PEMBELAJARAN KEMINANGKABAUAN  KONTEKSTUAL, TEKSTUAL, DAN SEREMONIAL

Oleh Zulkarnaini Diran

Pembelajaran budaya Minangkabau dilaksanakan untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kompetensi peserta didik. Kompetensi itu adalah, ”perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, sikap atau nilai-nilai dasar yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”. Rumusan kompetensi ini ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada awal kurikulum berbasis kompetensi disusun. Hal yang ditumbuhkembangkan dan ditingkatkan tentunya pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipadukan untuk membentuk kebiasaan dalam berpikir dan bertindak. Itulah pada hakekatnya yang dilakukan dalam pembelajaran budaya Minsngkabau atau keminangkabauan.

Tulisan ini menggunakan tiga istilah dalam pembelajaran budaya Minangkabau. Ketiga istilah itu adalah pembelajaan kontekstual, pembelajaran tekstual, dan pembelajaran seremonial. Pemilihan ketiga istilah itu ada kaitan dengan fenomena pembelajaran yang kini tengah terjadi pada satuan pendidikan. Ketiga model pembelajaran itu terlihat dan dapat diamati. Tentu akan muncul pertanyaan, dari ketiga pembelajaran itu, yang manakah yang mangkus untuk menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kompetensi pesertaa didik? Untuk menjawabnya tentu perlu penelitian ilimiah tentang itu.

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang materi dan prosesnya sesuai dengan konteks. Konteks itu adalah waktu, tempat, dan kondisi (keadaan dan kebutuhan) kini atau yang akan datang. Hal tersebut dikaitkan dengan  pembelajaran yang dilaksanakan. Hal itu pula menyiratkan bahwa materi dan proses pembelajaran itu ada dalam kenyataan, dalam ranah realistis, dalam ruang dan waktu yang konkret. Ketika peserta didik membahas atribut atau monumen keminangkabauan di kelas misalnya, di luar kelas pun mereka dapat menemukan hal serupa. Hal-hal yang dipelajari benar-benar ada dalam konteks, bukan dalam bayangan.

Pembelajaran kontekstual biasanya menarik bagi peserta didik. Apalagi kalu dikaitkan dengan konsep belajar kurikulum berbasis komptensi. Menurut konsep ini, belajar adalah proses perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan setelah terjadi interaksi antara sisswa dengan siswa, sisiwa dengan guru, siswa dengan lingkungan, dan siswa dengan sumber belajar lainnya. Dalam pembelajaran kontekstual, karena materi dan prosesnya sesuai dengan konteks, peserta didik dapat berinteraksi dengan sumber-sumber yang ada dalam kenyataan itu. Hal-hal yang dipelajari benar-benar ada dalam kenyataan sehari-hari, hal inilah yang menarik bagi peserta didik.

Pembelajaran kontekstual dapat dikaitkan dengan penumbuh-kembangan dan peningkatan kompetensi. Pengetahuan yang dipelajari sesuai dengan konteks nyata untuk masa kini dan masa mendatang, keterampilan yang didapat terkait dengan kebutuhan masa kini dan yang akan datang, dan sikap positif terhadap yang dipelajari tentunya tumbuh dengan sendirinya. Perpaduan ketiga hal itu kemudian diwujudkan dalam bentuk kebiasaan berpikir dan bertindak, jadilalah ia kompetensi. Jadi, pembelajaran kontekstual rada-rada cocok atau sesuai dengan tujuan yakni menumbuh-kembangkan dan meningkatkan komeptensi peserta didik.

Pembelajaran tekstual adalah pembelajaran yang materi dan prosesnya sesuai dengan teks. Teks dalam hubungan ini adalah bidang-bidang pengetahuan yang tertuang di dalam teks. Teks itu bisa jadi teks tulisan atau lisan. Bisa pula teks itu muncul bukan dalam bentuk lambang bahasa, tetapi dalam wujud atribut-atribut, monument, gambar, dan lambing-lambang lain yang sejenis dengan itu. Intinya, pembelajaran ini  bertumpu kepada teks kognitif atau pengetahuan yang diakui kebenarannya secara ilmiah. Hal-hal yang dipelajari peserta didik adalah yeng tertera pada teks dan prosesnya pun menurut acuan yang ditetapkan oleh teks.

Pembelajaran tekstual ini agak kaku, kurang lentur. Acuannya adalah acuan yang absolut. Biasanya bagi kebanyakan peserta didik, hal ini kurang menarik. Fasalnya mereka hanya diajak ke ranah pengetahuan yang mengacu kepada teks. Mereka, peserta didik atau pun pendidik, kurang diberi ruang untuk berimprovisasi dalam pembelajaran. Konsekuensi logisnya adalah munculnya kejenuhan dalam pembelajaran. Akan tetapi, pembelajaran seperti ini biasanya amat akurat untuk materi dan proses. Tingkat akurasinya sangat tinggi karena memang selalu berangkat atau bertumpu dari teks yang teoretis dan ilmiah.

Pembelajaran tekstual ini lebih banyak dipertuntukkan untuk ranah pengetahuan dan keterampilan. Dua ranah yang dibutuhkan dalam menumbuhkembangkan dan dan meningkatkan kompetensi. Ranah sikap atau afektif, bisa jadi terabaikan, karena acuan utamnya adalah teks. Kekakuan dalam penetapan materi dan proses pembelajaran, menjadikan ranah afektif akan terabaikan. Akan tetapi, bukan tidak mungkin dengan polesan pendidik yang menggunakan pembejaran tektual itu juga bisa mangkus untuk mencapai kompetensi yang optimal.

Pembelajaran seremonial adalah pembelajaran untuk tampilan ”seremoni”. Seremonial dalam hubungan ini dikaitkan dengan upacara-upacara atau tampilan-tampilan dalam keramaian tertentu. Materi dan proses pembelajarannya hanya semata-mata untuk kepentingan seremonial atau uapacara-upacara. Pemilihan materi dan proses sangat temporer. Materi dan prosesnya berorientasi keada keperluan seremoni, tidak lebih dari itu. Hal seperti ini, ternyata akhir-akhir ini sangat trendi, bahkan menjadi ”keharusan”.

Pembelajaran keminangkabauan dengan model seremonial ini juga ada manfaatnya. Di antaranya adalah menyatakan ‘eksistensi’ sesuatu atau menyatakan keberadaan sesuatu. Misalnya uapacara-upacara ”batagak pangulu”, penikahan, dan sebagainya. Hal itu lebih banyak untuk menyatakan, “beginilah orang Minangkabau” kalau mengadakan upacara. Selain itu, di balik seremonial tersebut tentu juga ada nuansa kognitif, afektif, dan psikomotor. Artinya, pembelajaran seremonial juga dapat menumbuhkembangkan dan meningkatkan kompetensi peserta didik.

Dari tiga jenis pembelajaraan itu, yang manakah yang paling mangkus untuk menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kompetensi peserta didik dalam hal keminangkabauan? Jawabanyanya ada  pada pendidik. Pendidiklah yang paling kompeten untuk menjawabnya karena pemilihan materi dan proses pembelajaran berada pada otoritas pendidik. Selain itu, kebijakan pemerintah daerah sebagai pemegang otortas otonomi juga berpengaruh. Kebijakan itu ada pada substansi kurikulum budaya Minangkabau atau keminangkabaun yang ditetapkan di daerah teresebut.

Mudah-mudahan tulisan sederhana ini bermanfaat bagi sejawat guru.

Manna, Bengkulu Selatan, 20 Oktober 20223

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *