Oleh Zulkarnaini Diran
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan (QS Al-Furqan,25:56).“
Keseharian kita dihabiskan untuk menerima ”kabar”, berita, dan informasi. Ketika membuka telepon genggam (handphone), jemari bergerak ke aplikasi yang menyajikan ”kabar” yang berisi aneka informasi. Aplikasinya pun beranekaragam seperti facebook, instagram, whatshap, twuter, dan sebagainya. Di media itu ada kabar, ada berita, ada informasi yang substansinya beranekaragam. Bahkan semua informasi dari berbagai dimensi kehidupan ada di situ.
Kabar atau berita yang berisi informasi itu berasal dari berbagai sumber. Sumber-sumber itu mengandung banyak kategori. Sekurangnya dapat dipilah atas tiga kategori yaitu sahiah atau benar, diragukan, dan tidak benar. Dewasa ini sulit mendeteksi sumber berdasarkan ketiga kategori itu. Kadang-kadang sumber yang diyakini sahiah, tetapi setelah diteliti mengandung keraguan. Adakalanya sumbernya diragukan, tetapi kabar yang disampaikannya benar. Begitu seterusnya. Oleh karena itu, sebagai konsumen kabar, saat ini diperlukan ”kecerdasan” mendapatkan sumbernya dan ketelitian menyiasati substansinya atau isinya.
Dulu ketika mengikuti pelatihan jurnalistik, isntruktur berkata begini. ”Jika anjing menggigit orang, itu bukan berita, tetapi jika orang menggigit anjing itu baru berita,” katanya. Artinya, sesuatu dianggap ”bernilai” berita jika ada unsur keanehan, kalainan, keasingan, dan keunikan. Kalau hal biasa-biasa saja tidak perlu dijadikan berita. Nah, kenyataannya, kini memang ditemukan yang begitu. Begitu kita membuka aplikasi informasi yang ada di android, kita akan menemukan kabar-kabar aneh, unik, asing, mengejutkan. Kabar-kabar itu ternyata sering mengusik ketenteraman batin kita. Entah kabar itu berisi tentang kemanusiaan, kebinatangan, daan ketumbuh-tumbuhan dan entah-entah yang lain.
Kabar-kabar menakutkan, mengerikan, teror, fitnah dan sejenisnya ternyata dianggap menjadi kelaziman. Bahkan kadang-kadang kabar itu pun dilengkapi dengan gambar dan foto yang mengerikan. Hal itu ternyata tidak membuat konsumen kabar nyaman dan tenteram. Akan tetapi terjadi sebaliknya. Resah, gelisah, sedih, sakit hati, dendamlah yang muncul setelah mengkosumsi kabar-kabar seperti itu. Muncullah berbagai pertanyaan di dalam pikiran kita. Di antaranya, ”Apakah manusia yang hidup zaman ini memang mencandui kabar-kabar yang menggelisahkan jiwa itu? Untuk menjawabnya tentu perlu penelitian lebih lanjut.
”Saya telah mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad SAW, membaca hadisnya, dan memeriksa sunnahnya. Ternyata semua itu adalah kabar gembira, harapan, opitimisme, husnuzhan kepada Allah SAW, serta permohonan rahmat dan ampunan-Nya. Bukan keputusasaan, kegagalan, dan pesismisme,” kata Dr.Aidh Al-Qarni dalam bukunya Muhammad Sang Ispirtor Dunia (2022:187-188).
Nabi Muhammad senantiasa memberi kabar gembira tentang kesehatan yang baik dan pahala yang banyak. Dalam setiap dimensi kehidupan dan proses menjalaninya, Nabi selalu memberikan kabar gembira. Dalam kondisi sulit, beliau memberikan kabar gembira kemudahan. Beliau memberikan kabar gembira kesembuhan bagi yang menderita sakit. Beliau memberikan kabar gembira kesenangan bagi yang ditimpa kesusahan. Nabi membawa kabar gembira bahwa wudhu dapat menghapus kesusahan. Kabar gembira bahwa shalat, puasa, umroh, haji dapat menghapus dosa di antara ibadah-ibadah itu, kecuali dosa besar. Kabar gembira juga disampaikan kepada yang pendosa, bahwa dosanya diampuni Allah kalau mereka beruduk, salat dua rakat, dan kemudian membaca istigfar.
Nabi diutus Allah untuk membawa kabar gembira. Oleh karena itu, setiap kalimat yang keluar dari mulut Sang Nabi selalu tentang kegembiraan. “Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan (QS Al-Azab, 33:45).” Pada ayat lain, ”….sebab itu sampaikanlah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku (QS, az-Zumar,39:17).” Pada ayat lain, ”Katakanlah, ’Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri! Janganlah kamu berputus asa atas rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang (QS.az-Zumar, 39:53)’”
Allah memerintahkan Nabi untuk menyampaikan kabar gembira. Kita mengakui di dalam ”kalimat syahdat” bahwa Tiada Tuhan yang disembah selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah. Pengakuan itu berupa ikrar, bahwa kita akan menaati semua perintah Allah dan mengikuti panduan rasul-Nya. Kalau kita meyakini dan menaati hal itu, tentu kita akan tetap berupaya untuk meneledani Nabi Muhammad dalam segala dimensi kehidupan. Khusus untuk topik tulisan ini tentu kita mencontoh Muhammad Rasululllah dalam menyampaikan dan menerima kabar.
Intinya adalah, jika Muhammad dijadikan pedoman untuk menyampaikan kabar, tentu kita berupaya terus-menerus menyampaikan kabar gembira. Pemahaman kita tentang ini akan menjelma ke lubuk hati yang paling dalam. Dari situ kita akan berbuat untuk menyampaikan kabar gembira, bukan kabar menakutkan. Kita menyampaikan kabar yang benar, bukan kabar bohong. Pada akhirnya kita tidak menyiksa orang lain dengan kabar yang kita sampaikan. Mari, Saudara seiman, kita jadikan Muhammad Rasul Allah sebagai teladan dalam setiap tindak dan perilaku kita. Termasuk di dalamnya menyampaikan kabar. Semoga tulisan ini bermaanfaat.
Padang, 23 Februari 2024