Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Ternyata sudah 45 tahun ”ikatan sakral” itu berlangsung. Tanggal 4 Januari 1979, akad itu terjadi. Saya menerima seorang perempuan, Wirnahayat binti Hasan Basri sebagai pendamping hidup, sebagai istri. Ikrar penerimaan yang sakral itu saya lafalkan dengan kata dan dikendalikan oleh hati, jadilah wanita yang ”penuh keibuan” ini menjadi istri saya. Prosesi itu disaksikan oleh masing-masing kedua orang tua kami beserta sanak famili dan handaitolan. Resmilah saya menjadi suami dan Wirnahayati menjadi istri.
Begitu matahari memancarkan sinar pada hari ini, Kamis, 4 Januari 2024 berarti pernikahan kami telah berusia 45 tahun. Dalam rentangan waktu itu kami menapaki hidup dan kehidupan, kami melayarkan bahtera rumah tangga dalam angin tenang, riak, ombak, dan badai kehidupan. Tentu saja, jamaknya anak manusia, semua perjalanan itu penuh suka dan duka, penuh keluh kesah, dan juga penuh gembira dan bahagia. Itu semua sangat manusiawi, sangat alami, dan sangat layak sebagai hamba Allah SWT. Kami tabah menghadapi badai, kami bersyukur atas segala ketenangan lautan kehidupan. Alhamdulillah.
Atas karunia Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kami diamanahi empat orang putra dan satu orang putri. Begitu mereka dewasa, kami pun dihadiahi lima orang menantu. Dari perkawinan putra-putra dan putri kami ini, kami juga menerima karunia sembilan orang cucu. Anak, menantu, dan cucu adalah pelengkap kebahagiaan kami, penyempurna perjalanan hidup dan kehdiupan kami sampai 45 tahun usia perkawinan ini. Alhamdulillah.
Empat hari setelah pernikahan (8 januari 1979) kami sepakati alasan pendirian rumah tangga kami. Alasan itu kemudian pada zaman ini dikenal dengan ”visi”. Mengapa rumahtangga ini dedidirkan? Alasannya adalah untuk dapat ”hidup layak dalam Ridha Allah SWT”. Hanya untuk itu, jawabnya ”ya”. Itulah yang kami cetuskan dengan kesaksian Allah, Tuhan Semesta Alam. Hidup layak seperti itu dicapai dengan cara apa? Itulah yang kemudian dikenal dengan “missi”. Cara-cara yang kami terapkan dalam mencapai visi itu adalah cara yang benar. Kebenarannya berindiaktor kepada kebenaran norma yang berlaku. Norma-norma yang kami gunakan adalah norma agama Islam, norma hukum dan undang-undang, serta norma sosial kemasyarakatan yang ada.
Begitu anak pertama lahir, 4 Oktober 1979 (sepuluh bulan setelah pernikahan), visi itu pun kami kembangkan dan kami sempurnakan. Inti pengembangannya di samping visi yang sudah ada adalah ”mengantarkan anak-anak untuk hidup layak dalam ridha Allah”. Dari kacamata awam, kini anak-anak sudah hidup layak. Mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar. Mereka sudah bekerja, berpenghasilan memadai, memiliki rumah masing-masing, memiliki keturunan, dan memiliki fasilitas hidup lainnya. Jika kacamata awam digunakan dari segi hidup layak, anak-anak sudah hidup layak. Tentu juga diyakini, semuanya dalam ridha Allah SWT. Dengan demikian pula, pada usia pernikahan yang ke-45 tahun ini, visi dan misi sudah tercapai. Kini tinggal memelihara dan meningkatkan kualitas serta kuantitas hasilnya.
Pada usia perkawinan yang ke-45 tahun ini kami kembali merefleksi liku-liku kehidupan yang dilalui. Suka dan duka berumah tangga, pahit getir dalam berbagai dimensi kehidupan, kebahagiaan dan kegembiraan yang yang kami teguk, kini kami kenang kembali. Hal itu berguna untuk mawas diri, untuk menumbuh-kembangkan yang baik, menyempurnakan yang masih kurang, dan yang paling penting adalah sebagai landasan untuk bersyukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pencipta, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang.
Pada usia yang tersisa, di ujung kehidupan, dan pada usia senja ini tidak banyak yang kami lakukan. Tiga hal penting yang senantiasa kami upayakan. Ketiga hal penting itu adalah ”memelihara kesehatan, mengoptimalkan ibadah kepada Allah, dan bermanfaat bagi orang lain”. Itulah yang terus-menereus kami upayakan, kami perjuangkan, semoga dalam ridha Allah SWT.
Padang, 4 Januari 2024