”Jika saya tidak Tuanku masukkan ke penjara, tentu ikut berburu bersama Tuan. Nasib saya akan serupa dengan pengawal-pengawal Tuan yang telah menjadi korban sesembahan penduduk hutan.” kata pembantu itu dengan sopan. Barulah Sang Raja sadar, bahwa orang kepercayaannya ini adalah orang arif, orang yang bijak, tidak asal berbicara.

Saudara seiman! Sesungguhnya Allah tidak pernah menjadikan sesuatu secara kebetulan. Setiap kejadian ada hikmahnya, ada maksudnya. Oleh karena itu kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah dan kepada siapapun. Mari kita senantiasa berpikir positif. Allah SWT berfirman, ”. …Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu…” (QS t Al-Baqarah,2:216). Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat. Salam!

Padang, 8 Januari 2025

(Tulisan ini disarikan dari buku ”110 Hikmah untuk Setiap Muslim” karya Shahiah Hasan, L.C., M.Pi)

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *