DAHSYATNYA PROSESI WUDHUK

Oleh Zulkarnaini Diran

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. ….” (QS Al-Maidah, 5:6)

Wudhuk salah satu ibadah penting sebagai syarat sahnya shalat. Orang yang hendak melaksanakan shalat wajib berudhuk. Tujuannya adalah untuk menghilangkan hadas kecil. Menurut Al-Azizi (2018:222), “Meskipun mengikuti ibadah shalat, tawaf, dan lainnya, wudhuk merupakan ibadah tersendiri. Wuduk memiliki niat, syarat, rukun, dan sunnah sendiri yang bermanfaat bagi jasmani dan ruhani.”

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhuk. Dan, tidak ada wudhuk bagi orang yang tidak menyebut nama Allah Ta’ala atasnya.” (HR. Abud Daud). Wudhuk syarat sah shalat, tetapi ia terpisah dengan ibadah shalat. Shalat diwajibkan lima kali sehari semalam. Wudhuk bisa saja satu kali untuk beberapa shalat. Hal itu menunjukkan bahwa wudhuk adalah ibadah yang berdiri sendiri. Jika wudhuk dianggap ibadah berdiri sendiri, tentu wudhuk dapat pula diartikan sebagai ibadah yang memiliki banyak ”manfaat”.

Wudhuk, selain syarat sah shalat, juga bermanfaat bagi jasmani dan ruhani. Para pakar kesehatan menyebutkan, wudhuk merupakan salah satu terapi yang dapat menyehatkan pikiran dan tubuh. Fungsi wudhuk sebagai terapi sudah banyak dibahas oleh pakar kesehatan dunia. Tulisan-tulisan mengenai pembahasan itu diterbitkan di berbagai media dan jurnal imiah internasional. Pengakuan bahwa wudhuk bermanfaat bagi jasmani dan ruhani telah diketahui oleh khalayak yang bukan saja umat muslim.

Leopold Werner von Ehrefels, seorang psikiater dan pakar neorologi asal Austria akhirnya masuk Islam. Dia berganti nama menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels karena meneliti dan mendapatkan fakta tentang wudhuk. Pusat-pusat saraf yang paling peka dari tubuh manusia berada di bagian dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat tersebut sangat sensitif terhadap air segar. Dia menemukan hikmah yang luarbiasa  di balik prosesi (pelaksanaan) wudhuk yang membasuh pusat-pusat saraf tersebut. Kemudian dia merekomendasikan agar wudhuk bukan hanya menjadi kebiasaan Islam, tetapi juga umat manusia secara keseluruhan. Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat saraf tersebut berarti  memelihara keselarasan pusat saraf.

Menurut Syukur (2018), “Semua organ tubuh yang tersentuh wudhuk paling banyak memiliki hubungan dengan sistem saraf pusat. Organ ini memberi manfaat sangat besar saat terkena rangsangan. Pada organ itu terdapat ratusan titik akupuntur. Titik itu bersifat penerima (reseptor) terhadap rangsangan (situmulus) berupa basuhan, gosokan, usapan, dan tekanan atau urutan ketika beruduk.”

Stimulus tersebut diantar melalui median ke sel, jaringan, organ, dan sistem organ yang bersifat terapi. Hal ini terjadi karena adanya sistem regulasi, yaitu sistem saraf dan hormon yang bekerja untuk mengadakan keseimbangan (homeostasis). Menurut Al-Azizi (2018:226), “Setidaknya terdapat 493 titik penerima (reseptor) pada anggota wudhuk. Terdapat 84 titik di wajah, 95 titik di tangan, 64 titik di kepala, 125 titik di telingan, dan 125 titik di kaki.” Titik-titik itulah yang mendapat basuhan, gosokan, dan tekanan pada saat berudhuk.

Rachman (2011:51), mengatakan, “Semua titik akupuntur itu berguna untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Sekilas dapat dilihat kesesuaian antara tebaran titik-titik akupuntur tersebut dengan anggota tubuh yang dibasuh saat berwudhuk.” Jadi, berwudhuk merupakan terapi untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan tubuh bagi manusia. Oleh karena itulah peneliti Austria yang dikutip di atas menyarankan bahwa wudhuk bukan hanya untuk kebiasaan umat muslim, tetapi baik untuk semua manusia. Bahkan, itu pulalah salah satu alasan baginya untuk menganut Islam sebagai agamanya.

Rasululah SAW bersabda, ”Sesungguhnya, kemarahan berasal dari syetan. Dan, syetan tercipta dari api. Dan sesungguhnya, api itu dapat dipadamkan dengan air. Jika salah seorang di anatara kalian marah, maka beruwudhuklah!” (HR Abu Daud, nomor 4784). Ketika seseorang sedang marah otot wajahnya akan mengencang, hormon adrenalin dalam tubuh meningkat, dan jantung berdetak cepat. Sirkulasi darah yang semula normal menjadi sangat cepat dan langsung menuju ke kepala. Untuk menghadapi kondisi seperti itu, menurut hadis ini, cara yang paling mangkus adalah berudhuk.

Ketika air membasahi anggota wudhuk, wajah dan anggota wudhuk lainnya merasakan kesejukan karena dinginnya air. Otot-otot pun segera merenggang kembali. Hormon adrenalin pun berkurang sehingga kerja jantung kembali normal. Jadi, wudhuk bukan hanya untuk memenuhi syarat sah shalat, tetapi juga untuk meredakan kemarahan pada saat marah itu datang mendera seseorang. Menentramkan batin dan memulihkan rasa marah yang ”dihembuskan” oleh syetan.

Wudhuk seperti di ungkapkan di atas adalah ibadah yang berdiri sendiri. Ia memiliki sarat, rukun, dan sunnah sendiri. Sebagai prosesi ibadah, wudhuk dapat menjadi ”penghapus” dosa dan menjadi ”pendulang” pahala. Artinya, wudhuk yang benar akan menghapus dosa dan mendatangkan pahala. Hal itu dijanjikan oleh Islam untuk para penganutnya yang melakukan ibadah ini sungguh-sungguh.

”Wudhuk dapat membersihkan ”daki-daki” yang menutupi hati. Melalui air wudhuk , dosa-dosa kita dibersihkan,” kata Rachman (2011:54). Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., ”Tatkala seorang muslim membasuh wajahnya (dengan air wudhuk) maka seluruh dosa yang dilakukan oleh matanya akan keluar dari wajah bersamaan dengan air wudhuk itu hingga tetesan terakhir. Apabila membasuk kedua tangannya, maka ssepuruh dosa yang dilakukan oleh tangannya akan keluar besamaan dengan air itu sampai tetesan yang terakhir. Apabila ia membasuh kedua kakinya maka sleuruh dosa yang dilangkahkan kakinya itu akan keluar bersama air tersebut hingga tetesannya yang terakhir, sehingga setelah ia dalam keadaan berwudhuk ia dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.” (HR Muslim)

Bersarkan hadis ini, wudhuk ternyata dapat menggugurkan dosa. Dosa-dosa yang terjadi akibat aktivitas anggota tubuh seperti mata, tangan, kaki, dan sebagainya dapat digugurkan dengan air wudhuk. Manusia adalah makhluk “pendosa”. Disadari atau tidak disadari, manusia berbuat dosa hampir setiap hari. Dosa-dosa itu akibat dari perbuatan anggota tubuh. Pada saat wudhuk dilakukan sesuai syarat, rukun, dan sunnahnya,  dosa tanpa disengaja dan dosa yang disengaja itu beguguran bersama setiap tetes air wudhuk. Begitu dahsyatnya air wudhuk sebagai penggugur dosa.

Rasulullah SAW bertanya kepada para  sahabat, ”Maukah kalian aku tunjukkan suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, ” Ya wahai Rasulullah.”  Rasulullah bersabda, ”(Yaitu) menyempurnakan wudhuk dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah ar-ribath (kebaikan yang banyak).” (HR Muslim nomor 251). Wudhuk juga memberikan kebaikan yang banyak kepada yang melakukannya. Kebaikan yang banyak itu adalah menghapus dosa dan meninggikan derajat. Masya-Allah, begitu dahsyatnya prosesi beruduk bagi yang melakukannya sesuai sarat, rukun, dan sunnah.

Wudhuk adalah ibadah bagi muslim. Ia selain sebagai sarat sah ibadah lain (shalat, tawaf, dan sebagainya), juga memiliki banyak hikmah dan manfaat. Seorang pakar dari Austria menangkap hikmah dari wudhuk. Dia masuk Islam karena menemukan fakta melalui penelitiannya tentang manfaat wudhuk untuk kesehatan. Dia merekomendasikan agar wudhuk bukan hanya untuk muslim, tetapi untuk semua manusia. Intinya, wudhuk dapat berfunsi untuk terapi dan memelihara kesehatan.

Pada sisi lain, ternyata wudhuk dapat meredakan rasa marah. Air wudhuk dapat mendinginakn pikiran dan perasaan. Selain itu, wudhuk juga dapat mengugurkan segala dosa yang terjadi akibat perbuatan anggota tubuh. Di samping itu, wudhuk dapat meninggikan derajat manusia di hadapan Allah SWT. Hal yang juga sangat dahsyat adalah wudhuk dapat menjadi ladang kebaikan yang banyak (ar-ribath). Mudah-mudahan tulisan sederhana ini ada manfaatnya. Semoga!

Padang, 11 November 2024

Bacaan Selanjutnya:

Al-Azizi, Abdul Syukur. 2018. Islam itu Ilmiah. Yogyakarta: Laksana

Ihsan, Miftahul. 2023. Tuntunan Shalat Wajib & Sunnah. Sukoharjo: Aqwam

Rahman, Osly. 2011. The Science of Shalat, Melogiskan Perintah Allah untuk Mengokohkan Ketakwaan. Jakarta: Qultum Media

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *