Oleh Zulkarnaini Diran
(praktisi, trainer, dan pemerhati pendidikan)
Kurikulum 2013 dalam perdebatan. Pro dan kontra atas pemberlakuannya bermunculan. Terakhir, Aburizal Bakri, Ketua DPP Golkar menyetujui kurikulum yang belum tersosialisasi secara komprehensif itu untuk dilaksanakan. Sementara yang kontra ternyata cukup banyak. Tentu tidaklah perlu disebut satu-persatu dalam tulisan ini. Akan tetapi, yang jelas dan tegas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan melaksanakan kurikulum ini secara bertahap mulai tahun ini.
Jika diurut terbalik dalam regulasi mungkin begini. Kurikulum (biasanya) dilegalkan (ditetapkan) dengan peraturan (keputusan) menteri. Keputusan menteri bernaung di bawah peraturan pemerintah dan peraturan pemerintah dipayungi oleh undang-undang. Misalkan Kurikulum 1994. Kurikulum ini dipyaungi oleh Undang-undang Reppublik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari undang-undang itu lahir Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 dan 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Dari PP tersebut dibuat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 060/U/1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar dan Nomor 061/U/1993 tentang Kurikulum Pendidikan Menengah. Tahun 1994, bulan Juli Kurikulum 1994 dilaksanakan secara bertahap. Mulai dari kelas 1 dan 4 (SD/MI), kelas 1(SMP/MTs), dan kelas 1 (SMU/SMK).
Rentangan waktu antara tahun lahir UU dengan PP berjarak satu tahun (1989 – 1990), antara tahun keluaran PP dengan Keputusan Menteri (Kepmen) tiga tahun (1990 – 1993), dan tahun keluaran Kepmen dengan pelaksanaan kurikulum satu tahun (1993 – 1994). Hal yang sama juga terlihat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 diundangkan tahun 2003, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan diturunkan tahun 2005, dan sejumlah Peraturan Menteri tentang Standar Nasional Pendidikan berturut-turut dikeluarkan mulai tahun 2006 s.d. 2010. Pemberlakukan KTSP dimulai tahun pelajaran 2006 – 2007. Jarak antara lahirnya regulasi dengan pelaksanaan kurikulum memiliki cukup ruang untuk sosialisasi, pelatihan pejabat pendidikan, dan pelatihan guru.
Kurikulum yang dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan bernaung di bawah payung hukum berupa undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri. Tentu saja naungan itu dimaksudkan untuk mengesahkan secara yuridis bahwa kurikum itu memiliki kelayakan hukum. Sebaliknya jika payung hukumnya tidak jelas, tentu tingkat kelayakannya secara yuridis diragukan. Hal inilah yang dialami oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sempat dilaksanakan selama hampir tiga tahun 2001, 2002, dan 2003. Secara sinis masyarakat menyebut KBK sebagai “Kurikulum Proyek”, karena memang KBK sarat dengan proyek.
Kemungkinan (?) Kurikulum 2013 akan lahir secara sunsang. Artinya, kurikulumnya diberlakukan dulu, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan disusulkan, dari situ dilahirkan Peraturan Pemerintah. Mungkin (?) dari situlah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20/2003 disesuaikan. Mungkinkah bisa seperti itu, tentu pakar hukumlah yang lebih tahu.
Menteri Pendidikan M.Nuh bersikukuh. Kurikulum 2013 dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013 – 2014. Tepatnya dimulai akhir Juli 2013. Sampai hari ini orang-orang dan lembaga-lembaga kompeten konon belum menerima informasi utuh tentang sosok kurikulum itu. Misalnya Dinas Pendidikan Provinsi (terbaca di media massa) belum menerima sosialisasi utuh dokumen kurikulum, Perguruan Tinggi Keguruan juga bernasib sama. Bahkan lembaga terdepan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota pun baru menerima “sobekan” informasi. Padahal pelaksanaannya akan dimulai pada akhir Juli tahun ini.
Pertanyaan yang perlu dijawab barangkali adalah, “Kurikulum 2013 itu bernaung di bawah regulasi yang mana?” Jika ia benaung di bawah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20/2003, tentu tidak cocok lagi. Undang-undang tersebut menyebutkan pada pasal 38 ayat (2) sebagai berikut “Kurikulm pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah”.
Menurut informasi yang diperoleh dalam Rembug Pendidikan Nasional di Jakarta baru-baru ini, Kurikulum 2013 adalah kurikulum siap pakai. Segala sesuatu sudah tersedia. Mulai dari perencanaan program sampai kepada bahan dan materi ajar sudah tersedia (beita surat kabar daerah). Guru tinggal melaksanakan. Artinya, satuan pendidikan dan perangkat-perangkatnya tidak lagi terlibat menyusun kurikulum seperti diamanatkan oleh undang-undang. Kurikulum “sudah jadi dan siap pakai” itu telah disiapkan oleh Kememnterian Pendidikan dan Kebudayaan. Jika memang seperti itu, tentu DPR dan Pemerintah harus melakukan revisi Undang-undang Nomor 20/2003 dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jika tidak, kurikulum yang segera dilaksanakan ini akan menjadi kurikulu “haram” di republik ini.
Seiring dengan revisi undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai instrumen untuk pelaksanannya harus digodok pula. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19/2005 tenta Standar Nasional Pendidikan (SNP) mencantumkan delapan standar nasional. Hal yang terkait langsung dengan pelaksanaan kurikulum yang harus direvisi adalah standar isi, standar proses, stnadar kompetensi lulusan, dan standa pendilaian. Keempat standar itu terkait langsung kepada operasional kurikulum pada satuan pendidikan.
Pada tataran yang lebih operasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus pula menelorkan sejumlah Peraturan Menteri sebagai pengganti Peraturan Menteri yang ada. Misalnya Permendiknas tentang Stnadar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Penilaian, Standar Kompetensi Pendidik, dan sebagainya. Hal itupun tentu harus disiapkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Tentu, Pak Menteri Pendidikan M.Nuh telah menyiapkan segala perangkat regulasi Kurikulum 2013 ini. Jika tidak ada payung regulasi, payung hukum, dan payung yuridisnya tak mungkinlah Pak Menteri bersikukuh untuk melaksanakan kurikulum ini dengan cepat. Tetapi, jika payung hukum tidak disiapkan seiring dengan pelaksanaan kurikulum tahun ini, mungkin Kurikulum 2013 dapat diberi julukan lain yakni, “Kurikulum Maju Takgentar.” Kita tunggulah dengan rasa optimis kehadiran kurikulum baru ini. Mudah-mudahan.
Padang, 19 Februari 2013