CATATAN KECIL PENGABDIAN PENGURUS KLOTER (3)

(Bagian Keduapuluh Satu)

KLOTER KETUJUH BELAS

Oleh Zulkarnaini Diran

”Dokter Ilham itu mirip dengan salah seorang anak kita, ya”, kata istri saya setelah berkenalan dengan dokter Kloter Ketujuhbelas, Embarkasi Padang ini. Usai acara perkenalan dengan petugas kloter di KBIHU At-Taqwa Muhammadiyah Sumatra Barat, saya dan istri menyalami Dokter Ilham. Sambil memperkenalkan diri dan memperkenalkan istri saya. ”Ini istri pertama saya, Dokter”, kata saya sambil tetawa. ”Saya juga dua, Pak, anak istri saya”, kata Dokter Ilham juga sambil berkelakar. Dari situlah keakraban itu terjadi.

Dokter Ilham lahir di Sukoharjo, 10 April 1991. Ayah dua anak (insya-Allah bertambah) dan suami dari satu istri (insya-Allah tidak bertambah) ini sekarang bertugas sebagai Kepala Puskesmas Kolok, Kota Sawahlunto. Dokter muda dan enegik ini memiliki sederet jabatan. Di antaranya adalah dokter fungsional Puskesmas Lunto, Penanggungjawab Klinik Lapas Narkotika Kelas Tiga, Penanggungjawab Klinik BNN Kota Sawahlunto. Selain berpendidikan Profesi Dokter, Ilham juga memiliki ijazah Sarjana Hukum dan Megister (S2) Kesehatan Masyarakat.

Didampingi oleh Petugas Perawat (Dewi Susanti), dokter Ilham bekerja tanpa henti dan tanpa jadwal. Artinya hampir setiap detik dan menitnya melayani pasien Kloter Ketujuhbelas yang jumlah jemaahnya lebih dari 300 orang. Tiap saat dia tumpahkan untuk menunjukkan bahwa dia adalah ”profesional” di bidangnya. Dia hanya berhenti bertugas pada tiga waktu saja, yakni makan, salat, dan tidur. Selebihnya waktunya di Makkah dan Madinah dihabiskan untuk ”pengabdian kemanusiaan.” dalam koridor tugasnya.  Saya yakin, bahwa waktu tidurnya pun amatlah sedikit. Semoga menjadi ”amal jariyah” Dokter.

Tiap hari di Makkah, Dokter Ilham dan Peerwat Dewi Susanti membuka klinik khsusus untuk jemaah kloter ini. Klinik di buka d secara bergiliran. Pada hari tertentu pelayanan diberikan di Lantai 15, pada hari lain di lantai 14 dan lantai 13 hotel yang kami tempati. Pelayanan 24 jam tidak pernah henti. Padahal tenaganya hanya dua orang. Di samping itu, dia juga harus bertugas di klinik Sektor Tiga yang juga di hotel tempat kami memondok. Hal ini benar-benar menguras energi, tenaga, dan pikiran.

Belum dan tidak pernah kedengaran keluhan dari Sang Dokter. Setiap bertemu pasien, selalu saja yang terlihat adalah kesopanan, kesantunan berbahasa,  dan perilaku. Sejumlah pasien yang pernah berurusan dengan dokkter muda ini, selalu menyatakan kepuasan atas pelayanannya. Termasuk saya yang beberapa kali harus berkonsultasi dengannya karena terserang alegi kulit dan batuk-batuk. Pantaslah, Pusat Pelayanan Haji Kementerian Agama memberinya kesempatan untuk menjadi dokter petugas haji yang ditempatkan di Kloter Ketujuh Belas Embarkasi Padang.

Mudah sekali berurusan dengan dokter di Makkah dan Madinah. Konsultasi, periksa, terima obat, dan diiringi dengan senyum dan ucapan cepat sembuh. Itulah yang saya rasakan ketika berurusan dengan dokter Ilham yang kata istri saya mirip sekali postur tubuh dan perangainya dengan salah seorang anak saya. Tulus, tanpa pamrih, melayani, dan profesional adalah empat kata yang saya tempatkan pada diri dokter ini. Ini mungkin sangat subjektif. Bisa jadi pembaca sependapat dengan saya dan bisa saja berbeda. Akan tetapi keempat kata itu pantas menurut saya untuk dokter muda, ayah dua anak ini.

Di Padang Arafah, tempat tidur saya berdekatan dengan Dokter Ilham. Sangat dekat. Oleh karena itu saya dapat melihat tempat tidurnya yang jarang ditempati. Dia jarang terlihat di dalam tenda. Jika dia berada di tenda adalah pada saat makan dan salat. Jika ada waktu senggang sedikit saja, biasanya dokter muda ini tidur. Namanya tidur, tetapi dia lakukan sambil duduk dengan menyandarkan bagian depan badannya ke ransel yang berisi obat-obatan dan segala perlengkapan kesehatan. Ketika saya membuat vidio di dalam tenda, Ilham saya bangunkan dan saya minta membuka maskernya. Ini maksudnya agar di vido dokomentasi saya wajah dokter ini kelihatan.

Di Minna kami juga berdekatan tempat tidur. Tempat kami beristirahat hanya dibatas oleh tempat tidur pembimbing ibadah, Ustaz Syahroni. Hal yang sama seperti di Arafah juga terjadi di Minna. Jarang sekali ilham berada di tempatnya. Tentu, hal ini dapat dimaklumi. Dokter yang tergabung di dalam Kesehatan Haji Indonesia ini, selain berdinas di Pusat Kesehatan di Arafah dan di Minna, juga melayni pasien yang membutuhkan pertolongan darurat. Hal ini mungkin tidak dapat dirasakan dan dimaklumi oleh semua orang. Akan tetapi, saya sebagai orang yang suka “mengamati” fenomena dalam setiap peristiwa, turut merasakan betapa dahsyatnya ”rasa tanggung jawab profesi” yang dimiliki oleh seorang diokter.

Tentu saja tidak semua hasil pengamatan yang saya rasakan dapat dideskripsikan di dalam tulisan ini. Hanya secuil kecil dari pengamatan dan “turut merasakan keprofesionalan” seorang dokter yang dapat saya ungkap. Deskripsi ini sangat subjektif. Bisa jadi seperti yang terlihat dan dirasakan, biasa jadi tidak persis karena unsur subjektifitasnya. Kepada Dokter Ilham, saya menggucapkan terimakasih tidak berhingga karena juga mendapat pelayanannya. Semoga yang dokter lakukan menjadi amal saleh dan amal jariyah. Hanya Allah SWT yang daapat memberikan balasan atas pengabdian ini. Amin YRA.

Di Asrama Haji Embarkasi Padang saya bersalaman dan saling merangkul dengan Dokter Ilham. Rasa haru tidak tertahankan membuat bulir-bulir air menetes dari mata saya. Apatah lagi, istri saya mengatakan bahwa Ilham mirip sekali dengan salah satu dari empat putra kami. Sekali lagi, terimkasih Dokter Ilham, semoga pada saatnya kita bersua lagi di tempat yang berbeda dan dalam situasi yang lain pula, insya-Allah.

Padang, 30 Juli 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *