Oleh Zulkarnaini
Dulu, bertemu dengan seorang guru kesannya lain. “Kerja di mana, Bu?” Mereka akan menjawab, “Saya hanya guru, Pak.” Jika hal yang sama ditanya kepada guru SD, mereka akan jawab, “Saya hanya guru, Pak, guru SD”. Itu dulu, lima atau sepuluh tahun lalu. Kini hal itu telah berubah. Jika guru ditanya, ia akan menjawab dengan pasti, tegas, dan optimis, “Saya guru, Pak. Guru SD”. Begitu mereka menjawab. Kata hanya mulai hilang dari kosakata mereka. Kata yang bekonotasi marjinal itu mulai hapus dari kamus mereka. Itulah perubahan awal yang terjadi pada guru-guru kita. Sekurang-kurangnya itulah fenomena yang ditangkap ketika seminggu bersama rekan sejawat guru Sekolah Dasar, guru pemandu KKG program BERMUTU (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading).
Guru kita kini mulai percaya diri. Harga dirinya mulai meningkat. Tampilannya mulai meyakinkan. Masyarakat pun mulai mengapresiasi eksitensi guru saat ini. Penghargaan masyarakat terhadap guru mulai tumbuh. Jika dulu ada yang bertanya pekerjaan, kemudian guru menjawab, “Saya guru”. Orang (anggota masyarakat) yang mendengar informasi ini biasanya merespon, “Oooh, guru”. Respon itu berkonotasi merendahkan, melecehkan, memarjinalkan profesi guru. Kata, “ooo guru” itulah yang mengindikasikan pelecehan. Kini hal itu pun mulai berkurang. Tentu kita berharap pernyataan masyarakat yang berkonotasi seperti negatif itu lama-lama harus dihilangkan. Seiring dengan tumbuhnya kembali percaya diri guru, masyarakat haruslah mengapresiasi profesi ini.
Berkumpul di ruang rapat “Dang Tuangku” hotel berbintang, hotel Pusako Bukittinggi. Sejawat guru pemandu KKG program BERMUTU duduk di kursi masing-masing sambil menunggu informasi dari narasumber. Optimis, antusias, besemangat, begairah, dan bersungguh-sungguh itulah yang terpancar dari wajah mereka.
Paradigma (pola berpikir dan pola bertindak) guru mulai berubah. Sikap profesionalnya mulai tumbuh. Hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktornya adalah adanya pengakuan pemerintah atas profesi guru sebagai jabatan fungsional. Pengakuan itu memicu semangat guru menjadi profesional. Pengakuan itu melejitkan rasa optimis guru untuk mengemban tugas sebagai abdi pendidikan, abdi bangsa, dan abdi negara. Secara moral, sebenarnya inilah yang menjadi landasan atau basis tempat guru berangkat menapaki karirnya sebagai profesional.
Keyakinan itu semakin kuat ketika di depan setiap sejawat guru ini ada laptop yang akan digunakan selama pelatihan seperti yang disyaratkan panitia. Laptop itu mereka bawa sendiri dari rumah atau dari sekolah, bukan disediakan panitia. Hebat dan luar biasa kesannya, guru SD pelatihan di hotel berbintang dan menggunakan alat canggih sebagai instrumen pelatihannya.
Kegiatan demi kegiatan diikuti sejawat guru dengan optimis. Mereka menerima informasi, petunjuk, dan teknik kerja dari narasumber (widyaiswara). Petunjuk praktis diberikan dalam tempo yang singkat, kemudian mereka bekerja, bekerja, dan bekerja. Inti pekerjaannya adalah membaca dan menulis. Hal yang dibaca adalah modul-modul program BERMUTU yang telah disediakan panitia dalam bentuk cetakan dan soft copy. Cetakan diberika dalam bentuk contoh sedangkan soft copy diberikan utuh. Mereka membaca kedua hal itu dengan sungguh-sungguh. Hal yang mereka tuliskan adalah sarian bacaannya. Informasi yang diterima dari modul dituangkan kembali ke dalam tulisan. Adakalanya mereka menulis powerpoint sesuai dengan alur kegiatan. Powerpoint itu akan mereka gunakan untuk presentasi pada kegiatan-kegiatan berikutnya. Begitulah hari-hari (selama delapan hari) diisi oleh guru pemandu KKG di hotel ini.
Hal menarik lain yang terjadi di kelas pelatihan ini adalah berlatih mempermahir menggunakan atau mengoperasikan laptop. Ada yang baru menyentuk laptop pada kegiatan ini. Selama ini belum pernah mencobanya. Bahkan ada yang membeli laptop di Bukittinggi pada hari kedua kegiatan. Hal menarik itu adalah bagaimana mereka bersungguh-sungguh belajar, mencobakan, merespon kesalahan, mencoba lagi, dan sampai bisa. “Jika di rumah kami tidak sempat belajar optimal, tetapi di sini dapat berlatih secara sungguh-sungguh”, kata rekan sejawat guru pemandu yang dominan kaum ibu ini.
Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan ini. Ketiga tujuan itu adalah: terlatih menggunakan bahan belajar mandiri (BBM); meningkatkan kemampuan menjadi pemandu di KKG; dan mantap menggunakan BBM program BERMUTU untuk menfasilitasi guru-guru di KKG (kelompok kerja guru) di derahnya. Dalam rangka mencapai tujuan itulah, sejawat guru pemandu KKG ini melakukan dua hal pokok itu yaitu membaca dan menulis. Seolah-olah mereka memang memaksa diri membaca dan menulis. Sedangkan untuk membaca dan menulis tersebut diperlukan keterampilan menggunakan laptop. Menggunakan dan mengoperasikan berbagai program yang ada di dalam perangkat komputer itu.
Kegiatan ini sepertinya berhasil memotivasi sejawat guru untuk belajar. Inti kegiatan ini memang dua, yakni membaca dan menulis. Kegiatan membaca pada hakikatnya landasan utama bagi guru untuk peningkatan keprofesionalan secara berkelanjutan. Pada saat berhenti membaca, saat itu pula terjadi pendangkalan keprofesionalan. Setinggi apapun pendidikan, sebanyak apapun ijazah, dan sebanyak apapun perguruan tinggi yang diduduki jika berhenti membaca, berarti proses pembodohan telah berlangsung secara struktural. “Memaksa” sejawat guru membaca bahan belajar mandiri (BBM) dalam kegiatan ini ternyata berhasil. Sekurang-kurangnya berhasil memotivasi dan membangkitkan gairah membaca mereka.
Menulis adalah inti kegiatan kedua dalam program ini. Keterampilan menulis memang harus dimiliki oleh sejawat guru. Menulis berarti mengomunikasikan, mengongkretkan, dan mengaktualisasikan pikiran, konsep, perasaan dalam bentuk bahasa tulis. Untuk melatih guru menulis diawali dari menuliskan kembali hasil bacaannya. Perolehan dari bacaan BBM yang ditangkapnya, dituangkan kembali dalam bentuk tulisan. Tulisan itu dapat berupa ringkasan dan dapat pula berbentuk bahan presentasi. Di sinilah letak keberhasilan program ini dalam memotivasi dan melatih sejawat guru.
Ada ungkapan yang pernah dilontarkan tentara, “lebih baik mandi keringat waktu latihan daripada manid darah waktu perang.” Pernyataan ini kelihatannya tertanam kepada sejawat guru pemandu. Mereka memang harus mempersiapkan diri untuk menjadi pemandu guru di kelompok KKG. Untuk menjadi pemandu diperlukan sekurang-kurangnya kedua kompetensi itu, yaitu kompetensi membaca dan menulis. Oleh karena itu pula barangkali, sejawat guru pemandu ini benar-benar berusaha berlatih agar jangan “mandi darah waktu perang.”
Delapan hari berlalu tanpa terasa. Kegiatan berakhir. Usai penutupan, peserta, narasumber, dan panitia penyelenggara saling bersalaman dan bermaaafan. Kemudian kembali ke tempat masing-masing. Selamat berkarya, sejawat pemandu KKG Sumatera Barat.
Benar sekali apa yang Bapak tuturkan itu.Semenjak dilucurkan Program BERMUTU,Kami guru merasa percaya diri dari seorang guru SD khususnya memang bertambah. Ini salah satu dampak positif dari kegiatan KKG Program BERMUTU yang Bapak bina.Kalau kami guru terus menerus diberi pelatihan-pelatihan untuk merobah paradigma lama agar semua guru benar-benar menjadi seorang guru profesional dan panutan masyarakat.Amiiiin!
Selamat, menuju guru profesional. Hal penting adalah, “hari ini lebih dari hari kemaren, hari esok lebih baik dari hari ini.” Salam sukses.