MASAT, LONTONG PECAL, LEMANG TAPAI, GORENG AYAM KAMPUNG

Oleh Zulkarnaini Diran

Pagi ini, 9 November 2023 “mangayuah” ke Pasar Tradisional Masat, Kecamatan Pino. Jarak tempuh dari Kota Manna 12 km ke arah Utara. Untuk mencapai wilayah ini melewati jalan Nasional yang menghubungkan Bengkulu Selatan dengan Pagar Alam, Sumatra Selatan. Jalannya mulus dengan variasi normal. Ada mendatar, menurun, dan mendaki.

Nenyusuri jalan raya bervariasi normal ini menyenangkan bagi “pangayuah” sepeda usia senja atau usia senior. Disebut bervariasi normal karena pendakian dan penurunan tidak terlalu terjal atau curam. Lepas jalan datar, sedikit menurun, sedikit mendaki, dan datar lagi. Begitu variasinya, maka saya menyebutnya “variasi normal”.

Berkunjung ke Kota Manna, Kota Kenangan belum dianggap sempurna jika belum singgah ke Pasar Tradisional Masat. Pasar ini benar-benar tradisional. Barang dagangan digelar di atas tikar plastik atau meja-meja sederhana. Di sini terpajang segala kebutuhan masyarakat. Mulai kebutuhan harian, peralatan dapur, pakaian, dan sebagainya tersedia di sini.

Aktifitas pasar terjadi setiap hari Kamis dengan durasi waktu pukul 05.00 pagi sampai pukul 21.00 malam. Pagi sampai siang dan sore dimanfaatkan oleh ibu rumah tangga untuk berbelanja kebutuhan dapur. Sore sampai malam digunakan masyarakat di sekitarnya untuk “berburu kuliner”. Kuliner khas yang paling terkenal di pasar rakyat atau pasar tradisional ini adalah lemang tapai, lontong pecal, dan goreng ayam kampung.

Sekitar pukul 07.30 pagi ini kami sampai di pasar rakyat itu. Memasuki kawasan pasar kami (saya dengan Pak Yulizar) terpaksa turun dari sepeda. Jalan-jalan di pasar dipenuhi oleh pengunjung. Mendorong sepeda pun harus ekstra hati-hati agar pengunjung lain tidak tersenggol. Di kiri kanan jalan yang padat itu juga dipenuhi olah dagangan sayur-sayuran, ikan, buah-buahan, dan sebagainya.

Begitu padatnya pengunjung pagi itu, kami di arahkan seseorang untuk masuk ke warung dari pintu belakang. Pak Yulizar, sahabat bersepeda saya, rupanya menjadi pelanggan tetap warung ini. Ketika masuk warung, ternyata lontong pecal dan lemang tapainya sudah habis yang masih tersisa beberapa potong goreng ayam kampung. Saya kaget, masih pagi jualannya habis. Rupanya makanan khas itu diburu peminat sejak “pagi buta”.

Pemilik warung tidak mau mengecewakan pelanggannya. Dia berusaha mencarikan pesanan kami ke dalam pasar. Dua piring pecal lontong, dua porsi lemang tapai, dan satu piring goreng ayam kampung terhidang untuk kami santap pagi ini.

Begitulah kami menikmati tiga dimensi bersepeda pagi ini yaitu olahraga, rekreasi, dan kuliner. Olahraga mangayuah 24 km lebih, rekreasi di dalam pasar tradisional, dan kuliner khas pecal lontong, lemang tapai, dan goreng ayam kampung.

Manna, Bengkulu Selatan, 9 November 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *