(Bagian Kedua Puluh)
KLOTER KETUJUH BELAS
Oleh Zulkarnaini Diran
”Assalamlaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ustaz. Perkenalkan, saya CJH Kloter 17, Zulkarnaini (73) dan istri Wirnahayati (68). Kami CJH Kota Padang. Menurut informasi, Ustaz pembimbing ibadah kami, mohon diklarifikasi, terimakasih!” Itulah pesan whatsApp yang saya kirim kepada Ustaz H.M.Syahroni, S.Ag, M.HI 29 Mei 2024 sekitar pukul 7.00. Pesan itu saya kirim setelah mendapat nomor seluler beliau dari Buya Amora Lubis Ketua KBIHU At-Taqwa Muhammadiyah Sumatra Barat.
Pukul 10.55 hari itu juga saya mendapat jawaban, ”Waalaikumussalam wrwb, insya-Allah ya Pak, semoga semua jemaah kita selalu dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah Swt”. Itulah kontak pertama saya dengan Ustaz Syahroni (panggilan akrab saya ke beliau). Kontak pertama inilah awal keakraban kami. Dialog kami berikutnya tetap melalui WA, saya menanyakan apakah beliau sudah di Padang atau masih di Bengkulu. Jawabnya, pukul 14.00 berangkat dari Bengkulu. Besok 30 Mei sudah berada di Embarkasi, Asrama Haji Parupuak Tabing, Padang. Begitulah komunikasi kami tetap tersambung.
Haji Muhammad Syahroni, S.Ag, M.HI lahir di Curup, Bengkulu, 26 November 1967. Ayah lima anak ini memiliki gelar master hukum Islam. Pengalaman menjadi pembimbing ibadah untuk tahun 2024 adalah yang kedua, yang pertama tahun 2007. Beliau diangkat sebagai PNS/ASN tahun 2002. Tahun 2003 menjadi Penyuluh Fungsioanl di Kemenag, mulai 2013 menjadi Penghulu Fungsional di Kantor Urusan Agama sampai sekarang. Wawasan yang luas tentang kemasyarakatan menjadikan orang yang cepat akrab dan simaptik ini berperan banyak di dalam Masyarakat. Di antaranya menjadi Sekretaris Umum MUI Bengkulu Utara; Ketua Dewan Masjid Bengkulu Utara; Pengurus Forum Komunikasi Umat Beragama Bengkulu Utara; dan Imam Besar Masjid Agung Baitul Makmur Bengkulu Utara sejak 2008 sampai sekarang.
Usai penglepasan resmi oleh Pemkot Padang, JCH khusus kota Padang diantarkan ke Asrama Haji, Tabing, Padang. Di situlah saya bertemu dengan Ustaz Syahroni. Saya menyebutkan bahwa sayalah yang mengirim pesan WA ke beliau. Beliau menyambut salam saya dengan akrab. Sejak saat itulah rasanya “tersambung silaturahim” dengan ustaz enegik ini. Sejak itu pula kami merasa sangat akrab.
Bagda Subuh, 31 Mei 2024, dilaksanakan perkenalan CJH dengan petugas Kloter Ketujuhbelas. Sekaligus petugas kloter menyampaikan sejumlah informasi. Saat Ustaz Syahroni menginformasikan beberapa hal sekaitan dengan ibadah, ada CJH yang bertanya dalam bahasa Minangkabau. Kelihatan di mimbar ustaz kebingungan menjawabnya. Saya mengacungkan tangan agar Ketua Kloter Pak Okto membantu menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Rupanya banyak CJH tidak tahu bahwa Ustaz Syahroni berasal dari provinsi tetangga, Bengkulu.
Kebersamaan saya dengan ustaz yang berpengetahuan agama sangat luas ini berlanjut ke ruang makan. Setelah mengambil nasi dan lauk-pauk secukupnya kami memilih satu meja. Di meja itu sudah ada jemaah lain. Di antaranya siswa saya waktu SMP tahun 80-an dan seorang CJH lain dari Bengkulu. Ustaz Syahroni yang rendah hati itu mengambil dua gelas kopi dan satu gelas dihidangkan untuk saya. Saya berkomentar, ”Inilah saat yang paling baik yang saya lihat, seorang pembimbing ibadah menghidangkan kopi untuk CJH”. Komentar saya itu disambut senyum oleh Ustaz Syahroni. Suasana seperti itupun menjadikan saya dan ustaz yang mubalig ini semakin akrab.
”Peduli” adalah sebuah kata yang melekat pada kepribadian Ustaz Syahroni. Lebih khusus kepeduliannya adalah terhadap keterselenggaraan rukun dan wajib haji jemaah di bawah naungannya. Beliau selalu memerhatikan dan menyimak sungguh-sungguh melalui dialog dan WAG Embarkasi tentang kesulitan dan masalah ibadah yang dihadapi oleh jemaah. Banyak jemaah yang perlu bantuan untuk menyelenggarakan rukun dan wajib haji, beliau selalu memfasiltasinya.
Kepedulian ustaz yang ramah dan simpatik ini diirngi dengan Tindakan atau perlakuan. Teman sekamar dengan saya, pada hari pertama di Makkah mengalami sesak nafas. Dokter merekomendasikan untuk dirujuk ke RS Arab Saudi. Kelihatan teman yang sudah saya anggap saudara ini keberatan untuk dikrim ke rumah sakit. Bahkan istrinya pun terlihat cemas atas rekomendasi dokter ini. Saya sebagai sahabatnya ”menggaransi” bahwa saya siap mendapingi beliau untuk menyelenggarakan ”umroh wajib” setelah keluar dari rumah sakit. Dengan garansi dan saling percaya itu, beliau bersedia dirujuk ke RSAS, karena itulah solusi terbik.
Tiga hari di RS Arab Saudi, teman sekamar saya ini pulang ke hotel. Saya Bersiap untuk memenuhi janji saya. Dokter telah mengizinkan untuk melaksanakan umroh wajib. Untuk mengambil mikot harus keluar kota. Saya siap untuk mendampingi. Tentu saja saya harus berkonusltasi terlebuh dahulu dengan pembimbing ibadah, Ustaz Syahroni. Ketika hal itu saya sampaikan, beliau spontan menjawab. ”Saya akan mengantarkan Pak Yasrial untuk menyelenggarakan umroh wajib, Bapak istirahat saja, itu kewajiban saya”, kata beliau tanpa beban apapun. Peduli yang diikuti tindakan nyata, itulah bentuk atau wujud “rasa tanggung jawab” ustaz energik ini kepada jemaah kloter.
Secara umum, Ustaz Syahroni memberi arahan dan bimbingan ibadah kepada jemaah Kloter ke-17 Embarkasi Padang. Bimbingan diberikan secara berkelompok dan individu. Itu dia lakukan tiada henti selama di Makkah. Secara khusus, beliau memberi bantuan kepada para jemaah yang memerlukan pendampingan. Mereka yang memerlukan pendapingan alat seperti kursi roda dan kereta listrik, dibantu oleh ustaz ini. Pada hakikatnya hal itu adalah tugas dan tangung jawabnya sebagai pembimbing ibadah. Akan tetapi, di kacamata saya, Ustaz Syahron telah melakukan secara maksimal, bahlan lebih dari itu.
Di Minna saya satu tenda dengan Ustaz Syahroni. Suatu malam ketika saya mau salat tahjud, tempat tidurnya masih kosong, tidak terisi. Usai salat malam beberapa rakaat, saya juga tidak melihatnya di tempat tidur. Besoknya saya tanya, ternyata ada jemaah yang salah jalan. Beliau mencari jemaah yang kesasar itu. Pukul 02.00 pagi barulah jemaah kesasar ini dapat dibawa kembali ke tenda. Hal itu dilakukannya bersama Ketua Kloter. Rasa simpati, diiringi dengan tindakan, dan dilakukannya dengan ihklas itu yang saya tangkap dari keseharian ustaz yang juga tafiz Al-Quran ini.
Waktu tawaf ifadah, beliau membimbing sejumlah orang yang memerlukan bantuan. Selesai tawaf dilanjutkan sa’i antara Bukit Safa dan Marwa. Kami melakukan bersama Ketua Kloter, sementara ustaz melakukannya bersama jemaah yang memerlukan bantuan. Ketika beliau selesai melaksanakan prosesi sa’i tujuh putaran, ternyata ada jemaah yang memerlukan pertolongan, jemaah tidak mampu lagi melaksakannya. Padahal ini termasuk ”rukun haji”. Untuk itu jemah yang berangkutan harus dibantu dengan kursi roda. Spontan saja, ustaz mengeluarkan uang dari kantongnya hampir dua juta untuk menyelesaikan proses rukun haji jemaah yang dibimbingnnya. Iklhas, itu yang dilakukannya. Konon jemaah kembali mengganti uangnya.
Masih dalam proses yang sama, ternyata ada lagi jemaah yang masih memerlukan bantuan. Padahal ustaz sudah menyelesaikan tujuh putaran bolak-balik antara Safa dan Marwa. Untuk menlong jemaah ini, ustaz menambah dua putaran lagi. Sehingga sa’inya menjadi sembilan putaran. Itupun dia lakukan dengan menguras energi, menguras tenaga untuk membantu penyelesaian rukun haji jemaah yang dipandunya. Alhamdulillah, Ustaz Syahroni telah melakukannya dengan rasa simpati, tindakan nyata, dan keihlasan. Semoga menjadi amal saleh baginya.
Tidak semua kejadian tentang Ustaz H.Muhammad Syahroni, S.Ag., M.HI dapat saya nukilkan di dalam tulisan ini. Sajian ini pun senagaja saya buat sporadis, bukan kronoligis. Akan tetapi, hal itu cukup memberi gambaran pengabdian simpati, tindakan, dan keikhlasan seorang pembimbing ibadah Kloter Ketujuhbelas, Embarkasi Padang, 2024. Semoga menjadi amal saleh bagi Ustaz dan menjadi kenangan yang terpatri di dalam nurani bagi saya yang menorehkan tulisan sederhana ini.
Pertemuan dengan Ustaz terjadi di Asarama Haji Embarkasi Padang, perpisahan pun terjadi di sini. Pagi, tanggal 13 Juli 2024, kami bersalaman dan saling merangkul. Airmata haru saya tidak tertahankan, begitu pula Sang Ustaz. Hal itu selain karena keharuan, tetapi dapat menjadi bukti bahwa ”ukhuwah islamiyah” telah terjalin belandaskan iman. Kami baru dapat berkalimat setelah rangkulan dilepaskan. ”Saya berangkat ke Bengkulu sekitar pukul 14.00 sore ini”, kata Ustaz. ”Selamat jalan”, hanya itu yang keluar dari mulut saya sambil mengusap air mata perpisahan.
Padang, 27 Juli 2024