(Bagian Kelima Belas)
KLOTER KETUJUH BELAS
Oleh Zulkarnaini Diran
Sore itu saya sendirian. Maksudnya tidak seperti biasa. Biasanya kami naik bus ke Masjidil Haram bersama dengan istri dan teman-teman lain. Setelah duduk di atas bus ”salawat” itu, naik satu pasangan muda. Mereka berdua mengangguk, kemudian kami bersalaman. Selanjutnya suaminya memperkenalkan bahwa istrinya juga penulis. Saya tersenyum bahagia, ternyata ada beberapa penulis yang se-kloter dengan saya. Alahmadulillah.
Selama di bus salawat yang membawa kami dari hotel ke Masjidil Haram, kami berbincang tentang dunia kepenulisan. Suaminya juga mengikuti dengan serius. Itulah ”guru penulis”, Ibu Ernawati, S.S., M.Pd. guru Bahasa Indonesia Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Padang Jopang, Guguak, Limapuluh Kota, Turun dari bus di terminal Harram, kami masih harus berjalan lebih kurang dua kilometer. Dalam perjalan di bawah suhu 42 derjat selsius itu, kami masih terus berbincang tentang dunia tulis-menulis.
Saya sungguh berbahagia berbincang dengan guru penulis ini. Kenapa tidak, kita dapat berbangga dengan keadaan kepenulisan saat ini. Secara kuntitatif, jumlah guru penulis saat ini meningkat pesat. Dulu, tahun 1980-an guru penulis hanya dapat dihitung dengan jari. Saat saya menjadi guru itu, sebutlah sejumlah guru penulis seperti Indra Jaya, Wandra Ilyas, Amrius Bustamam, dan beberapa nama lainnya. Artinya, tidak banyak pada zaman itu guru yang menggeluti dunia tulis-menulis. Kini, ternyata secara kuantitatif, jumlah guru penulis terus meningkat. Begitulah, saya pun bertemua dengan guru muda yang guru penulis ini.
Ernawati, S.S.,M.Pd. lahir di Nagari Kubang, Guguak, Limapuluh Kota, 7 Juni 1978. Alumni FPBS dan FBS IKIP/UNP Padang ini menulis sejak menjadi mahasiswa. Kegiatan menulis terus ditekuninya. Hal itu bukan hanya sekedar menungkan gagasan dan ide saja, tetapi juga mencontohkan kepada para siswanya di madrasah aliyah, bahwa menulis adalah suatu kenikmatan dan keprofesian yang menjanjikan. Hal itulah yang membuat guru muda golongan IV-b ini terus menulis dan menulis.
Sampai kini empat buku tunggal telah diterbitkan oleh ibu empat anak ini. Buku-buku yang ditulisanya berhubungan dengan literasi, terkhususnya tentang menulis. Sesuai dengan gelar megister yang disandangnya, ibu yang selalu ceria ini membidangi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Pantaslah jika dia mahir dan piawai memperkatakan literasi dari buku-buku yang ditulisnya. Sementara itu masih ada sejumlah buku yang sedang dalam proses yang insya-Allah akan diluncurkan dalam tempo yang singkat.
Sebanyak 35 buku antologi telah diterbitkan. Atologi itu merupakan karya bersama bersama guru penulis nasional lain. Buku antologi itu lahir dari tangan-tangan piawai yang seide, segagasan, dan secita-cita. Dengan demikian, mereka dapat mewujudkan impian-impiannya untuk menjadi ”guru penulis”.
Selain itu, tulisan-tulisan ilmiah Bu Guru yang ramah ini juga bertebaran di jurnal nasional. Hal itu diolahnya sungguh-sungguh. Selain untuk melahirkan karya-karya yang bersifat ilmiah, juga dapat dijadikan bukti fisik dalam pengembangan keprofesionalan berkelanjutan (PKB). Tulisan ilmiah populer, ulasan, dan gagasan-gasan briliannya juga dimuat di diberbagai media ceak lokal dan nasiona. Intinya ialah, ”Aku sebagai guru akan terus menulis dan menulis!” Mungkin itulah komitmen istri tercinta Pak Muhsin ini.
Kembali saya ingin mengatakan, bahwa dewasa ini ada kebahagian saya sebagai guru yang belajar menjadi penulis sejak menjadi guru tahun 1978. Kini bermunculan guru-guru muda yang berpendidikan memadai dan memiliki kepedulian dan terjun ke dunia tulis-menulis. Sebagai guru senja dan guru di ujung usia, saya benar-benar merasa berbahagia dan bangga berprofesi sebgai guru. Apatah lagi, guru penulis semakin banyak. Dengan demikian, pada hakekatnya, proses regenerasi secara alamiah telah berlangsung. Semoga, semua guru di Tanah Air menjadi guru penulis.
Banyak berkah di Tanah Haram atau di Makkah Almukarramah. Selain semakin intensnya melatih diri mendekatkan diri kepada Sang Khalik, juga tanpa disadari telah pula terjalin hubungan emosiaonal sesama manusia. Terkhusus pula saya bertemu degan guru penulis yang seusia dengan anak sulung saya, insya-Allah hubungan antara guru di ujung senja dengaan guru yang menapaki kekinian dengan tegar, tetap terjalan dan sebuah wadah ”guru penulis”. Insya-Allah.
Makkah dan Madinah, Juli 2024