Oleh Zulkarnaini Diran
Mengetahuai proses penciptaan diri kita (manusia) adalah penting. Akan tetapi mengenal, memahami, dan menghayati alasan penciptaan diri kita (manusia) jauh lebih penting. Proses terciptanya manusia pertama (Adam) dijelaskan dalam kitabullah, penciptaan selanjutnya juga dijelaskan dengan gamblang di dalam Al-Quran itu. Alasan penciptaan manusia (diri kita) juga ditegaskan di dilam kitab yang merupakan mukjizad terbesar Nabi Muhammad SAW itu.
Penciptaan Adam (manusia pertama) tertuang di dalam QS Al-Hijr 15:26, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitan yang diberi bentuk”. Itu manusia pertama. Kemudian manusia-manusia selanjutnya diciptakan oleh Allah dalam suatu proses pembuahan yakni pertemua sperma dan telur di dalam Rahim perempuan. Proses seperti ini dipelajari di dalam pelajaran biologi sejak sekolah dasar sampai tingkat SLTA.
Proses penciptaan manusia selanjutnya itu dijelaskan di anataranya di dala QS Al-Mu’minun 23:12-14, “Dan sesungguhya Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (Rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang mlekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
Sesungguhnya banyak penjelasan di dalam Al-Quran perihal proses penciptaan manusia ini. Ini perlu kita pahami untuk menumbuhkan kesadaran atas kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Hal ini penting diketahui, penting dipahami, penting dihayati sebagai dasar bagi kita untuk melantunkan rasa syukur atas karunia Allah ini.
Hal yang sangat penting dipahami manusia adalah “alasan penciptaan” kita (manusia). Pertanyaannya adalah, “Mengapa Allah menciptakan manusia, untuk apa, tujuannya apa?” Jawaban dari pertanyaan itu akan menjadi patron, pedoman, panduan, mercusuar bagi manusia dalam menapaki kehidupan ini. Jawaban itu pula akan menjadi penentu seperti apa seharusnya manusia berbuat, bertindak, dan berperilaku dalam kehidupan di dunia ini. Allah menegaskan di dalam Al-Quran, Surat Az-Zariyat 51:56, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku”.
Allah Maha Pencipta memiliki alasan yang jelas dan tegas dalam menciptakan jin dan manusia. Bagi manusia, alasan Allah itu menjadi tujuan hidupnya, menjadi arah yang akan ditempuhnya mengharungi kehidupan. Manusia, dengan demikian dalam hidupnya hanyalah untuk “menghambakan diri” (mengabdi) kepada Allah. Sebagai perwujudan atau aktualisasi dari pengabdian itu ialah ibadah. Jadi, “untuk apa aku diciptakan Allah? Jawabnya untuk beribadah kepada-Nya senantiasa. Nah, jika jawaban itu telah menghunjam ke nurania yang paling dalam, maka keseharian kita dihiasi dengan “anekaibadah”, tentunya.
Ibadah secara bahasa artinya merendahkan diri serta tunduk. Secara istilah ibadah mengandung arti ungkapan yang dicintai dan diridhai Allah. Hal itu, bisa berupa perkataan, perbuatan atau tindakan dalam bentuk lahir maupun batin. Untuk beribadah dengan benar, Allah memandunya melalui kitabullah dan Rasul Muhammad SAW mengarakan melalui sunnahnya. Jadi, ibadah itu adalah semua tindakan manusia yang diridhai dan dicintai Allah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman atau rambu-rambu yang ditetapkan Allah. Ketetapan Allah itu tertuang di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Dari pemahaman konsep ibadah itu, ternyata keseharian kita adalah ibadah. Setiap gerak lahir dan gerak batin kita adalah ibadah. Perkataan yang baik terhadap orang lain adalah ibadah. Perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain serta lingkungan adalah ibadah. Tentu saja hal itu akan menjadi ibadah jikalau di awali dengan niat yang semata-mata hanya karena Allah. “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Pada sisi lain, pemahaman terhadap alasan “penciptaan” ini dapat menjadi tameng atau perisai bagi kita terhadap hal-hal buruk. Kita dapat menghindari dari perbuatan zalim karena kezaliman tidak dicintai dan diridhai Allah. Kita dapat menghindar dari perbuatan dosa, karena pendosa tidak dicintai dan diridhai oleh Allah. Ketika penghayatan terhadap alasan penciptaan itu benar-benar menghunjam ke nurani yang paling dalam, saat itu pula kita akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak dcintai di ridhai Allah. Di sinilah alasan penciptaan itu berfungsi sebagai tameng dalam hidup dan kehidupan kita.
Hal yang tidak kalah pentingnya, dengan menghayati alasan penciptaan itu ialah agar manusia menempuh jalan yang lurus (Agama Islam)dalam menapaki kehidupan. Tidak menympang kiri dan kanan. Pada saat kilaf, terjadi penyimpangan, ingat alasan penciptaan. Pada saat kilaf terjadi bias dalam tindakan, ingat alasan penciptaan. Pada saat terjebak dalam maksiat karena lupa dan kilaf, kita kembali ke jalan yang lurus dengan mengingat alasan penciptaan. Jadi, mengenal, memahami, dan menghayati “alasan penciptaan”, insyaallah kita akan bertindak dengan dengan benar, sehingga kita dapat meraih kecintaan dan keridhaan Allah, semoga!
Padang, 1 September 2020