CATATAN GURU 270219

Pemandu (moderator) meminta guru dan sahabatnya menempati posisi tempat duduk yang disediakan. Guru dan sahabatnya menjadi pembicara kunci dalam temu ilmiah itu. Guru kebagian topik tentang “Bimbingan Penelitian Ilmiah untuk Siswa” dan temannya tentang “Pembelajaran Sastra”. Masing-masing pembicara diberi waktu 20 – 30 menit untuk menyajikan materi di hadapan peserta temu ilmiah itu. Pesertanya adalah guru pengawas sekolah mata pelajaran Bahasa Indoensia.

Sebelum menyajikan, pemandu memperkenalkan pembicara kepada peserta. Guru  diperkenalkan sebagai seorang senior. Kini telah purnatugas sebagai aparatur sipil negara (ASN). Meskipun sudah pensiun hampir sepuluh tahun, guru tetap berkiprah di dunia pendidikan. Oleh karena itu label yang diberikan kepadanya adalah, “praktisi dan pemerhati pendidikan”.  Tentulah pula pemandu juga menyebutkan sisi lain dari kiprah guru dalam dunia tulis-menulis dan sebagainya. Pokoknya pemandu berupuaya meyakinkan peserta bahwa guru ini adalah orang yang berkompeten untuk membahas topik yang dibebankan kepadanya.

Guru berupaya menjelaskan topik yang dibebankan kepadanya. Kalimat-kalimat guru mengalir dengan lancar. Kelihatan guru berupaya menggunakan bahasa yang simpel, lugas, dan nonmultimakna. Penggunaan kaidah komunikasi efektif benar-benar diperhatikan guru. Vokal, laval, nada, dan intonasi suara benar-benar diperhatikannya. Peserta duduk tak bergeming. Takada yang membuka hape android pada saat guru menjelaskan. Kecuali panitia yang sibuk menggunakan kamera hape untuk merekam tiap kejadian. Begitu instens guru menjelaskan dan begitu sungguh-sungguh peserta memperhatikan. Nampaknya antara guru dan peserta terikat oleh suatu norma yang secara taksadar telah mereka sepakati bersama. Sopan santun dalam komunikasi, itulah yang terlihat dalam acara itu.

Temu ilmiah tidak steril dari perbedaan. Ada konsep dan pemahaman yang berbeda tentang suatu objek. Perbedaan itu kadang-kadang menimbulkan hal-hal yang kontroversial. Beda pendapat dan gagasan menimbulkan pertentangan. Pemilik konsep tentu berupaya menjelaskan pemahamannya kepada lawan bicara. Hal itu lazim terjadi dalam temu ilmiah atau dialog ilmiah. Kemungkinan salah paham dapat terjadi. Kesalahpahaman itu dapat pula bermuara kepada timbulnya sikap emosional yang takterkendali. Akhirnya sisi moral dalam komunikasi terbaikan bahkan terlangkahi. Dan ketegangan psikologis pun tidak dapat dihindari.

Hal-hal negatif seperti itu ternyata tidak terjadi pada temu ilmiah ini. Pembicara berbicara dalam bahasa “guru”. Bahasa yang selalu memperhatikan “rambu-rambu”  sopan-santun berkomunikasi. Penanya, pembahas, dan pengulas juga berupaya mencari pilihan kata (diksi) yang tepat untuk mengomunikasikannya. Ekspresi-ekspresi yang saling menyerang, menyalahkan, dan memejokkan tidak terlihat dalam dialog itu. Mungkin  mereka sadar bahwa mereka, pembicara dan pendengar adalah guru-guru bangsa. Guru-guru yang mencetak generasi penerus. Oleh karena itu, mereka sadar bahwa contoh-contoh berkomunikasi yang ditampilkan adalah bagian dari pendidikan. Mungkin juga mereka sadar bahwa, “bahasa menunjukkan bangsa”. Mungkin dan mungkin.

Padang, 27 Februari 2019

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *