GURU KREATIF DAN GURU ZONA AMAN

Oleh Zulkarnaini Diran

Banyak tipe guru yang dapat diamati. Apatah lagi kalau diamati dan didekati secara ilmiah. Tentu, identifikasi itu akan melahirkan banyak wajah, banyak gambaran, dan banyak versi guru yang dapat diaktualisasikan. Saya melihat guru dalam dua wilayah atau kutub. Ada  ”guru kreatif’ dan ada guru apatis atau ”guru  zona aman”. Tanpa penelitian dengan pendekatan ilmiah pun kedua wilayah guru ini dapat dilihat dengan kasat mata, dapat dilihat nyata, dan bagi kita guru hal itu langsung dapat dirasakan, kita berada di kutub yang mana.

Guru kreatif adalah pendidik yang selalu tidak puas dengan kenyataan yang ada. Dia secara aktif dan berkesinambungan terus berinovasi. Dia mencari, mengembangkan, dan menerapkan metode, materi, dan strategi pembelajaran yang inovatif. Dia menghindar bahkan menyimpang dari pola standar. Tujuannya adalah  untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada peserta didik. Mereka memiliki pola pikir pertumbuhan (growth mindset), melihat masalah sebagai peluang untuk berkreasi, dan berani mengambil risiko pedagogis dan birokratis demi menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan relevan bagi peserta didik.

Sebaliknya, guru apatis atau guru zona aman adalah pendidik yang cenderung bertahan di zona atau kondisi yang ada. Dia berpeganga teguh pada rutinitas dengan pendekatan,  metode,  dan teknik pembelajaran yang ada, mapan, dan minim tantangan. Dia biasanya menghindari setiap perubahan atau inovasi yang berpotensi menyulitkan atau memicu kritik. Prioritas utama mereka adalah memenuhi kewajiban minimal. Dia selalu menjaga agar kegiatan mengajar berjalan lancar dan tanpa hambatan dan tanpa tantangan. Dia tida mau berhadapan dengan resiko tantangan pedagogis dan birokratis. Tidak ada  dorongan  keinginan kuat untuk meningkatkan kualitas pengajaran secara signifikan atau mengeksplorasi potensi penuh siswa.

Banyak ciri guru kretaif yang dapat diidntifikasi. Di antaranya  adalah kemauan bereksperimen dengan berbagai model pembelajaran. Dia fleksibilitas dalam menyesuaikan pembelajaran  dengan kebutuhan unik peserta didik. Dia memiliki kemampuan mengintegrasikan teknologi dan sumber daya baru secara efektif. Mereka dikenal karena energi yang menular, selalu antusias mencari pelatihan baru. Dia seringkali menjadi penggerak perubahan di lingkungan sekolah, berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah pada peserta didik.

Tantangan utama yang dihadapi guru kreatif seringkali berkaitan dengan keterbatasan waktu dan sumber daya (dana, sarana, dan prasarana) untuk mewujudkan ide-ide inovatif mereka. Selain itu, mereka sering menghadapi resistensi dari rekan kerja dan birokrasi satuan pendidikan. Lingkungan yang  kurang terbuka terhadap perubahan menjadi tantangan pula. Manajemen sekolah konvensional yang lebih menghargai keseragaman dan kepatuhan administratif daripada kebaruan pedagogis juga menjadi tantangannya. Mereka juga harus berjuang untuk membuktikan efektivitas metode non-konvensional mereka kepada pihak-pihak yang skeptis.

Dalam sistem sekolah yang masih memegang teguh tradisi birokrasi konvensional, guru kreatif berisiko dicap sebagai pembuat gaduh. Dia sering dicap sebagai guru tidak patuh karena praktik mereka seringkali menyimpang dari pedoman yang kaku. Ide-ide mereka, yang mungkin membutuhkan alokasi sumber daya berbeda atau perubahan jadwal, dapat mengganggu status quo dan memicu konflik dengan birokrasi sekolah yang biasanya berfokus pada efisiensi dan keseragaman prosedural.

Risiko lainnya adalah kelelahan profesional (burnout). Mereka seringkali harus bekerja ekstra keras untuk merancang pendekatan, metode, dan teknik, serta materi inovatif. Dia juga mempertahankan energi untuk melawan hambatan birokrasi satuan pendidikan atau sikap apatis dari kolega. Bahkan, dalam beberapa kasus ekstrem, mereka bisa menghadapi sanksi tidak tertulis. Sangsi itu misalanya kesulitan dalam promosi,  pengurangan dukungan karena dianggap terlalu “merepotkan”. Atau juga dianggap terlalu ambisius oleh pemimpin yang merasa terancam oleh kretaifitas dan inovasinya.

Ciri-ciri guru zona aman termasuk kepatuhan yang tinggi terhadap semua aturan. Dia taat kepada   prosedur baku, minim inisiatif untuk mengembangkan diri di luar tuntutan minimal, dan  konsisten menggunakan penekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang sama dari tahun ke tahun. Mereka cenderung menghindari interaksi yang mendalam dan menantang dengan siswa. Selalu berfokus pada transmisi informasi dan penilaian standar yang mudah dikelola dan dipertanggungjawabkan secara administratif.

Kenyamanan utama yang didapatkan guru zona aman adalah stabilitas dan pengembangan karir. Mereka jarang membuat kesalahan yang menarik perhatian negatif atau menyebabkan kegaduhan. Mereka terhindar dari beban kerja ekstra yang timbul dari persiapan materi baru atau penanganan dinamika kelas yang kompleks akibat metode yang inovatif. Dengan mengikuti arus dan tidak menonjol, mereka sering menikmati hubungan yang harmonis dengan rekan kerja yang juga berada di zona aman. Mereka sering mendapat apresiasi dari manajemen yang mengutamakan kepatuhan, ketaatan, dan ketertiban administratif.

Nikmat utama menjadi guru kreatif adalah kepuasan batin yang mendalam. Kepuasan itu muncul dari peserta didik yang  terinspirasi, terlibat, dan terlibat dalam pembeljaran secara holistik. Terciptanya proses yang menyenangan dan memperlihatkan hasil optimal juga bagian dari kepuasan itu. Potensi peserta didik tumbuh dan berkembangnsecara optimal berkat pembelajaran  yang unik. Mereka menikmati kebebasan intelektual untuk merancang dan bereksperimen, menjadikan profesi mengajar sebagai sebuah seni yang dinamis, bukan hanya tugas rutin. Perasaan menjadi agen perubahan dan memberikan dampak nyata yang transformatif pada masa depan siswa adalah hadiah terbesar mereka.

Sengsara menjadi guru kreatif muncul dari rasa terisolasi. Dia berbeda dari mayoritas rekan kerja. Ide-idenya sering ditolak oleh lingkungan satuan pendidikan karena dianggap tidak realistis. Dia tidak mendapat dukungan dari kebijakan satuan pendidikan karena ”berlari terlalu cepat”. Sengsara lain adalah sering mengalami kelelahan fisik dan mental akibat kreatifitas yang harus diwujudkan dan dilakukan terus-menerrus. Ujungnya kadaang-kadangnadalah frustrasi ketika berhadapan dengan sistem yang kaku dan birokratis yang menghambat pelaksanaan ide-ide cemerlang mereka. Tentu, kalau didata, banyak lagi kesengsaraan yang dapat dicatat.

Penderitaan bagi guru zona aman terletak terperangkap dalam ”kerangkeng” kerutinan. Dia didera kebosanan yang datang dari pengulangan rutin yang sama dari tahun ke tahun, yang dapat mematikan gairah awal mereka terhadap profesi. Meskipun mereka menghindari tantangan, mereka juga kehilangan kegembiraan melihat perkembangan dan kejutan positif yang muncul dari proses belajar yang dinamis. Dalam jangka panjang, mereka mungkin dihantui oleh perasaan tidak puas atau kurangnya makna karena menyadari bahwa mereka hanya menjalankan tugas tanpa meninggalkan warisan atau dampak transformatif yang signifikan pada siswa.

Di sisi lain, nikmat terbesar mereka adalah ketenangan pikiran. Dia memiliki keseimbangan hidup kerja (work-life balance) yang relatif lebih baik. Mereka tidak membawa beban inovasi dan tekanan untuk selalu menjadi yang terbaik. Mereka menikmati penerimaan di komunitas sekolah yang menghargai kepatuhan dan menghindari konflik. Mereka memastikan mereka menjalani karier yang aman dari kritik tajam atau sorotan yang menuntut lebih banyak upaya atau perubahan. Mereka akan mendapat predikat ”patuh dan taat” dari birokrasi yang mendalkan kenyamanan dan bebas daari kegaduhan akibat kretaiftas dan inovasi.

Dua kutub itu dapat dicandra setiap hari pada satuan pendidikan. Tentu pada ”Hari Guru dan Bulan Guru” ini kta diaajak untuk merenung, mengevaluasi diri, dan mengintrosepeksi profesi, terutama kita berada di kutub mana. Jika selama ini belum ada pilihan, kita bebas memilih mau berada di kuub yang mana. Kedua kutub itu memiliki ”kenikmatan dan kesengsaraan masing-masing”. Saya juga guru dan ”Mengucapkan Selamat Hari Guru dan Bulan Guru”. Semoga guru tetaplah menjadi guru. Insyaallah yang kita lakukan akan mendapat balasan sesuai dengan janji Allah dalam Al-Quran Surat An-Nahl ayat 97.

Manna, Bengkulu Selatan, 21 November 2025

2 comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *