MERAGUKAN PENDIDIKAN SEKOLAH

Oleh Zulkarnaini Diran

Inti program pendidikan adalah penyadaran peserta didik. Penyadaran itu meliputi segala aspek kehidupan. Jika didikotomi penyadaran itu dapat dibagi tiga. Pertama penyadaran kepada diri, penyadaran kepada orang lain, dan penyadaran kepada masyarakat. Ketika “aku” menyelsaikan pendidikan “aku” sadar atas keberadaan diriku, keberadaanku di samping orang lain, dan keberadaanku di tengah-tengah masyarakat. Jika itu yang diharapkan dari pendidikan, maka “pendidikan” di sekolah pantaslah diragukan banyak orang.

Freire (1998) berpendapat. Inti program pendidikan ialah “penyadaran diri siswa” kepada dirinya sendiri, orang lain, dan masyarakat. Dari kesadaran kepada diri sendiri akan muncul pikiran dan perasaan bahwa “aku” memerlukan “penghambaan” kepada sesuatu. Di dalam Islam penghambaan diri itu hanya kepada Yang Satu, Allah Subhanahuawataala. Kesadaran atas penghambaan kepada Allah itu akan membentuk karakter. Karakteristik seseorang yang selalu dan hanya menghambakan diri kepada Allah akan teraktualisasi dalam kehidupan sehari dengan wujud perilaku, tingkah laku, perangai, dan sebutan lain yang sejenisnya. Patron dalam hidup dan kehidupan “aku” yang berkarakter seperti ini adalah kitabullah dan sunnah rasul.

Dari penyadaran atas keberadaan orang lain akan memunculkan pikiran dan perasaan bahwa “aku” adalah bagian dari orang lain. “Aku” tidak bisa hidup sendiri, “aku” memerlukan orang lain dalam setiap detak kehidupan. Oleh karena itu, penyadaran seperti ini akan membentuk karakter saling menghormati dan saling menghargai antarindividu. Toleransi dan solidaritas dalam hidup menjadi inti karakteristik ini. Rambu-rambu yang dipakai dalm berperilaku, berperangai, dan bertingkah-ulah sehari-hari adalah norma-norma yang berlaku di dalam lingkungannya. Norma itu akan menjadi panutan bagi “aku” yang berkarakteristik seperti ini.

Dari penyadaran atas keberadaan masyarakat akan muncul pikiran dan perasaan bahwa hidup ini membutuhkan kelompok. Kelompok-kelompok itu kemudian membentuk norma yang disepakati bersama. Norma itu dijadikan panduan untuk hidup berdampingan antarindividu dan antarkelompok. Karaktersitik “aku” yang muncul dari penyadaran ini adalah kebersamaan, kolegalitas, yang merupakan embrio hidup berbangsa dan bernegara, bahkan berdunia. Perilaku yang muncul dari karakter ini adalah kerukunan antarkelompok, saling menghargai antaretnis, antaragama, dan antarras.

Pemberian kesadaran atau penyadaran seperti itu di sekolah sebenarnya sudah dirintis sejak lama. Rintisan itu diwakilkan kepada tiga aspek atau ranah yang menjadi lahan garapan pendidikan. Ketiga ranah itu adalah kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan), dan afektif (sikap-kepribadian). Idealnya, ketiga ranah itu bergerak seirama dan seimbang dalam penyadaran peserta didik. Keselarasan, keseimbangan, dan kesejajaran capain dalam ketiga ranah itu menjadi kunci utama dalam membentuk penyadaran peserta didik akan dirinya, orang lain, dan masyarakatnya. Idealnya seperti itu.

Banyak fakta dan realitas yang terungkap, pendidikan sekolah lebih menekankan kepada dua aspek yang pertama yakni kognitif dan pskomotorik. Bahkan di sekolah tertentu, aspek pertamalah yang amat penting. Sedangkan aspek afektif menjadi pelengkap penyerta belaka atau kalau agak ekstrem dikatakan terbaikan. Ketidak seimbangan itu telah melahirkan kepincangan dalam penyadaran perserta didik terhadap dirinya, orang lain, dan masyarakat.
Kombinasi ketiga ranah itu sering disebut kompetensi. Depdikbud (2006) menyebutkan kompetensi sebagai perpaduan anatara pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap-kepribadian (afektif) atau nilai-nilai dasar yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Intinya adalah perpaduan ketiga ranah yang diwujudkan dalam berpikir dan bertindak. Jika sudah sampai kepada tindakan tentu merupakan gambaran perilaku yang berangkat dan pikiran tertentu.

Secara yuridis dan teoretis sudah ada panduan untuk menyeimbangkan antara ketiga ranah itu. Bahkan yang terakhir di dokumen Kurikulum 2013 ditegaskan dengan nyata bahwa pendidikan sekolah haruslah mencapai sikap religius, sikap sosial, komptensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Hal itu tergambar dalam Kompetensi Inti (KI) 1,2,3, dan 4. Keempat komeptensi itu memayungi kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Terakhir dunia pendidikan kita merumuskan enam elemen Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandari, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. Hal itu menjadi “keluaran” dari Kurikulum Merdeka yang dicanangkan tahun 2022.

Itu semua berada pada sisi yuridis dan teoretis. Secara empiris pendidikan di sekolah masih perlu membuat keseimbangan dan keselarasan dalam mencapai ketiga ranah itu. Hal itu memerlukan strategi yang ril. Strategi konkret yang dapat diimplementasikan secara sistematis, praktis, dan pragmatis dalam proses pendidikan di sekolah. Sedangkan strategi itu sendiri hendaklah bersumber dari program satuan pendidikan (program sekolah) yang berjangka pendek, menengah, dan panjang. Program sekolah itupun perlu dipandu oleh program Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah yang juga berjangka pendek, menengah, dan panjang. Semuanya itu dipayungi oleh visi dan misi Pemerintah Daerah dalam bidang pendidikan.

Pendidikan sekolah diragukan oleh banyak pihak jika konsep pendidikan itu adalah memberikan kesadaran kepada peserta didik atas dirinya, orang lain, dan masyarakatnya. Produk-produk pendidikan kita sejak dua puluh atau tiga puluh tahun terakhir ternyata belum menggambarkan kesadaran manusia secara manusiawi. Lihat eksekutif kita yang selalu bertengkar dengan legislatif. Perhatikanlah yudikatif kita yang belum memberikan kepuasan kepada pencari keadilan. Lihatlah eksekutif kita yang menujukkan egoisme kelompok yang sangat tinggi. Tentu, aparat eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang kini sedang “melakon” dapat dijadikan gambaran “output” pendidikan kita.
Pantaslah kebanyakan masyarakat kita “meragukan pendidikan sekolah”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *