Medan, Kompas – Sekolah masih belum menjadi tempat menyenangkan bagi para siswa. Kondisi itu diperparah dengan model belajar mengajar yang mengutamakan penilaian daripada proses belajar. Kurang siapnya tenaga pendidik menjadi salah satu penyebab munculnya persoalan tersebut.
“Kurikulum Berbasis Kompetensi sebenarnya bagus. Namun, dalam pelaksanaannya ternyata belum siap. Murid belum diajarkan belajar aktif dengan mencari jawaban secara kreatif dan mandiri. Jika sekolah menjadi tempat yang membosankan, mengakibatkan minat belajar siswa rendah,” kata psikolog Universitas Indonesia Mayke S Tedjasaputra, Sabtu (20/5) di Medan dalam seminar “Membentuk Anak Mandiri, Bermotivasi Tinggi dan Percaya Diri”.
Pakar pendidikan Dr Arief Rachman mengemukakan, banyak kasus di sekolah yang membuat anak kehilangan semangat belajar. Padahal, pada dasarnya tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan jadi pemalas atau pemarah. “Karena itu, perlu suasana belajar yang menyenangkan, membebaskan, dan demokratis,” tutur Arief.
Dari pengamatannya, suasana belajar di kelas selama ini cenderung kaku, tegang, dan tidak semangat. Sementara yang dibutuhkan siswa, terutama yang masih anak-anak, ialah suasana belajar yang menyenangkan. Lantas sebagian besar sekolah masih menerapkan ukuran keberhasilan siswa pada sistem penilaian akhir. “Mereka belajar pun saat mendekati ujian,” ujar Arief. (NDY)
Terima kasih ya Pak, yang bapak tulis menambah wawasan saya.