KEARIFAN

Catatan Guru 280219

Hari itu guru kedatangan tamu. Guru bertanya-tanya di dalam hati, siapa gerangan tamu ini. Wajahnya familiar dengan guru, tetapi namanya tidak bisa diingat dan pernah ketemu di mana. Itulah di antara sekian pertanyaan yang muncul di hati guru. Sang tamu dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Sebelum duduk tamu menyalami dan mencium tangan guru. Dengan gaya bersalaman tamu ini, jawaban atas pertanyaan di hati guru segera terjawab. Inilah pastilah salah satu dari siswa di sekolah tempat guru mengajar (guru mengajar, selain di sekolah negeri juga di beberapa sekolah swasta di kota dan kabupaten).

“Saya Arman (nama disamarkan), Pak. Siswa kelas dua di SMA X (nama sekolah disamarkan). Saya salah seorang siswa Bapak yang jarang masuk pada mata belajaran Bahasa Indoensia”, kata tamu dengan bahasa yang mengalir.

“Duduk!”, kata guru sambil mempersilakan tamunya duduk di kursi ruang tamu. Tamu duduk dengan sopan, sangat sopan jika dilihat dari usianya.

“Makasi, Pak!”, ucap tamu dengan nada sangat merendah.

“Yah, mau minum apa?”, tanya guru untuk mengendurkan suasana yang sedikit kaku.

“Tidak, Pak terimakasih!”, jawab tamu dengan ekspresi yang sedikit gelisah melihat keramahan gurunya.

Guru memahami suasana itu. Siswa ini pastilah bermasalah. Mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu. Jarang-jarang siswa SMA swasta yang mau mencari gurunya kalau tidak ada masalah. Guru berupaya seramah mungkin agar suasana tidak tegang.

“Ada yang mau disampaikan? Santai sajalah, kita kan bukan di kelas, bukan dalam suasana belajar-mengajar. Kamu tamu bapak”, kata guru yang tengah berupaya menciptakan suasana kearban dengan tamunya ini.

“Ya, Pak”, jawab tamu dengan nada semakin rendah. Bahkan kedengaran suaranya tertahan dalam nada sendu dan menghiba.

“Begini, Pak. Bapak masuk ke kelas kami tiga kali seminggu. Saya hanya bisa mengikuti pelajaran Bapak satu kali. Dua kali lagi saya tidak pernah masuk yaitu pada hari Rabu dan Sabtu. Untuk itulah saya datang menemui Bapak”, kata tamu dengan terbata-bata.

“Oh, ya. Betul. Saya selalu menulis tanda absen (a) dalam daftar hadir karena Kamu tidak ada berita. Ketua kelas dan teman-temanmu tidak dapat memberi penjelasan. Bahkan sudah enam kali tidak masuk pada jam Bapak, surat minta izin pun tidak Kamu kirim”, kata guru dengan nada setenang dan sesejuk mungkin.

“Betul, Pak. Itulah masalah saya. Itulah yang mau saya sampaikan kepada Bapak pada hari ini”, kata tamu dengan nada yang semakin sendu, bahkan hampir menangis.

“Tapi, dalam catatan bapak, setiap tugas selalu Kamu kerjakan. Bapak memeriksanya dan hasilnya bagus. Kadang-kadang menjadi pertanyaan bapak juga, kenama siswa yang  tidak masuk,  tugasnya selesai dan hasilnya bagus”, kata guru menyela penjelasan tamunya.

“Betul, Pak, semua tugas termasuk mata pelajaran lain, saya kerjakan, Pak. Saya buat sendiri di rumah. Untuk mendapatkan informasi tentang tugas itu saya malam Rabu dan Sabtu datang ke rumah teman. Ada teman yang baik hati mencatatkan tugas-tugas itu untuk saya”, kata tamu menambah penjelasannya.

“Tapi untuk menyelesasikan tugas itu, Kamu tidak menyontekkan?” tanya guru dengan nada sedikit berkelakar. Guru berupaya agar tamunya tidak merasa tertekan dan gelisah menyampaikan permasalahannya.

“Tidak, Pak. Sungguh, sungguh, Pak. Tugas itu saya kerjakan sendiri di rumah. Tidak sempat saya untuk menyontek atau membuat tugas bersama dengan rekan-rekan”, kata tamu meyakinkan dan menhilangkan kecurigaan guru.

Guru mempersilakan tamu yang siswanya itu untuk minum dan mencicipi kue yang dihidang istri guru.

“Silakan minum dan dicicipi kuenya. Santai sajalah. Apapun masalahmu, itu semua masalah kita bersama”, kata guru yang sedari tadi berupaya untuk menyenangkan dan menyejukkan perasaan tamunya.

Sambil minum teh dan mencicipi kue yang terhidang, guru mengamati ekpresi tamunya. Dari wajahnya yang agak kurus dan kelihatan keras, guru menduga bahwa siswanya ini pastilah mengerjakan pekerjaan “kasar” di luar jam sekolah. Mungkin siswanya bertani atau kerja pisik lainnya. Guru membatin sambil menduga-duga. Akan tetapi di balik ekspresi siswanya itu terlihat suatu tekat untuk maju. Selain itu tampak di wajah itu kejujuran dan ketulusan. Itulah di antaranya dugaan-dugaan guru.

“Begini, Pak”, kata tamu memulai lagi pembicaraannya.

“Saya mohon izin untuk tidak masuk pada pelajaran Bapak pada hari Sabtu dan Rabu” kata tamu itu. Suaranya mulai tersendat. Seolah-olah ada penghalang di alat ucap pada kerongkongannya.

“Tarus, santai sajalah, tidak usah merasa bersalah”, kata guru menyemangati siswanya.

“Hari itu saya bekerja menjadi tukang angkat barang di pasar, Pak. Tugas ini dulu dikerjakan oleh ayah saya. Sejak ayah meninggal dua tahun lalu, saya menggantikan pekerjaannya. Dari situlah satu-satunya sumber penghasilan keluarga kami, Pak”, kata tamu itu yang kelihatan mulai terisak. Ia menghapus air bening yang mulai menetes dari pelupuk matanya.

“Minum dulu, minum biar tenang”, kata guru yang juga hampir terbawa arus kesedihan dari derita yang menimpa siswanya itu.

Itulah sepenggal dialog antara guru dan tamunya pada suatu sore tiga puluh lima tahun silam. Guru kini berada di ruangan yang nyaman dan sejuk. Menjadi tamun dari seorang pejabat bereselon di suatu instansi pemerintah. Setelah memasuki masa pensiun, guru ada urusan ke kantor tersebut. Rupanya siswa yang lebih kurang tiga puluh lima tahun yang silam itu minta izin untuk tidak masuk kelas setiap Sabtu dan Rabu, kini menjadi pejabat teras. Guru menjadi tamunya karena ada urusan. Dan pertemuan itupun penuh haru dan sukacita.

“Semua ini terjadi atas karunia Allah, Pak. Di dalamnya sungguh banyak kearifan yang saya terima dari Bapak. Meskipun pertemuan di kelas dengan Bapak hanya sekali seminggu, tetapi bagi saya sangat bermakna. Kearifan lain yang saya dapat dari Bapak, ternyata Bapak tidak hanya mengajarkan materi Bahasa dan Sastra Indonesia, tetapi melalui karya sastra Bapak membeberkan masalah hidup dan kehidupan”, kata Sang Pejabat kepada gurunya yang kini menjadi tamu istimewanya.

Padang, 28 Maret 2019

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *