PERPISAHAN ITU TERJADI DI “PANGERAN BIN ABDULAZIZ DAN ASARAMA HAJI PADANG”

(Bagian Kedelapan Belas)

KLOTER KETUJUH BELAS

Oleh Zulkarnaini Diran

Kebersamaan itu berlangsung kurang beberapa jam dari empatpuluh lima hari. Wadahnya adalah Kloter Ketujuh Belas Embarkasi Haji Padang  Jemaah Haji 2024. Wadah ini dipimpin oleh seorang ketua kloter, didampingi seorang pembimbing ibadah, seorang dokter, dan seorang perawat. Keempat perugas haji ini dibantu delapan ketua rombongan dan tiga puluh dua ketua regu, melayani 321 orang jemaah. Jemaah kloter ini memiliki varian yang cukup besar baik dari segi usia, pendidikan, kesehatan, maupun budaya dan karakter individu. Di situlah dan di wadah itulah kebersamaan dipupuk.

Memupuk kebersamaan dengan jumlah orang banyak di dalam kloter bukanlah  pekerjaan yang mudah. Banyak variabel yang berpengaruh dalam membentuk kebersamaan itu. Apatah lagi, organisasi di dalam kloter dibentuk secara serta-merta yakni diawali dari Asarama Haji Tabing Padang 31 Mei 2024. Hanya dengan pertemuan spontan dibentuk suasana kebersamaan. Sementara itu, jemaah yang ada di dalam kloter memiliki karakter, latarbelakang, dan budaya yang heterogen. Jadi variabel-variabel itu sangat berpengaruh untuk membentuk kebersamaan.

Dalam suasana bersafar (berjalan jauh dan lama) dengan banyak variabel yang berpengaruh, pengurus kloter dan jajarnya berupaya untuk membentuk kebersamaan. Tiga hal penting yang diperlukan untuk membentuk kebersamaan itu. Ketiga hal itu adalah kesabaran tanpa batas, kepiawaian mengorganisasikan, dan kemahiran berkomunikasi. Ketiga hal itu diperlukan dalam membentuk kebersamaan dan mengatasi berbagai masalah manusia dan kemanusiaan yang bermunculan setiap waktu. Ketiga hal itu menjadi landasan utama untuk mewujudkan kebersamaan.

”Kesabaran tidak terbatas” perlu dimiliki oleh pengurus kloter. Hal itu sangat diperlukan karena mengurus ratusan orang dengan keinginan dan kebutuhan yang beranekaragm pula. Ditambah lagi dengan terbukanya komunikasi di dalam grup yang dibuat. Semua orang dapat menyampaikan aspirasi, keinginan, keluhan, dan sebagainya secara terbuka dengan gaya berkomunikasi individu yang beragam. Jika pengurus kloter ”memiliki kesabaran terbatas”, konsekuensi logisnya ialah pertengakaran setiap saat. Marah-marah, bahkan ”caci-maki” setiap waktu dapat terjadi. Apalagi kalau setiap ”ciloteh” direspon oleh penggurus kloter. Alhamdulillah, ternyata pengurus kloter memiliki itu, memiliki ”kesbaran tak-terbatas atau tak-berhingga”, sehingga kebersamaan dapat diciptakan.

”Kepiawaian mengorganisasikan” adalah sutu staregi dalam mengurus orang banyak. Artinya, orang-orang yang ada di dalamnya diorganisasikan sedemikian rupa. Pengorganisasainya jemaah telah ditetapkan bahwa setiap sepuluh orang jemaah dibentuk satu regu, setiap empat regu dibentuk rombongan. Anggota regu paling banyak hanya sepuluh, anggota rombomngan paling banyak hanya empat regu. Secara normatif seperti itulah aturannya.

Setiap regu dipimpin oleh ketua regu, setiap rombongan dipimpin oleh ketua rombongan, sehingga kloter ketujuhbelas berjumlah depalan rombongan dan tigapuluh dua regu. Secara normatif, organisasi ini sangat mantap dan cantik, tetapi dalam operasional kerja tidaklah “serancak” itu.

Pengurus kloter dibentuk dan ditetapkan oleh pemrintah. Ketua rombongan dan ketua regu dibentuk dari dan oleh anggota jemaah. Adanya dua varian itu bagaikan mempertemukan dua kutub dalam berdemokrasi yakni kutub otokrasi dan kutub demokarasi. Otokrasi dengan otoritas (kekuasaan) dipegang oleh pengurus kloter, demokrasi dengan aspirasi harus tersalur, ada di tangan ketua rombongan dan ketua regu. Ini bagaikan demokrasi di Minangkabau yakni otokrasi Datuak Ketamangguangan dan demokrasi Datuak Parpatiah nan Sabatang. Ini rumit, tapi dapat sejalan dan berjalan.

Sebelum berangkat, di Asarama Haji Parupuak Tabiang, Padang ada pertemuan antara pengurus kloter, ketua rombongan, dan ketua regu dengan Pejabatan Kemenag yang manangani pelayanan haji. Saat itu saya menanyakan prosedur standar operasional organisasi kloter. Pertanyaan itu tidak terjawab. Artinya, uraian tugas dan wewenang masing-masing di dalam kloter tidak tertulis. Oleh karena itu, pengelolaan dalam kloter akan sulit dilakukan. Mestinya dengan jemaah lebih dari 300 orang dengan pengelola terbatas, ada uraian tugas dan wewenang masing-masing. Artinya, untuk masa yang akan datang pengorgansiasian perlu dilengkapi dengan prosedur tetap yang jelas dan tegas.

Dua hal pertama (kesabaran tidak terbatas dan kepiawaian pengorganisasian) mempengaruhi komunikasi dalam kloter. Komunikasi mesikpun lancar-lancar saja, tetapi  lebih banyak mendapat pertimbangan ”raso jo pareaso”. Artinya pertimbangan rasa dan perasaan lebih menonjol ketimbang pertimbangan rasional. Konsekuensi logisnya adalah pengurus kloter, ketua rombongan dan regu serta jemaah, lebih banyak menimbang ”rasa dan perasaan” daripada menimbang hal yang realistis. Oleh karena itu, banyak komunikasi yang teerganggu, sekurang-kurangnya kurang lancar. Mereka yang tidak mampu menahan diri lebih banyak melampiaskan emosinya melalui grup yang kadang-kadang mengganggu kenyamanan.

Semua kejadian, peritiwa, dan dan kejolak dalam Kloter 17 adalah dinamika kebersamaan. Ternyata dinamika dan dialektika kebersamaan itu melahirkan hal-hal baru. Bagi yang belajar dari sebuah kejadian atau fenomena, akan dapat menangkap edukasi di dalamnya. Ketajaman nyali, kepiawaian menilai diri dan orang lain akan melahirkan makna beranekaragam pula. Keanekaragaman makna itu tentu berisi pesan-pesan yang dapat ditangkap dalam makna kekinian dan dapat pula ditafsirkan untuk makna yang akan datang. Yang jelas dan pasti, kebersamaan di dalam ”Kloter Nano-nano dan Kloter Rahmatal lil Alamain” telah terbentuk dengan segala konsekuensinya.

Kebersamaan itu berakhir sudah. Hal itu telah terasa sejak di Bandara Internasional Pangeran Muhammad bi Abdulaziz, Madinah, Arab Saudi. Sebagai penanda pertama, warga Kloter 17 saling bersalaman, saling berpelukan, dan bahkan ada yang meneteskan arimata dalam isak tangis. Hampir semua warga melakukan itu. Puncaknya ada di Asrama Haji Parupuan Tabiang, Padang. Saya merasakan isak dan tetesan airmata ketua kloter, pembimbing ibadah, dokter kloter, dan perawat ketika kami bersalaman dan berpelukan di Aula Asarama Haji. Saya merasakan haru yang amat dalam ketika ”orang-orang hebat dan Ikhlas” pengurus kloter ini meminta maaf. Saya hanya berujar, ”Saling memaafkan adalah kewajiban dan kemutalakan, karena tidak ada manusia yang sempurna, yang sempurna hanyalah Allah SWT”.

Selamat berpisah Saudara Seiman yang membentuk masyarakat fenomenal dalam “Kolter Ketujuh Belas, Embarkasi, Padang”. Empat puluh hari kurang beberarapa jam kita menjalin kebersamaan, selama itu pula kita saling mengenal, dan selama itu pula kita berupaya merajut ”ukhuwah islamiah berlandaskan iman”. Tentu saja pada akhir kebersamaan ini kita saling memaafkan dan semoga pula ukhuwah islamiah ini tidak berhenti dan tidak terputus sampai di Asarama Haji, kita berharap tetap berlanjut. Semoga kita senantiasa dalam Ridha Allah SWT, amin YRA.

Padang, 18 Juli 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *