BEBAN GURU

Pengantar

“Beban Guru” merupakan tulisan berseri. Insya-Allah akan terbit tiap pekan. Tulisan ini, selain bertolak dari kondisi-kondisi kekinian tentang “tugas guru – beban guru”, juga diwarnai oleh pengalaman penulis sebagai guru. Kondisi kekinian diramu dan dibumbui oleh pengalaman puluhan tahun seorang guru, itulah yang diperkatakan di bawah judul “Beban Guru”. Selain dapat dibaca di facebook “Zulkarnaini Mamak”, juga dapat diintip di blog “http//: zulkarnaini.my.id”

BEBAN GURU (5)

Saya berterimakasih. Banyak yang merespon “Beban Guru 1 s.d. 4”. Pada umumnya yang merespon adalah sejawat guru atau yang pernah jadi guru. Isi responnya bervariasi. Tentu varian itu terjadi sesuai dengan pemahaman terhadap informasi yang tersaji dan pengalaman batin masing-masing. Seperti dikatakan Canfield, 2008, “Efent + Response = Outcome (E+R=O)”. Artinya, hasil yang didapat oleh seseorang tergantung kepada cara bereaksi terhadap suatu kejadian atau informasi. Variasi dari respon itu tentu “cantik” untuk diperkatakan.

Seorang sahabat melontarkan pertanyaan. “Apa solusinya, Pak Zul?” Saya tidak langsung menjawabnya di facebook karena memang “Beban Guru (5)” ini memperkatakan alternatif solusinya. Ini hanya alternatif, pilihan, bukan sesuatu yang apsolut. Tentu, jika alternatifnya terpakai sebagai solusi, syukur, jika tidak terpakai ya tidak apa-apa. Artinya, ini hanyalah penawaran kepada “yang berwajib” sebagai pembuat kebijakan. Mudah-mudahan tawan itu dapat menjadi bahan renungan untuk mengurangi beban yang dipikul guru.

Inti beban guru itu pada dasarnya hanya empat. Keempat beban itu adalah merencanakan, melaksanakan, menilai/ mengevaluasi, dan menidaklanjuti. Jika yang empat itu dirasionalkan, sungguh tidaklah berat. Akan tetapi, akibat adanya “intervensi” dari berbagai ranah, maka perencanaan guru menjadi sangat banyak. Embel-embelnya sangat “bejibun”. Begitu pula halnya dalam pelaksanaan, penilaian, evaluasi dan tindak lanjut. Kadang-kadang yang harus dilakukan guru tidak “rasional” lagi setelah adanya “proyek-proyek”. Inilah yang membuat guru berbeban berat.

Pengambil kebijakan, khsusnya di pusat, di kementerian seyogyanya menjadi orang arif. Artinya, timbangan untuk membuat kebijakan yang menyangkut dengan beban guru haruslah objektif. Buka berangkat dari data dan fakta yang tidak berimbang. Menjabarkan undang-undang dan peraturan pemerintah, ya. Menjabarkan mata anggaran menjadi yang akan dibelanjakan, ya. Dua-duanya ya. Akan tetapi jangan dilupakan mereka yang akan “memikul” beban itu. Mereka adalah para guru, praktisi di kelas, praktisi yang senantias berhadapan dengan peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah.

Sebelum “teori-teori” yang akan dilaksananakan “delegalkan” oleh peraturan menteri, hendaknya dikaji dulu “kondisi ril” guru di Tanah Air. Kondisi guru di Indoensia sangat bervariasi. Variannya terjadi oleh letak geografis, pendidikan, fasilitas, sarana, prasarana, dan seterusnya. Jadi, kebijakan yang berangkat dari anggapan bahwa guru itu sama di seluruh wilayah Indoensia, inilah yang menjadikan beban guru terasa sangat berat.

Kajian kondisi guru (keadaan dan kebutuhan) bukan sekedar kajian akademik, teoretis, dan rasional. Akan tetapi, dilakukan kajian berdasarkan fakta-fakta empirik di lapangan. Bukan sekedar kajian di atas kertas, tetapi kajian nyata. Mungkin melibatkan guru membuat dan merumuskan kebijakan yang menyangkut dengan bebannya, adalah hal yang amat bijak. Ada perwakilan guru dari setiap variasi kondisi (keadaan dan kebutuhan) terlibat dalam menyusun dan merancang beban-benan yang akan dipikulnya. Dengan cara seperti itu, akan diketahui hal-hal yang praktis dan pragmatis yang akan dijujung guru.

Tentu ini hanyalah saran, imbauan, dan ketukan “nurani” kepada yang berwenang. Dengan demikian, keluhan guru yang selama ini “berkutat” tentang itu keitu saja sepanjang tahun, akan dapat diminimalisasi atau dikurangi. Ini adalah pernyataan guru, harapan guru, dan permintaan guru sebagai pengemban tugas terdepan di dunia pendidikan. Jika solusi ini bisa mangkus, kenapa tidak dilakukan? Semoga “yang berwajib” mau meresponnya.

Sejawat guru, mari kita terus-menerus memupuk kesabaran dalam mengemban tugas dan melaksanakan “kebijakan-kebijakan” yang kadang-kadang sangat berat untuk dipikul. Pupuk terus kesabaran, biar tumbuh dan berkembang, jangan biarkan “kesabaran kita habis” ditelan keadaan. Insya-Allah, “Beban Guru (6)” akan menawarkan solusi untuk sejawat guru. Selamat bertugas! Salam dari Zulkarnaini, juga guru.

Padang, 14 Desember 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *