Oleh Zulkarnaini Diran
Pagi ini, 15 Januari, pukul 07.30 saya sampai di Pantai Ujung Batu, Muaro Panyalinan, Kototangah, Padang, Sumbar. Saya istirahat sejenak di tempat biasa kawasan itu, setelah bersepeda – mangayuah 22 km. Di bangku-bangku pinggir pantai itu duduk dua orang anak wanita berpakaian seragam sekolah dasar.
Sebagai pendidik saya kaget. Sepagi itu ada dua orang anak sekolah duduk di pantai. Biasanya jam-jam begitu mereka sudah harus berada di sekolah. Kini mereka duduk santai di pantai yang sepi itu. Namun saya tidak mengekspresikan kaget itu kepada mereka.
Dialog saya dengan mereka mengungkapkan sejumlah informasi. Informasi ini mungkin dapat menjadi masukan bagi pendidik, orang tua, dan satuan pendidikan. Informasi ini pun mungkin dapat dijadikan pertimbangan untuk tindak lanjut.
Mereka berdua mengaku kelas tiga SD di Kawasan Pasia Nan Tigo. Jam pelajaran dimulai pukul 13.00, tetapi mereka meninggalkan rumah sekitar pukul 07.00. Kedua anak perempuan yang masih lugu itu mengaku “bosan” di rumah. Dengan alasan itu, mereka lebih pagi meninggalkan rumah.
Perbincangan kami berlanjut. Keduanya mengaku suka membaca, terutama bacaan cerita anak. Di rumahnya tidak tersedia bacaan. Saya saran kepada mereka, jika bosan di rumah, mestinya pergi ke sekolah. Di sekolah minta izin kepada guru, membaca di perpustakaan sekolah. Itu yang saya sarankan. Keduanya mengangguk serius.
Dalam usia kelas tiga, kedua anak itu sudah banyak membaca cerita. Mereka sempat bercerita tentang fiksi “Bawang Putih dan Bawang Merah”. Sempat pula mereka mengatakan bahwa di dalam cerita itu ada “orang” baik dan “orang” jahat. Saya menyimak cerita dan ungkapan mereka.
Akhirnya saya sarankan kepada keduanya untuk pulang. “Gadis cantik seperti kalian tidak layak duduk-duduk di pantai yang sepi ini”, kata saya kepada mereka. “Terimakasih, Kakek!” kata mereka serentak. Kami pun berpisah. Dan saya melanjutkan perjalanan “mangayuah” untuk mencukupkan 30 km pagi ini.
Padang, 15 Januari 2024