ENERGI DI BALIK KALIMAT TALBIYAH

Oleh Zulkarnaini Diran

Kalimat talbiyah berkumandang pada musim haji. Para jemaah dan calon jemaah mengumandangkannya dengan penuh khusuk. Kalimat sakral ini tercetus berkaitan dengan baitullah, nabi Ibrahim dan Ismail, dan perintah Allah SWT untuk berhaji. Kalimat yang menggetarkan jiwa dan raga itu adalah ikrar seorang hamba untuk memenuhi panggilan Sang Khalik. Di situ ada energi yang luarbiasa bagi yang melafalkannya dengan khusuk.

Talbiyah mengandung arti pemenuhan, jawaban, atau pengabulan terhadap sebuah panggilan dengan niat ikhlas (Kemenag, 2020).  Kalimat talbiyah haji berawal dari seruan Nabi Ibrahim AS saat memanggil kaumnya untuk melaksanakan ibadah haji. Seruan tersebut kemudian menjadi tradisi yang diwarisi oleh Nabi Muhammad SAW dan terus diamalkan oleh umat Islam hingga kini.

Ketika Ka’bah selesai dibangun, Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim agar menyeru manusia untuk berhaji. Hal itu termaktub dalam QS Al-Haj ayat 27, “Dan berserulah kepada manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” Menurut tafsir dari Tahlili tentang  ayat ini “Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Ibrahim AS agar menyeru manusia untuk mengerjakan ibadah haji ke Baitullah dan menyampaikan kepada mereka bahwa ibadah haji termasuk ke dalam ibadah yang diwajibkan bagi kaum Muslimin.”

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid atau masyhur dengan nama Imam Ath Thabari dalam Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk mengisahkan, kala mendapatkan wahyu tersebut, Nabi Ibrahim menjawab,

“Wahai Tuhanku, suaraku tidak mampu memanggil hingga jauh.”

“Serulah! Aku yang akan menyampaikan,” jawab Allah swt.

Mendapati perintah itu, Nabi Ibrahim pun segera melantangkan suaranya, “Wahai manusia! Sesungguhnya Allah mewajibkan atas kamu haji ke Baitullah.”

Kata Imam Thabrani, seruan Nabi Ibrahim yang diarahkan ke negeri Yaman itu mendapat jawaban yaitu, “Labbaik Allahumma labbaik…!” Ibrahim menyampaikan seruan itu berulang-ulang ke berbagai arah, jawaban dengan kalimat yang sama juga kedengaran. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Sahabat Nabi Muhammad SAW, Ibnu Abbas mengatakan, “Jawaban talbiyah itu berasal dari bebatuan, pohon, bukit-bukit, debu, atau apa saja yang mendengaar seruan itu.”

Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari Al-Qurthubi dalam Al Jami’ li Ahkam Al-Qur’an wa Al-Mubayyin lima Tadhammanahu min As-Sunnah wa Ayi Al-Furqan menceritakan, kalimat talbiyah tidak cuma menjadi jawaban alam yang sudah mewujud. Ia menulis, “Bakal manusia yang masih berada dalam tulang sulbi lelaki dan rahim perempuan pun turut menjawab, ‘Labbaik Allahumma labbaik!’

Jadi, kalimat talbiyah merupakan jawaban dari himbauan Nabi Ibrahim AS kepada manusia. Himabaun itu dilakukan atas perintah Allah SWT setelah Baitullah selesai dibangun. Himbauan itu ditujukan kepada manusia, tetapi alam dan seisinya menerima dan membalas himbauan itu. Bahkan ”bakal calon” manusia yang ada di sulbi laki-laki dan rahim perempuan pun menjawabnya. Jawaban itulah yang kini terpakai bagi yang berhaji untuk memenuhi panggilan Allah SWT.

Kalimat talbiyah mengandung energi, kekuatan, dan tenaga yang ”amat dahsyat”. Mengapa tidak? Seorang manusia, makhluk selainnya, bahkan benda-benda lain pun melafalkan kalimat talbiyah yang sakral itu. Ada daya dorong yang ”mahadahsyat” di dalam kalimat itu. Allah, Yang Maha Pencipta, Maha Kuasa memanggil hamba-Nya untuk berhaji. Tidak akan ada yang mampu menghalanginya karena yang memanggil adalah Maha Pemilik Semua Makhluk, Maha Pemilik Alam Semesta. Oleh karena itu, segala halang rintang yang menghambat panggilan-Nya akan tersingkir.

Kalimat talbiyah selengkapnya adalah, ”Labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk. La syarika laka. Artinya: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.”

Kalimat ”dahsyat” itu telah membangun kekuatan luarbiasa di dalam diri Sang Hamba yang akan dan sedang menunaikan ibadah haji. Hambatan yang muncul dari dalam diri atau dari luar diri akan tersingkir dengan sendirinya manakala kalimat sakral itu diucapkan dengan penuh pemahaman dan kehusukan. Imam Nawawi menyebutkan, penghambat seorang hamba untuk menunaikan kewajiban kepada Sang Khalik adalah nafsu, syetan, dan kerja sama nafsu dengan syetan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ibnu Qayim Al-Jauziyyah dan Ibnu Atha’illah as-Sakandari. Jika syetan dan nafsu mempengarui seorang hamba, maka ia akan tersandung dan terhambat untuk beribadah kepada Allah SWT.

Imam Al-Gazali mengatakan bahwa nafsu yang dimilki oleh manusia hendaklah dikendalikan oleh nafsulmuthmainnah – nafsu yang baik, agar diri tidak dikuasai oleh syetan. Perintah Allah adalah ”… Janganlah engkau mengikuti langkah-langkah syetan, karena syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Insya-Allah, kalimat talbiyah yang diucapkan dengan penuh makna, penuh pemahaman, dan penuh kekhusukan akan menyingkiran nafsu buruk dan jahat serta akan menyingkiran syetan yang ingin bertakhta di dalam diri manusia. Apatah lagi, kita meyakini dengan seyakin-yakinya, bahwa kalimat talbiyah mengandung energi, kekuatan, dan tenaga mahadahsyat untuk mengantarkan kita ke Tanah,  Suci, untuk memenuhi pangggilan Allah SWT. Semoga!

Padang, 21 Mei 20224

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *