MENDIDIK, MENGAJAK DAN MENCONTOHKAN

Oleh Zulkarnaini Diran

         Komunikasi merupakan instrumen utama dalam pendidikan. Jika komunikasi hadir sebagai instrumen, tentu perannya sebagai alat. Jika alat itu tidak ada, niscaya pendidikan tidak terjadi. Begitu kira-kira logikanya. Pada saat kita berharap proses dan hasil pendidikan memuaskan, saat itulah diperlukan perbaikan dalam berkomunikasi. Dalam konteks ini, pendidik sebagai komunikator dan peserta didik sebagai komunikan hendaklah berada dalam suasana yang menyenangkan dan membahagiakan.

        Pendidik pertama dan utama dalam kehidupan anak manusia adalah kedua orang tuanya atau ayah-bunda. Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Jika fitrah itu “membelok” atau menyimpang, itu adalah karena ayah-bundanya. Tentu sebaliknya, jika ayah-bunda merawat, menumbuh-kembangkan fitrah anak, maka fitrah itu akan utuh sampai anak dewasa dan tua. Fitrah itu adalah kesucian yang ditiupkan Allah bersamaan dengan  roh di dalam rahim.

       Ada tiga fitrah utama yang diinstalkan Allah kepada jabang bayi di dalam rahim.  Ketiga fitrah itu adalah mengenal Allah, mengenal kebaikan, dan kesediaan menerima kebenaran (Al-Quran). Ketiga fitrah itu ditiupkan bersamaan dengan roh ketika bayi masih dalam rahim. Fitrah inilah yang ditumbuh-kembangkan dan dirawat oleh pendidik utama yakni ayah-bunda. Ibaratnya, pada diri seorang anak sudah ada bibit. Bibit itu dititipkan Allah kepada pendidik utama, ayah-bunda. Pada saat pendidik lupa dan lalai, bibit ini tidak akan tumbuh normal. Bisa jadi timbul pembelokan terhadap fitrah anak.

       Dengan fitrah itu Allah berkehendak agar hambanya menjadi orang baik dan berbahagia dalam hidupnya, hasanah di dunia dan akhirat. Merawat dan menumbuh-kembangkan fitrah titipan Allah itu, berarti mengantarkan anak menuju kebahagiaan dalam hidupnya, kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika pendidik utama lalai, alfa menumbuh-kembangkan dan merawatnya, anak tidak akan mencapai kebahagiaan. Oleh karena itu, ayah bunda sebagai guru di dalam madrasah pertama (keluarga) menjadi pelaksana dan penanggungjawab pendidikan untuk anak-anaknya. Artinya, kebahagiaan anak dalam hidupnya lebih banyak ditentukan oleh kemampuan ayah-bunda merawat dan menumbuhkembangkan fitrah titipan Allah itu.

         Mendidik adalah cara yang paling tepat untuk menumbuh-kembangkan dan merawat fitrah anak. Pendidik utamanya adalah ayah-bunda, peserta didiknya adalah anak-anak dalam keluarga. Keluarga itu sendiri berfungsi sebagai tarbiyah atau sekolah. Di sekolah itulah berlangsung proses pendidikan yakni tarbiyah, takdib, dan taklim. Untuk pelaksanaan ketiga proses itu dipeelukan komunikasi pendidikan. Di sinilah terletaknya komunikasi sebagai alat utama atau instumen utama dalam pendidikan. Bahkan hal ini tidak hanya berlaku di dalam pendidikan  keluarga, tetapi juga pendidikan di luar keluarga seperti di sekolah dan masyarakat.

         Ada dua bentuk komunikasi yang mendasar dalam pendidikan. Kedua bentuk itu berwujud aktifitas komunikator (pendidik) yang ditujukan kepada komunikan (peserta didik) sebagai subjek pendidikan. Aktifitas itu meliputi mengajak dan mencontohkan. Kedua aktifitas ini sangat mendasar dalam mendidik. Ada asumsi, jika kedua bentuk komunikasi ini terabaikan, hasil pendidikan tidak akan optimal. Bisa jadi, akibatnya pendidik gagal melaksanakan pendidikan. Jika pendidik gagal, dia telah gagal mengantarkan peserta didiknya ke jenjang kebahagiaan. Artinya, gagal merawat dan menumbuhkembangkan fitrah peserta didik yang dititipkan Allah kepadanya.

            Mengajak, bukan memerintah. Pendidik hanya diberi wewenang untuk mengajak. Bahkan para rasul pun ditugaskan Allah untuk “mengajak”, bukan memerintah. Yang memiliki otoritas “memerintah” hanyalah Allah SWT.

            Penggunaan bahasa dalam komunikasi pada konsep “mengajak” berbeda dengan memerintah. Mengajak secara psikologis menunjukkan kesetaraan antara yang mengajak dengan yang diajak. Peserta didik sebagai komunikan akan merasa nyaman mendengar kalimat ajakan. Kenyamanan itu menjadikannya merasa setara dengan yang mengajak. Oleh karena itu akan muncul ketulusan untuk melaksanakan atau mengikuti ajakan. Itulah sebabnya para nabi dan rasul diberi amanah oleh Allah untuk mengajak umatnya.

         Memeirntah hanya hak Allah. Manusia dan makhluk lain hanya berhak mengajak. Apabila komunikator pendidikan menggunakan konsep “perintah” dalam berkomunikasi, berarti dia telah mengambil hak Allah. Selain itu, dengan konsep perintah menculkan jarak antara pendidik dengan peserta didik. Jarak itu terjadi akibat “tekanan” psikologis. Seolah-olah pendidik adalah atasan peserta didik. Peserta didik merasakan bahwa dia “jajahan” dari pendidik. Akibatnya hilang ketulusan menerima dan melaksanakan perintah. Jika ketulusan tidak ada, yang diperintah hanya melaksanakan pada saat yang memerintah ada.

Mencontohkan, bukan memberikan contoh. Kedua kata itu memiliki konsep berbeda. Mencontohkan berarti pendidik langsung tampil sebagai model dalam Tindakan atau perilaku. Sedangkan memberikan contoh, bisa jadi bukan pendidik yang melakukan, tetapi orang lain. Dalam konteks Pendidikan, komunikasi yang kedua itu adalah mencontohkan.

Al-Quran menggunakan kata “uswatun hasanah”, sedangkan Ki Hajar Dwantoro mengatakan “ing gnarso sung tulodo”. Mencontohkan dengan Tindakan dan perilaku adalah bentuk komunikasi dalam Pendidikan, dalam mendidik. Bahasa perbuatan lebih bermkna daripada Bahasa perkataan. Begitu kata orang bijak. Jadi komunikasi melalui perbuatan dan perilaku, berarti pendidik mencontohkan hal-hal substansial yang berhubungan dengan ajakan.

Pendidik yang melakukan komunikasi dengan “mencontohkan” berarti pendidik tampil sebagai model bagi peserta didiknya. Model-model nyata yang ditampilkan pendidik dalam keseharian menjadi contoh bagi peserta didik. Ayah-bunda sebagai pendidik seyogyanya tampil sebagai “modeling” dalam bertindak dan berprilaku di hadapan anak-anaknya sebagai pesertaa didik. Pemodelan yang ditampilkan ayah-budan itulah yang akan menular kepada pseserta didik (anak-anak) dalam tumbuh-kembangnya fitrah yang dimilikinya.

Jadi, inti komunikasi dalam Pendidikan adalah mengajak dan mncontohkan. Mengajak akan melahirkan ketulusan bagi peserta didik. Mencontohkan akan menghasilkan kepercayaan kepada pendidik atas ajakan yang dibahasakannya. Semoga bermanfaat.

Baiturrahim, Padang, 9 Januari 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *