Dunia pendidikan di Indonesia saat ini berada pada masa transisi atau peralihan. Masa berlaku kurikulum 1994 akan segera berakhir(?). Kurikulum baru, kurikulum 2004 segera menggantikannya. Gaungnya telah kedengaran sejak pertengahan tahun 2001. Sampai saat ini masyarakat sekolah disibukkan oleh sosialisasi dan ujicoba pelaksanaan kurikulum baru tersebut. Ada sekolah yang secara resmi ditunjuk oleh Deparetemen Pendidikan Nasional sebagai pilot proyek dan ada juga yang memberanikan diri untuk mengujicobakan diri sebagai pelaksana. Dunia pendidikan yang berada di antara dua kurikulm itulah yang disebut (dalam makalah ini) berada pada masa peralihan atau transisi.
Dengan adanya kondisi seperti itu, guru pun berada pada dua posisi. Posisi pertama yang (mungkin) segera ditinggalkan adalah paradigma lama pendidikan. Posisi baru yang akan disongsong adalah paradigma baru pendidikan. Makalah ini berbicara tentang paradigma baru pendidikan yang dikaitkan dengan tugas dan kompetensi dasar guru. Untuk memudahkan pemahaman, makalah ini dibagai atas tiga pokok pikiran sebagai berikut: (1) paradigma baru pendidikan; (2) tugas dan kompetensi dasar guru; (3) pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi. Dengan ketiga pokok pikiran itu diharapkan makalah ini dapat menjadi landasan diskusi pada forum ini.
2. Paradigma Baru Pendidikan
Paradigma adalah kerangka berpikir (KBBI, 1999:648). Kerangka berpikir dapat diartikan sebagai pola berpikir. Makna paradigma kemudian berkembang dalam pemakaian sehari-hari. Perkembangan makna itu menjadi pola pikir dan pola tindak. Dalam konteks ini, paradigma diartikan secara operasional sebagai pola berpikir dan bertindak. Materi (2) ini membicarakan konsep paradigma yang dikaitkan dengan pendidikan. Dikaitkan dengan pembaruan-pembaruan yang harus dan telah dilakukan di dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, konsep yang dibahas adalah konsep paradigma baru pendidikan.
Paradigma baru pendidikan, dengan demikian adalah pola berpikir dan pola bertindak baru dalam pendidikan. Pola berpikir dan pola bertindak itu menyangkut dengan sikap, prilaku, dan tindakan dalam pelaksanaan pendidikan. Jadi, paradigma baru pendidikan adalah “pola berpikir dan bertindak baru dalam memandang, menyikapi, dan melaksnakan pendidikan”.
Pola berpikir dan pola bertindak itu ditujukan kepada setiap anggota masyarakat yang berkepentingan dengan pendidikan. Salah satu di antaranya yang berkepentingan itu adalah pendidik. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, pasal 1, ayat (6) menyatakan, “ Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Guru termasuk pendidik. Undang-undang yang dikutip di atas menegaskan bahwa guru adalah pendidik, bukan pengajar. Oleh karena itu, guru seyogianya memiliki paradigma baru pendidikan. Guru memiliki pola berpikir dan pola bertindak baru dalam memandang, menyikapi, dan melaksanakan pendidikan. Untuk dapat memiliki pola berpikir dan pola betindak seperti itu, guru sangat perlu memahami konsep pembaruan pendidikan dan konsep tugas-tugas guru pada masa pembaruan pendidikan itu.
3. Tugas Guru
Ada tiga tugas pokok guru secara garis besar. Ketiga tugas pokok guru itu adalah mendidik, mengajar, dan melatih (dikjartih). Kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih akan berjalan selaras. Pada saat mendidik, kegiatan mengajar dan melatih juga berlangsung. Pada saat mengajar, kegiatan mendidik dan melatih juga demikian. Begitulah seterusnya. Jadi ketiga tugas pokok itu tidak berlangsung secara terpisah-pisah dan terpilah-pilah. Oleh karena itu, kepiawaian guru dalam menyelenggarakan ketiga tugas itu sekaligus sangatlah dibutuhkan.
Ada tiga ranah yang ingin dicapai dengan ketiga tugas pokok guru itu. Jika guru mendidik, ranah yang ingin dicapainya ialah ranah afektif (sikap). Melalui pendidikan, guru menanamkan sikap dan nilai-nilai dasar kepada siswanya. Jika guru mengajar, ranah yang ingin dicapainya adalah ranah koginitif (pengetahuan). Melalui pengajaran, guru menanamkan konsep-konsep keilmuan kepada siswanya. Jika guru melatih, ranah yang ingin dicapainya adalah ranah psikomotorik (keterampilan). Melalui pelatihan, guru membekali siswanya dengan dengan keterampilan dasar yang dapat dikembangkan.
Pembekalan siswa dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan perlu dikembangkan. Pemerolehan siswa perlu dikembangkan terus-menerus. Pada saatnya, pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimilikinya dapat direfleksikannya dan kebiasaan berpikir dan bertindak. Membimbing siswa hingga mengamalkan ilmu, menerapkan sikap, dan menggunakan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari, adalah tugas pengembangan dari dikjartih. Siswa yang telah berhasil memadukan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dan diwujudkannya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, siswa tersebut telah dapat dikatakan berkompetensi.
Draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004) menyatakan, “Kompetensi adalah perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai-nilai dasar yang diwujudkan atau direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan betindak”.
Dengan demikian, tugas guru adalah membentuk manusia yang berkompetensi. Manusia yang berkompetensi adalah manusia yang mengamalkan ilmunya, menerapkan sikapnya, dan menggunakan keterampilannya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
4. Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
4.1 PAKEM
Banyak konsep (pengertian) baru yang diperkenalkan dalam paradigma baru pendidikan. Salah satu di antaranya adalah PAKEM. Pakem adalah kependekan dari “pembelajaran, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan”. Konsep ini ditawarkan kepada pendidik (guru) untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada peserta didik.
Dalam PAKEM yang aktif adalah siswa, yang kreatif adalah guru dan siswa, yang efektif adalah prosesnya, dan yang menyenangkan adalah suasananya. Dalam pembelajaran, siswa diharapkan aktif. Tugas guru bergeser dari mengajari menjadi membelajarkan. Membelajarkan siswa berarti membuat siswa menjadi belajar. Dengan demikian, siswalah yang aktif. Guru akan berperan atau bertindak sebagai penyedia fasilitas (fasilitator). Selain itu, guru juga bertindak sebagai motivator. Ketika pembelajaran berlangsung, guru senantiasa memberikan motivasi dan memberikan semangat kepada siswa.
Untuk dapat membuat siswa aktif ialah dengan membelajarkan siswa. Untuk dapat membelajarkan siswa secara aktif, guru harus kreatif. Kreativitas hanya akan lahir dari wawasan yang luas dan rasa kemerdekaan (independensi) yang dimiliki. Wawasan yang luas dapat dimiliki melalui belajar terus-menerus. Belajar dari berbagai sumber tanpa henti. Sumber yang paling bagus untuk hal ini adalah pengalaman setiap hari menghadapi siswa. Rasa kemerdekaan akan dimiliki apabila guru benar-benar menjadi guru yang profesional. Guru yang benar-benar memadukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diwujudkannya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang mangkus, pembelajaran dapat membawa hasil, atau pembelajaran yang berhasil guna. Pembelajaran yang berhasil guna hanya dapat diwujudkan dengan proses yang yang benar atau prosedur yang benar. Oleh karena itu, menciptakan pembelajaran yang seperti ini, guru perlu mempersiapkan prosesnya sebelum pembelajaran dilaksanakan. Guru perlu menyusun skenario pembelajaran yang benar-benar mangkus.
Pembelajaran yang menyenangkan ditentukan oleh suasananya. Suasana belajar yang kondusif, akan menjadikan pembelajaran menyenangkan. Untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan banyak hal yang perlu dipersiapkan guru. Di antaranya, guru perlu mempersiapkan skenario pembelajaran yang benar-benar dapat membuat siswa belajar dengan rasa senang.
Untuk pelaksanaan PAKEM, kepada guru ditawarkan dua pendekatan pembelajaran. Kedua pendekatan pembelajaran itu adalah pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning – ctl) dan pendidikan karakter. Depdiknas ( 2001:1) menyatakan, “Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara meteri yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai keluarga dan masyarakat.”
Pendidikan karakter adalah pendidikan watak. Pendidikan watak adalah pendidikan budi pekerti atau akhlak. Pendidikan ini lebih banyak mengarah kepada pembentukan watak sesuai dengan tingkat usia siswa. Pembelajaran kontekstual dan pendidikan karakter, perlu dibahas dalam kajian tersendiri.
Agar PAKEM terlaksana dengan baik, guru diberi wilayah otorisasi. Di dalam wilayah itu guru memiliki kebebasan mendidik atau kemerdekaan mendidik. Maksudnya, guru dapat berkreasi di wilayahnya tanpa memiliki keragu-raguan dan rasa takut. Di wilayah itu guru benar-benar menjadi “tuan” dan menjadi “profesional”. Agar guru tidak diintervensi oleh unsur luar di dalam wilayahnya, guru perlu eksis di wilayahnya itu.
Untuk dapat eksis di wilayah independensi pedagogis tersebut, guru harus memiliki lima kompetensi dasar. Kelima kompetensi dasar itu adalah: (1) menguasai kurikulum; (2) menguasai materi; (3) menguasai multi metode dan evaluasi; (4) memiliki komitmen; dan (5) memiliki disiplin dalam arti luas. Dengan lima kompetensi dasar itu, guru akan menjadi eksis di wilayah otorisasinya.
Secara yuridis, UURI No. 20/2003, Bab XI, pasa 40, ayat (2) menyatakan, “Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (b) mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
4.2 Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education)
Tujuan akhir dari tugas guru dalam paradigma baru pendidikan adalah membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup (life skill). Departemen Pendidikan Nasional (2002) mendefenisikan seperti berikut ini
Kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya.
Kecakapan hidup terbagi dua. Pertama, kecakapan hidup yang bersifat umum atau generik (generic life skill). Kedua, kecakapan hidup yang bersifat khusus atau spesifik (specific life skill). Kecakapan hidup yang bersifat umum atau generik adalah kecakapan hidup yang harus dimiliki oleh semua orang normal. Kecakapan itu meliputi kecakapan personal atau individu (personal skill), kecakapan sosial (social skill), dan kecakapan berpikir (thinking skill). Kecakapan hidup yang bersifat khusus adalah kecakapan yang dimiliki oleh orang-orang tertentu untuk keperluan tertentu. Kecakapan khusus ini meliputi kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan vokasi (vocational skill).
Kecakapan personal adalah kecakapan yang dimiliki seseorang yang menyadari eksistensi (keberadaan) dirinya dan potensi (kemampuan) dirinya. Dengan kesadaran akan eksistensi diri seseorang akan menyadari diri sebagai makhluk Allah, sebagai anggota masyarakat, sebagai bagian dari lingkungannya. Dengan menyadari potensi dirinya, ia akan melakukan hal-hal yang sesuai dengan kemapuannya. Memilih profesi, memilih pekerjaan, bercita-cita dan sebagainya, akan dia lakukans sesuai dengan potensinya itu.
Kecakapan sosial adalah kecakapan yang dimiliki seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Kecakapan itu meliputi kecakapan berkomunikasi lisan dan tulisan serta kecakapan bekerja sama. Kemampuan berkomunikasi adalah kemampuan yang sangat penting dimiliki untuk bekal hidup, untuk memecahkan masalah hidup, dan untuk dapat hidup wajar. Kecakapan bekerja sama juga demikian halnya, karena di dalam kehidupan modern, hidup berdampingan dan bekerja sama menjadi bagian yang amat penting.
Kecakapan berpikir adalah kecakapan yang dimiliki seseorang dalam olah pikir. Kecakapan itu meliputi kecakapan menggali informasi, mengolah informasi, kecakapan mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah. Kecakapan menggali informasi menjadi penting dalam hidup, karena informasi menjadi hal yang paling berharga dalam kehidupan modern. Kecakapan mengoalh informasi ialah kecakapan memanfaatkan infromasi untuk mengambil keputusan. Sedangkan kecakapan mengambil keputusan dengan cepat, tepat, dan akurat sangat diperlukan dalam memecahkan berbagai masalah hidup dan kehidupan.
Kecakapan akademik adalah kecakapan di bidang keilmuan (akademik). Kecakapan ini meliputi kecakapan mengidentifikasi variabel, kecakapan menghubungkan variabel, kecakapan merumuskan hipotesis, dan kecakapan melaksanakan penelitian. Sedangkan kecakapan vaokasional adalah kecakapan kejuruan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan tertentu atau keterampilan.
Dengan konsep ini, pendidikan untuk mendapatkan nilai (angka-angka) tinggi mulai bergeser. Belajar yang bertujuan untuk dapat menjawab soal-soal ujian saja, mulai dikurangi. Belajar dalam paradigma ini bertujuan untuk membentuk manusia yang berani menghadapi kehidupan tanpa merasa tertekan. Membentuk manusia yang dapat dan mampu memecahkan masalah hidup dan kehidupannya, menjadi tujuan akhir pembelajaran dan sekalu gus menjadi tujuan dari tugas guru.
Padang, Maret 2008
makasih atas ilmu n pngetahuannya”””””ni sngat brguna buat sya
Makasi kembali, terimakasih juga Anda telah mampir ke blog ini. Tulisan-tulisan di blog ini tidak abdate lagi. Anda dapat melihat semua isi blog ini serta tulisan-tulisan terbaru pada http://zulkarnaini.net. Selamat bertugas