Oleh Zulkarnaini Diran
Banyak keanehan yang terlihat dalam pengelolaan pendidikan. Kenaehan itu semakin menonjol setelah pemberlakukan otonomi daerah. Di Sumatra Barat dapat diidentifikasi sejumlah kasus. Misalnya pengangkatan dan pemberhentian pejabat pendidikan manasuka, pemutasian pelaksana pendidikan semena-mena, penetapan anggaran pendidikan tanpa analisis dan perencanaan yang matang, dan mungkin banyak lagi yang lain. Keanehan-keanehan itu mulai terlihat akibatnya. Komitmen pendidik dan tenaga kependidikan mulai goyah, kepercayaan terhadap intansi atau lembaga yang mengurus pendidikan berkurang, wibawa pemerintah mulai ambruk. Akankah hal itu dibiarkan terus? Jawabnya ada pada pemerintah daerah otonom.
Seorang kepala dinas, kepala bidang, kepala seksi, pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru adalah pejabat pendidikan. Yang disebut pertama, kedua, dan ketiga adalah pejabat struktural pendidikan, yang lainnya adalah pejabat fungsional pendidikan. Kedua kelompok pejabat itu memegang peranan strategis dalam pelaksanaan pendidikan. Pejabat struktural bergerak di bidang adminstrasi dan kebijakan pendidikan, sedangkan pejabat fungsional begelut di bidang teknis operasional pendidikan. Tentu saja, untuk masing-masing kelompok itu diperlukan persyaratan kecakapan (skill) yang berbeda. Untuk struktural mungkin yang dipelukan kecakapan memenejerial (managerial skill) dan untuk fungsional dibutuhkan kecakapan profesional (profesional skill).
Oleh pemerintah pusat, khsusunya Kantor Kementerian Penayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan persyaratan untuk pengangkatan pejabat itu telah ditetapkan. Apa saja yang menjadi syarat untuk pejabat struktural dan apa saja yang menjadi syarat untuk pejabat fungsional telah dibuatkan aturannya. Akan tetapi, pemerintah otonom ternyata lebih dominan dalam mengatur hal itu. Kekuasaan yang selama ini ada di pusat (Jakarta) berpindah ke pusat baru (provinsi, kabupaten, dan kota). Pusat baru ini diberi wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat, termasuk pejabat pendidikan. Hal itu diatur oleh sejumlah pertaruan pemerintah.
Naifnya, pengangkatan pejabat pendidikan belum berdasarkan kepada peraturan yang lebih teknis. Hal yang menonjol ialah wewenang pemerintah otonomi. Sehingga yang terasa dan terlihat oleh mesyarakat pengangkatan pejabat itu lebih benuansa ‘manasuka’ ketimbang memperhatikan ketentuan yang ada. Hal inilah yang membuat wajah pendidikan kita semakin’bopeng’. Salah kaprah inilah yang membuat pelaksanaan pendidikan kita semakin ‘amburadul – bagalemak peak’. Akhirnya berdampak sangat luas terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah.
Ketika seorang kepala daerah mengangkat seorang pejabat pendidikan, yang bersangkutan belum atau tidak memenuhi persyaratan, masyarakat melalui pers angkat bicara. Apa jawaban pemerintah? Pengangkatan itu telah sah, itu wewenang kepala daerah, di era otonomi ini tidak perlu lagi memperhatikan persyaratan yang ditetapkan pusat. Ini hanya salah satu dari bentuk kearogan dan kenaifan. Hal yang sama juga terlihat dalam pemberhentian. Seorang pejabat pendidikan diberhentikan begitu saja, docopot dari jabatannya, kadang-kadang tanpa sebab teknis yang jelas. Jawaban kepala daerah juga sama, ‘itu kan wewenang kepala daerah’. Jika hal seperti itu memang terjadi, maka kepala daerah telah berubah statusnya menjadi ‘raja’. Karena hanya raja saja (pada masa lalu) yang berbuat semena-mena dalam segala hal.
Aturan dari pusat (Jakarta) mengenai pengelolaan pendidikan sudah ada. Mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri sampai keputusan dirjen sudah tersedia. Akan tetapi dengan adanya pelimpahan sebagian wewenang ke daerah untuk mengelola pendidikan, mungkin ada ketentuan pusat itu yang tidak sesuai seluruhnya atau sebagian untuk diterapkan. Dengan tidak implementatifnya ketentuan dari pusat itu, bukan berarti kepala daerah dapat berbuat semena-mena ‘manasuka’. Seyogiyanya, pemerintah daerah membuat aturan atau ketentuan yang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada.Dengan adanya aturan itu, tindakan pemberhentian dan pengkatan pejabat pendidikan, bukanlah tindakan ‘manasuka’. Dengan demikian pula arogansi penangangan pendidikan akan berkurang.
Sebenarnya banyak hal tentang pendidikan yang harus diatur di daerah sesuai dengan kewenangan daerah otonom. Pada hakikatnya ada dua hal besar yang perlu menjadi titik pengaturan itu. Kedua hal itu ialah teknik edukatif dan teknik administratif. Teknik edukatif terkait dengan pelaksanakaan pendidikan itu secara operasional, dan teknik administratif berhubungan dengan pengelolaan administrasi pendidikan tersebut. Hal ini menjadi jantung dari pelaksanaan pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah. Dengan adanya ketentuan atau peraturan terhadap kedua titik utama itu, maka kepala derah akan menyandarkan setiap tindakannya kepada ketentuan yang dibuat. Bukan lagi semena-mena atau ‘manasuka’.
Sampai saat ini di Sumatra Barat (provinsi maupun kabupaten dan kota) belum ada yang memiliki peraturan daerah (perda) tentang teknis pendidikan. Padahal, perda itu kekuatan hukumnya sama dengan undang-undang (kata: pakar hukum). Di provinsi dan kabupaten kota satu-satunya perda tentang pendidikan hanyalah tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Kalau untuk ini, provinsi, kabupaten, dan kota sudah meimiliki. Akan tetapi, yang terkait dengan masalah teknis edukatif dan teknis administratif, ternyata belum dimiliki. Bahkan, mungkin belum terpikirkan. Seharusnya setelah otonomi berjalan sedemikian lama, sudah ada yang memikirkan hal itu. Siapa yang memikirkan itu? Inilah yang menjadi masalah.
Pejabat pendidikan diangkat oleh kepala daerah. Pengangkatan itu lebih banyak diwarnai oleh situasi politis. Seseorang diangkat menjadi pejabat pendidikan mungkin karena ia penduduk asli daerah (PAD), atau karena menjadi tim sukses ketika pemilihan kepala daerah, atau mungkin karena titipan orang-orang yang berpengaruh dalam politik. Atau mungkin karena faktor-faktor lain. Amat sedikit dari pejabat pendidikan saat yang diangkat berdasarkan kompetensinya di bidang pendidikan. Akibatnya, pemahamannya terdahdap sistem dan ketentuan yangberlaku sangat dangkal.
Pejabat yang diangkat dengan cara seperti itu, umumnya menjadi ‘penurut’ kepada kepala daerah. Apa yang dikatakan kepala daerah selalu diamninya. Tentu saja, tidak semua keinginan yang dikemukakan kepala daerah itu sesuai dengan ketentuan. Oleh karena itu, di sini pejabat pendidikan yang piawai diperlukan. Pejabat pendidikan yang memahami sistem pendidikan sangat diharapkan. Ia akan dapat memberikan pertimbangan kepada atasannya dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil tidak merugikan wibawa pemerintah daerah dan tidak pula memperkosa hak masyarakat yang memerlukan pendidikan.
Peraturan yang dibuat pemerintah pusat tidak dipahami. Peraturan untuk pelaksanaan otonomi pendidikan tidak dipikirkan. Akibatnya, pendidikan terpelanting kepada situasi yang sangat mengenaskan. Jika situasi itu terus dibiarkan, akan ada kesia-siaan mengurus manusia. Pendidikan adalah aset masa depan, bukan masa sekarang. Jika pendidikan hari ini gagal, pendertiaan akan dirasakan dua puluh tahun yang akan datang. Oleh karena itu selayaknyalah orang-orang yang berkompten di bidang ini mulai memikirkan peraturan atau perangkat lunak tentang pendidikan.
Jika peraturan daerah tentang pendidikan ada, kepala daerah tidak akan berlaku semena-mena terhadap pendidikan. Anggota legislatif tidak akan memaksakan kehendaknya kepada eksekutif dalam mengangkat pejabat pendidikan. Selain itu, ia tidak akan menggunakan LPJ kepala daerah sebagai alat untuk memaksa eksekutif agar memecat atau memberhentikan seorang pejabat poendidikan. Lagi pula, kedudukan perda sama dengan undang-undang. Siapa pun yang melanggarnya, akan berhadapan dengan hukum yang berlaku.
Kabupaten dan kota mana yang akan mulai memikirkan peraturan daerah tentang sistem penyelenggaraan pendidikan di wilayah Sumatra Barat ini? Kita tunggulah kepiawaian para pejabat pengabdi dan pejabat nonpengabdi pendidikan. Kita ketuk nuraninya, mudaha-mudahan dari nurani akan naik ke otak. Otak mulai berpikir tentang itu. Mudah-mudahan. (Zulkarnaini Diran, praktisi dan pemerhati pendidikan tinggal di Padang)
betul Mak Zul, tapi…… bukan pesimis….. opini yg terbentuk secara global, dewan kita yg terhormat, bukan juga soozon!… masih mikirin balikmodal Mak….