MUTASI

Oleh Zulkarnaini Diran

(praktisi dan pemerhati pendidikan)

Menurut KBBI, mutasi adalah perpindahan pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain. Peristiwa ini menjadi fenomenal sejak otonomi daerah. Sebelum mutasi dilaksanakan oleh yang berwenang, terlebih dahulu dihembuskan kabar berita, akan ada mutasi. Pegawai yang ada di dalam organisasi pemerintah daerah, terutama yang sedang berjabatan mulai was-wasa. Ujung dari rasa was-was itu adalah “kasak-kusuk” mencari kebenaran berita. Bila berita itu benar, kasak-kusuk dilanjutkan dengan lobi-lobi kepada “orang-orang” yang dekat dengan “pusat kekuasaan”. Itulah fenomena mutasi sejak kekuasaan berpindah dari pusat ke daerah (provinis, kabupaten, dan kota).

Mutasi biasa bagi pegawai. Berpindah dari satu jabatan ke jabatan lain, dari pegawai biasa mennjadi pejabat struktural atau fungfsional, dan atau dari pejabat struktural menjadi pegawai biasa merupakan “makan-minumnya” pegawai negeri sipil di daerah. “Mutasi dilakukan untuk penyegaran organisasi dan peningkatan kinerja dalam melayani masyarakat”, begitu pernyataan yang selalu muncul dari “pusat kekuasaan”.

Mutasi-mutasi seperti itu juga terjadi di dunia pendidikan. Institusi pendidikan memang bernaung di bawah kekuasaan pemerintah daerah. Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota, Unit Pelaksana Teknis Pendidikan, Satuan Pendidikan (Sekolah) berada di bawah payung kekuasaan pemerintah daerah. Jika terjadi mutasi besar-besaran, institusi yang paling banyak pegawainya ini pun ikut terkena imbasnya. Guru-guru, pegawai tatausaha, pegawai struktural, kepala seksi, kepala bidang/bagian, dan kepala dinas, ikut di dalam fenomena gelombang mutasi.

Issu mutasi biasanya dihembuskan pada awal pemerintahan kepala daerah dan pada awal tahun anggaran. Satu bulan kepala daerah terpilih menduduki jabatan di pucuk kekuasan pemerintahan daerah, kabar berita mutasi dihembuskan, didengungkan. Berita itu dimulai dari berita dari mulut ke telinga secara internal institusi, kemudian dipublikasikan secara luas melalui media massa. Informasi pun diserap oleh masyarakat. Pegawai yang ada di dalam isntansi bersangkutan mulai berkonsentrasi memasang telinga, menyerap informasi tentang apa dan siapa yang terkena mutasi. Kasak-kusuk itu pun dimulai.

Pada awal tahun anggaran, menjelang APBD dan APBN dicairkan, gelombang mutasi digelindingkan. Seperti awal masa jabatan kepala daerah, diawali dengan issu internal, issu luas, dan berakhir pada kasak-kusuk serta lobi-lobi pegawai yang merasa akan dimutasikan. Selain dimulai dengan issu, ada juga yang memulai dengan penilaian kinerja. Misalnya di kabuapten dan kota tertentu, untuk kepala sekolah dimulai dengan uji komeptensi kepala sekolah dan berakhir pada penilaian kinerja. Pejabat berwenangpun melontarkan opini di media massa. “Mereka yang terbukti kompetensi tidak memeuhi standar dan hasil penilaian kinerja tidak memenuhi kualifikasi, jabatannya akan digantikan oleh yang lebih kompeten”, begitu yang berwenang beropini.

Mutasi pada awal jabatan kepala daerah dan mutasi pada awal tahun anggaran mungkin memiliki multimotif. Motif sebenarnya tentu yang kompetenlah yang lebih tahu. Hanya para pengambil keputusanlah yang paham motif sebenarnya. Orang luar organisasi atau masyarakat pengamat dan masyarakat awam hanya bisa menduga-duga motif mutasi tersebut. Akan tetapi, dapat dipastikan motifnya bukanlah untuk membuat pegawai atau pejabat di lingkungan instansi resah, gelisah, bahkan stress. Bukan, pasti bukan itu niatannya. Jika ada yang resah, gelisah, dan stress itu hanya semata-mata karena “takut” dimutasi, takut “kehilangan jabatan dan fasilitas yang melekat padanya”.

Kalau ada pejabat dan pegawai kasak-kusuk setelah issu mutasi dihembuskan, tentu hanyalah sebagian dari dampak issu mutasi. Meskipun kepala daerah atau yang kompeten lainnya tidak berniat membuat pegawai dan pejabatnya harus kasak-kusuk, tetapi itu sudah terjadi dan pasti terjadi. Ketika ada pejabat dan pegawai yang sedang dirundung kebimbangan antara kena mutasi dak tidak, kemudian masuk orang-orang yang menggunakan situasi dan kondisi untuk memetik keuntungan, itupun juga dampak dari issu mutasi. Jika ada kepala sekolah misalnya “kasak-kusuk” setelah uji kompetensi dan penilaian kinerja karena merasa akan terkena gelombang mutasi, itu hanya dampak dari issu mutasi. Bukan niatan yang kompeten untuk hal seperti itu. Pastilah bukan.

Ada beberapa item yang dapat diidentifikasi dari fenomena mutasi. Item-item itu adalah issu mutasi jauh sebelum mutasi sebenarnya, mutasi di awal jabatan kepala daerah, mutasi di awal tahun anggaran, kegelisahan pejabat dan pegawai karena issu mutasi. Mungkin kalau dikaji secara ilmiah akan terlihat hubungan signifikan antara item-item tersebut. Jika dibawah ka ramah penelitian, item-item tersebut mungkin dapat menjadi variabel penelitian.

Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan data empirik di antaranya adalah: (1) mengapa dihembuskan issu mutasi jauh sebelum mutasi dilakukan?; (2) mengapa mutasi dilakukan di awal jabatan kepala daerah?; (3) mengapa mutasi dilakukan di awal tahun anggaran?; (4) sejauh manakah dampak psikologis kepada pejabat terhadap issu mutasi yang dihembuskan?; dan (5) apa sajakah pengaruh issu mutasi terhadap kinerja pejabat, terutama dalam memberikan layanan kepada masyarakat? Mungkin pakar publik dapat melakukan penelitian tentang ini sehingga mutasi yang fenomenal ini dapat diungkapkan motifnya.

Kegelisahan, keresahan, dan ketidaknyamanan pejabat karena issu mutasi merupakan dampak pengekor dari mutasi. Dampak seperti itu akan berpengaruh kepada kinerja yang bersangkutan. Energi yang seharusnya digunakan untuk melakukan pekerjaan, kini terkuras memikirkan “mutasi”. Jika pejabat yang bersangkutan berada pada sektor pelayanan publik seperti di bidang pendidikan, akan merugikan masyarakat. Pelayanan yang seharusnya diberikan, kini terkendala oleh “pikiran yang resah” tentang mutasi.

Koran daerah ini memberitakan. Kini di koata Padang tengah berlangsung Uji Kompetensi Kepala Sekolah. Uji komeptensi itu dilakukan untuk kepala SD, SMP, SMA, dan SMK. Usai uji kompetensi akan dilakukan penilaian kinerja. Selanjutnya akan dilakukan mutasi. Kepala sekolah yang tidak kompeten akan digantikan oleh yang lebih kompeten. Mungkinkan semua kepala sekolah yang ada di Padang sedang gelisah, sedang resah, sedang gundah, dan sejenisnya? Jika ia, kita sangat menyayangkan. Fasalnya kepala sekolah harus melayani guru, guru harus melayani siswa, dan siswa kelas akhir akan mengikuti ujian nasional.

Orang tua siswa kota Padang, khsusunya orang tua yang anaknya akan mengikuti ujian nasional atau ujian akhir tentu berharap. Bapak dan Ibu Kepala Sekolah tidak usahlah gelisah, resah, dan gundah karena uji komepetnsi, penilaian kinerja, dan issu mutasi. Sebab tugas berat kita sedang menunggu yakni mengantarkan peserta didik untuk menyelesaikan pendidikannya. Mengantarkan peserta didik kita ke Ujian Akhir dengan sukses.  Mudah-mudahan. (Zulkarnaini Diran, praktisi dan pemerhati pendidikan)

Padang, 9 Maret 2014

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *