AKHLAK BERHAJI

(Bagian Ketiga Puluh Satu)

KLOTER KETUJUH BELAS

Oleh Zulkarnaini Diran

“Akhlak yang baik atau “akhlakul karimah” sangatlah penting dalam melaksanakan ibadah haji,” kata seorang pemateri dalam “Pelatihan Manasik Haji” yang saya ikuti. Akhlakul karimah adalah tingkah laku atau perbuatan baik yang terpuji, sesuai dengan ajaran Islam. Saya mencatat pernyataan itu dengan baik. Selain mencatat, saya mempercayai ucapannya. Pemateri selain memiliki gelar akademik yang memadai, juga menyatakan bertahun-tahun menjadi pemateri dalam pelatihan manasik. Hal yang meyakinkan lainnya adalah bahwa pemateri memiliki sertifikat nasional sebagai pembimbing dalam pelatihan manasik haji. Akan tetapi, yang paling membuat saya yakin seyakin-yakinnya adalah dalil-dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang dikemukakannya.

Penjelasan disampaikan dalam tempo yang pendek. Bahkan disambilkan dengan materi lain. Hal yang dapat saya tangkap dari penjelasan itu hanyalah pokok-pokoknya saja. Uraiannya belum dapat saya cerna dan kuasai secara menyeluruh. Untuk pemahaman hal-hal pokok tentang akhlak berhaji itu saya mencoba belajar mandiri. Tujuannya selain untuk pemahaman lebih luas dan dalam, juga untuk diterapkan atau diimplementasikan di Tanah Suci pada saat menunaikan rukun Islam yang kelima itu.

Ada ungkapan Dr. Muhammad Iqbal yang menjadi pegangan saya dalam belajar mandiri. Ungkapannya sederhana, tetapi sangat luas dan dalam maknanya. ”Pahami konsep, kaji manfaat, pikirkan penerapan, dan laksanakan” begitu kata Bapak Pendidikan Pakistan itu menukilkan dalam buku tentang pendidikan. Berdasarkan pendapat itu, saya coba mencari tiga hal penting  dari empat ungkapan yang ada  dalam buku ”Filosofi Pendidikan Islam” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Mizan, Bandung Jawa Barat. Ketiga kata itu adalah ”pahami konsep, kaji manfaat, pikirkan penerapan.”

Saya bersyukur, karena untuk mempelajari ketiga ungkapan itu tidak perlu keluar rumah. Di rumah ada perpustakaan kecil. Buku-buku sumber tentang hal itu tersedia alakadarnya. Dari ”perpustakaan mini” itulah saya mencoba mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan akhlak dan lebih khusus tentang konsep, manfaat, dan penerapan akhlak dalam berhaji.

Akhlak di dalam Islam adalah perilaku, sikap, dan moralitas seseorang yang diatur dalam ajaran Islam. Menurut KBBI, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sikap menurut Wikipedia Bahasa Indonesia adalah hal yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa. Sedangkan moralitas dinyatakan sebagai suatu perbuatan baik – buruk, benar – salah yang dilihat dari segi moral.  

Pada sisi lain diungkapkan, akhlak merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang mencakup hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Akhlak merupakan sistem nilai yang mengatur kehidupan manusia di muka bumi. Dalam konteks ini akhlak bukan hanya sebatas perilaku, sikap, dan moral tetapi merupakan aturan-aturan yang harus ditaati manusia dalam hubungan kepada Allah, sesama manusia, sesama makhluk, dan alam semesta.

Dalam konteks konsep ini, ada dua hal tentang akhlak. Pertama akhlak sebagai perangai atau perilaku dan kedua akhlak sebagai aturan moral yang mengatur kehidupan manusia. Akhlak sebagai perangai manusia diungkapkan oleh Imam Al-Gazali, ”Akhlak merupakan salah satu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat menimbulkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa adanya peretimbangan dan pemikiran lagi.” Dengan demikian, akhlak adalah perangai dalam bentuk kebiasaan yang melekat pada setiap individu. Di situ terlihat akhlak yang baik atau terpuji dan akhlak yang buruk atau tercela.

Terkait dengan akhlak sebagai aturan, akhlak adalah sebuah sistem nilai yang mengatur tindakan manusia yang ada di muka bumi.  Sistem nilai dan aturan itu seharusnya diikuti atau ditaati oleh setiap individu. Aturan itu adalah tatacara, kaidah, ketentuan dalam berhubungan dengan Allah, berhubungan sesama manusia, berhubungan dengan makhluk selain manusia, dan berhubungan dengan alam semesta. Jika aturan itu ditaati oleh individu, maka ia dapat diberi predikat ”berakhlak terpuji” dan jika dilanggar diberi peredikat ”berakhlak tercela”.

Akhlak terpuji disebut juga ”akhlakul mahmudah”. Akhlak ini harus dimiliki oleh setiap muslim dan setiap orang beriman. Rasulullah SAW berkata, “Orang terbaik dari kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Bukhari nomor 3559 dan Muslim nomor 2321). Rasul SAW menegaskan lagi, “Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang akhlaknya paling baik, dan yang paling baik di antara yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya kepada pasangannya.” (HR At-Tirmizi nomor 1162, Abu Dawud nomor 4682, Ahmad nomor 250).

Berikut adalah contoh akhlak terpuji atau akhlakul mahmudah dalam kehidupan sehari. (1) sopan berbicara; (2) rendah hati, tidak sombong; (3) senang membantu; (4) menjaga lisan; (5) menjaga aib diri dan orang lain; (6) suka memberi nasihat; (7) jujur kepada diri sendiri dan orang lain; (8) murah hati dan suka menolong; (9) sabar menghadapi berbagai keadaan; (10) selalu bersyukur atas segala karunia Allah. Tentu daftar ini masih dapat ditambah lebih banyak lagi.

Akhlak tercela disebut juga “akhlakul mazmumah”. Akhlak ini adalah perilaku buruk yang dapat mendatangkan mudarat bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Apalagi kalau perilaku ini menjadi perangai sehari-hari. Contoh akhlakul mazmumah dalam kehidupan sehari-hari adalah sombong, takabur, iri, dengki, aniaya, dan ghibah. Daftar ini pun dapat ditambah sehingga lebih panjang. Oleh karena itu, harus dihindari, dijauhi oleh setiap muslim dan setiap orang beriman.  

Berdasarkan pembelajaran secara mandiri itu saya dapat menyimpulkan konsep akhlak. Pertama, akhlak adalah perilaku seorang manusia dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku itu ada dua yakni yang terpuji dan yang tercela. Kedua, akhlak adalah aturan, ketentuan, panduan, dan pedoman. Aturan itu mengatur hubungan manusia (makhluk) dengan Allah SWT (Sang Khalik), hubungan sesama manusia, hubungan manusia dengan makhluk selain manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta. Itulah dua hal tentang konsep akhlak yang dapat saya simpulkan berdasarkan belajar mandiri itu.

Konsep akhlak saya pahami dengan pengetahuan yang terbatas. Sesuai dengan anjuran “Iqbal” yang dikutip sebelumnya, saya mulai mencoba “mengkaji manfaat” dari konsep yang terpahami itu. Akhlak terpuji sebagai perangai atau perilaku, akan memuluskan hubungan dengan Allah, sesama manusia, sesama makhluk, dan alam semesta. Jika itu dipertahankan dalam menempuh hidup dan kehidupan, maka yang terjadi adalah kedamaian, ketentraman, dan keharmonisan. “Orang terbaik dari kalian adalah yang terbaik akhlaknya” (HR Bukhari, dll.) Jadi manfaat memahami konsep akhlak terpuji itu adalah untuk membina perilaku individu agar menjadi manusia paripurna yang berakhlak mulia.

Akhlak tercela dipahami adalah untuk memetik manfaatnya. Manfaat memahami akhlak tercela itu adalah agar kita dapat menghindarinya. Melalui pemahaman konsep dan akibat-akibat yang ditimbulkannya, kita akan termotivasi untuk menghidarinya. Menjauhkan diri dari akhlak tercela itu merupakan perjuangan yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman yang dimiliki. Dengan demikian, kita akan terhindar dari pengrusakan hubungan dengan Allah SWT, sesama manusia, sesama makhluk, dan dengan alam semesta. 

Konsep akhlak sudah dipahami, manfaat sudah pula dikaji. Berikut dipikirkan penerapan. Penerapan akhlak berarti mengimlementasikan manfaat akhlak dalam kehidupan secara umum dan secara khusus. Penerapan secara umum tentu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa memandang waktu dan tempat. Secara khusus penerapannya adalah ketika berhaji di Tanah Suci. Penerapannya tentu saja tidaklah memungkin dilakukan secara serta-merta, tetapi melalui proses yang memakan waktu cukup lama. Inilah yang saya latihkan selama berbulan-bulan sebelum menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Pelatihan atau bimbingan manasik haji saya ikuti bulan Desember 2023. Saya terlambat tiga bulan dari jadwal. Kegiatan dimulai September 2023, saya baru dapat mengikuti bulan Desember 2023. KBIHU At-Taqwa Muhammadiyah Sumatra Barat menjadi pilihan saya tempat berlatih dan tempat mempersiapkan diri untuk berhaji. Keberangkatan ke Tanah Suci mendapat giliran Kloter ke-17, kloter terakhir dari Embarkasi Padang yang diberangkatkan dari Padang 31 Mei 2024. Lebih kurang enam bulan saya bersama isitri mencoba “berlatih” untuk menerapkan konsep dan manfaat akhlak di dalam kehidupan sehari-hari. Terutama yang menjadi konsentrasi kami adalah akhlak kepada Allah SWT dan akhlak sesama manusia. Cara berlatihnya menggunakan metode “evaluasi, perbaiki, dan tingkatkan”. Ketiga  kata kunci itu kami gunakan.

Setiap aktifitas dalam keseharian dilakukan evaluasi. Hal yang dievaluasi adalah aktifitas beribadah (hubungan) kepada Allah SWT dan aktifitas bermuamalah (hubungan) sesama manusia. Evaluasi dilakukan dalam perjalanan rutin kehidupan. Khusus untuk ibadah, yang dievaluasi adalah ibadah wajib dan sunnah. Tentu untuk mengvealuasinya digunakan perangkat pengetahuan ”sedehana” sebatas ilmu yang dimiliki. Cara mengevaluasinya adalah membandingkan (mengkomparasi) ibadah yang dilakukan sehari-hari dengan dalil Al-Qur’an dan Hadis yang dipahami (secara terbatas). Dari situlah saya dan istri melakukan tindakan berikutnya yang memperbaiki cara beribadah jika masih kurang dan meningkatkannya jika sudah baik.

Hal yang sama kami lakukan dalam muamalah (hubungan) sesama manusia. Tentu terbatas pada manusia yang ada di komunitas tempat tinggal, tempat beribadah, tempat berkumpul, dan sebagainya. Kami membandingkan hal-hal yang telah kami lakukan dengan hal yang seharusnya. Pedoman utama tetap pada pemahaman (terbatas) Al-Qur’an dan Sunnah (hadis) yang dipahami. Kemudian yang sudah baik, kami tingkatkan dan yang kurang kami perbaiki. Hal itu kami lakukan terus-menerus dalam perjalanan rutin kehidupan sehari-hari. Malam hari menjelang beristirahat saya dan istri berbicang tentang hal yang telah baik dan hal yang harus diperbaiki dari kedua bidang akhlak itu.

Satu pekan menjelang keberangkatan ke Tanah Suci, saya membuat simpulan. Intinya adalah akhlak atau perilaku yang harus diterapkan selama di Tanah Suci. Simpulan itu dibuat berdasarkan belajar mandiri  (saya dan istri) yang dilakukan hampir enam bulan. Ada empat simpulan yang dibuat yakni: (1) niat dan ikhlas karena Allah SWT; (2) senantiasa berzikir kepada Allah SWT atau selalu mengingat Allah SWT; (3) selalu menjalin dan memelihara hubungan baik dengan sesama; dan (4) petik hikmah atau pelajaran dari setiap kejadian. Keempat hal itu menjadi simpulan yang disandarkan kepada Al-Qur’an. Artinya, landasannya adalah ayat-ayat yang terpahami (secara terbatas) dalam belajar mandiri tentang akhlak.

Niatkan dan ikhlaskan segala amal karena Allah disandarkan kepada QS Al-Baqarah,2:196 (”Sempurnakan haji dam umroh karena Allah ….”). Senantiasa berzikir kepada Allah atau selalu mengingat Allah landasannya adalah QS Al-Baqarah, 2:152 (”Maka ingatlah kepada-Ku, Akupun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan jangan kamu ingkar kepada-Ku”). Selalu menjalin dan memelihara hubungan baik dengan sesama (jema’ah dan  petugas) dilandaskan kepada QS An-Nisa’,4:1 (”… bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”). Memetik hikmah atau belajar dari setiap kejadian disandarkan kepada QS Yusuf,12:111 (”Sungguh pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal”). Tentu akan banyak landasan lain dari Al-Qura’an dan Sunnah yang relevan dengan itu. Untuk sekedar penguatan simpulan dibatasi pada keempat ayat itu.

Alhamdulillah, selamah di Makah ibadah lancar. Ibadah-ibadah wajib dan sunnah dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan pemahaman tentang berakhlak kepada Allah SWT. Prosesi haji (rukun dan wajib haji) terpenuhi seseuai kemampuan. Begitu pula halnya ibadah-ibadah rutin. Di Madinah juga demikian, ziarah ke tempat-tempat yang dianjurkan dapat dilaksanakan. Artinya, dengan terpahami akhlak kepada Allah, semua ibadah dapat dilaksanakan, tentu saja sebatas kemampuan.

Hal yang sama juga terjadi untuk muamalah (akhlak sesama jemaah dan petugas). Kloter ke-17, embarkasi Padang disebut kloter ”nano-nano”. Artinya, jemaahnya berasal dari berbagai kabupaten dan kota di Sumatra Barat dan dari Provinsi Bengkulu. Jemaahnya heterorogen, beragam. Alhamdulillah, saya dan istri dapat menjalin dan memelihara hubungan baik (akhak) dengan sesama jemaah dan petugas kloter. Bahkan terjadi ikatan “kekeluargaan” yang kental antara kami (saya dan istri) dengan jemaah lain. Sungguh, ukhuwah islamiah benar-benar terjalin. Faktor yang berpengaruhi di antaranya adalah “penerapan atau pengamalan” hasil belajar mandiri tentang akhlaku karimah. Semoga tulisan pendek berdasarkan pengalaman nyata ini bermanfaat bagi sahabat seiman yang akan berhaji dan berumroh.

Padang, Juli – Agustus 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *