SELAMAT JALAN BRIGJEN AUFIT CHANIAGO, S.IP.

Oleh Zulkarnaini Diran

Selasa pagi bagda Subuh saya dikabari oleh Yustiadi bahwa Aufit telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. “Lah dapek kaba Apak, Aufit maningga tadi malam”, kata Yustiadi. Berita yang disampaikan Yustiadi sangat mengejutkan. Saya dan istri terdiam beberapa waktu. Barulah kemudian kami berdialog dengan Yustiadi siswa pertama saya di SMP (1978-1981) yang seangkatan dengan Aufit. Tidak lama kemudian puluhan pesan masuk ke WhatsApp saya. Di antaranya dari Dokter Gusmiati dari Pakanbaru, Bahrul dan Yuwelly dari Padang, dan lain-lain. Itulah awalnya saya mendapat kabar bahwa Aufit telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Brigadir Jendral TNI (Purn.) Aufit Chaniago, S.I.P lahir 1 April 1965 di Lundang, Panampuang, Ampek Angkek, Agam, Sumatra Barat. Jabatan terkahirnya adalah Direktur Penelitian dan Pengembangan Pusat Teritorial Angkatan Darat (Dirlitbang Pusterad). Pusterad merupakan  Badan Pelaksana Pusat di Tingkat Mabesad dan berkedudukan langsung di bawah Kasad, bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi Teritoral dalam rangka mendukung tugas pokok TNI Angkatan Darat.

Aufit merupakan lulusan Akademi Militer (1988 B). Menamatkan SMA Negeri 1 IV Angkek (1984), Lambah, Agam, Sumatra Barat. Dia berasal dari kecabangan Infanteri (Kopasus). Karirnya dimulai dari Danyonif 143/ Tri Wira Eka Jaya, Dandim 0415 Batanghari (2010), Waasren Kasdam II/ Sriwijaya (2014), Audtor Madya Itjen Kemenhan, Karopeg Setejen Kemhan (2020-2022), Pa Sahli Tk. II Kasad Bidang Kamkonf, dan Dirlitbang Pusterad 2022 -2023). (Sumber: Wikipedia).

Aufit adalah siswa pertama saya di SMP Empat Angkat, (kini: SMP 2 Ampek Angkek), Agam Sumatra Barat. Angkatan pertama ini mengikuti pendidikan di sekolah baru itu tahun 1978 s.d. 1981. Teman-teman seangkatannya sangat banyak. Banyak yang sukses dalam berbagai profesi. Banyak sekali siswa saya Angkatan pertama ini yang terus-menerus berkomunikasi dengan saya, terutama sejak terbukanya komunikasi melalui media sosial. Termasuk Aufit yang pertemuan dan berkomunikasi dengan saya melaui media sosial.

Sejak dia dilantik menjadi Perwira Angkatan Darat saya bertemu dengannya di Jakarta tahun 1993. Waktu itu (kalau tidak salah) Aufit berpangkat Kapten. Pertemuan itu hanya secara kebetulan di Pasar Rawabening, Jatinegara, Jakarta Timur. Saya mencari sesuatu di Pasar itu. Menjelang naik ke lantai dua pasar tradisional itu, saya disapa oleh beberarapa orang. Ternyata ada beberapa orang murid SMP Empat Angkat yang “mengadu nasib” berdagang di pasar itu. Ketika berbincang-bincang dengan mereka, Aufit dengan pakain dinas militer Angkatan Darat muncul. Dia langsung menyapa saya, mengulurkan tangan untuk bersalaman dan merangkul saya. ”Saya Aufit, Pak”, katanya. Masya-Allah, kami berpisah di SMP tahun 1981, ketika mereka tamat. Bertemu secara tidak diduga duabelas tahun kemudian (1993). Rupanya, Aufit secara rutin mengunjungi teman-teman seangkatannya yang berjualan di Rawabening. ”Kami merasa aman di sini karena ada Aufit, Pak,” kata mereka.

Nomor telepon saya didapat oleh Aufit dari seseorang, saya mendapat nomor Aufit  dari orang yang sama. Saat itu, tahun 2007, saya ada kegiatan dinas di Cisarua, Puncak, Bogor. Bertemu dengan teman seorang ibu yang seprofesi (widyaiswara) dengan saya. Di ruang makan kami berbicang ke sana ke mari. Rupanya ibu ini berasal dari Ampek Angkek, bertugas sebagai widyaiswara di Jambi. Cerita pun sampai lah kampung kecilnya Lundang, Panampuang, Ampek Angkek. Banyak yang saya sebut tentang Lundang, termasuklah Aufit. Rupanya ibu ini masih ada hubungan famili dengan Aufit yang saat itu juga bertugas di Jambi.

Pada waktu istirahat, ibu ini menelpon Aufit. Dia menceritakan tentang saya. Telepon pun berpindah dari tangannya ke tangaan saya. Akhirnya, kami bercerita panjang. Aufit bercerita tentang berbagai hal dan saya pun demikian. Sejak pertemuan tahun 1993 di pasar Rawabening, Jakarta Timur, Jakarta,  berarti  sudah empat belas tahun berlalu. Itu ketersambungan komunikasi saya dengan siswa pendiam, disiplin, dan bersungguh-sungguh ketika di SMP ini. Sejak itu, kami selalu tersambung dalam momen-momen tertentu. Artinya, Aufit atau saya selalu berkomunikasi lewat telepon. Begitulah jalinan batin antara guru dan siswa ini terus terpatri.

Bulan Januari 2014 saya dan istri ada keperluan ke Palembang, Sumatra Selatan. Seperti biasa, perjalanan itu saya posting di akun facebook Zulkarnaini Mamak. Rupanya postingan itu dibaca oleh Aufit. Saat saya masih di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang Pariaman, Aufit menelpon. “Pukul berapa bapak mendarat di Palembang, nanti saya jemput”, katanya. Saya jawab teleponnya dengan penjelasan bahwa ada anak-anak yang menjemput saya ke bandara. Hal ini menjadi catatan saya lagi. Mungkin kata yang cocok untuk itu adalah ”peduli”. Aufit orang yang peduli kepada hal-hal seperti itu. Sore setelah sampai di Palembang, saya di jemput ke rumah oleh Aufit. Dia membawa mobil sendiri, tidak membawa sopir. Saya dan istri diajaknya ke rumah dinas perwira. Kemudian kami diajak makan malam yang didampingi oleh istri dan dua orang anaknya.

Bulan Okktober 2020 Aufit mengirim pesan lewat WhatsApp , “Anak Bapak dipercaya menjadi jenderal, terimakasih atas bimbingan bapak”, katanya. Pesan yang diiringi dengan foto itu saya balas dengan ucapan selamat. Begitulah komunikasi saya dengan Aufit tetap saja berlangsung. Saya merasa sangat bersyukur sebagai seorang guru yang selalu diingat dan dikenang oleh para siswanya. Ada rasa bangga yang muncul di dalam diri saya, mereka yang sukses dan berkarir di bidang profesinya mengabari gurunya yang tengah menapaki usia senja. Alhamdulillah.

Maret 2024, siswa Angkatan pertama SMP Empat Angkat ini mengadakan reuni. Mereka menyebutnya  ”Temu Kangen Reuni SMP Standar Angkatan Pertama”. Aufit ditetapkan oleh teman-temannya sebagai ketua panitia. Pesertanya adalah siswa angkatan pertama yang berdatangan dari berbagai kota di Tanah Air. Temu kangen itu diselenggarakan di Panampuang, Ampek Angkek, Agam. Kegiatan selama dua hari (1 dan 2 Maret) diisi dengan berbagai acara. Guru-guru mereka yang masih ada tidak luput dari undangan. Saya termasuk yang diundang dalam acara itu. Sayalah satu-satunya guru pria yang masih ada dan beberapa orang guru wanita. Saat itulah kami bersama, bercengkrama, dan bersendagurau mengenang kisah-kisah 43 tahun yang lalu (1981 – 2004). Itulah pertemuan tatap muka saya  yang terakhir dengan Aufit.

Tanggal 29 Mei 2024 Aufit menginformasikan bahwa penerbangannya ke Jedah Arab Saudi 30 Maret dari Embarkasi Jakarta. Kebetulan kami mendapat panggilan ke Tanah Suci pada tahun yang sama. Saya juga mengabarinya, bahwa kami berangkat dari Embarkasi Padang 31 Mei Malam. ”Semoga lancar, Pak, semoga kita kita bisa kumpul silaturahmi di Makkah atau di Madinah”, kata Aufit lewat pesan WhatsApp-nya. Selanjutnya, 2 Juni 2024 Aufit mengabarkan bahwa dia sudah di Arab Saudi. “Kami sudah di Arab Saudi, Pak. Sekarang lagi di Jeddah di Kedutaan RI Arab Saudi. Insya-Allah Selasa atau Rabu ke Makkah”,  katanya juga lewat pesan wa sambil mengirimkan fotonya  yang sedang pertemuan di kedutaan.

Begitulah Aufit berkomunikasi terus-menerus dengan saya di Arab Saudi. Pada waktu-waktu senggang dia selalu menanyakan tentang kesehatan saya dan istri, tentang kelancaran ibadah, dan sebagainya. Oleh karena alumni SMP  Standar banyak yang berhaji pada tahun ini, Aufit dan teman-temannya sempat membuat grup wa ”Haji 2024 SMP Standar”. 

Tanggal 26 Juni 2024 saya mengirimkan tulisan ke WA-nya. Tulisan itu tentang pertemuan saya dengan Dokter Bahana di Masjidil Haram. Dokter Bahana adalah adik kelas Aufit di SMP Standar. Tulisan dibaca dan dikomentarinya. “Masya-Allah, tulisan guru kebanggaan kami Pak Zulkarnaini. Semoga Pak Zul sehat selalu, diberikan kemudahan untuk beribadah selama di tanah Suci, amin YRA. Insya-Allah lain waktu kita bisa bertemu, Pak. Salam untuk ibuk.”, itu bunyi pesan WA Aufit setelah menerima tulisan saya tentang pertemuan dan sarapan pagi di Restoran Hotel bersama Dokter Bahana.

Tanggal 6 Juli 2024 Aufit nelpon saya lewat vidio. Kloter kami telah berada di Madinah. Aufit sudah Kembali ke Makkah karena kepulangannya ke Tanah Air lewat Jeddah. Lama kami berteleponan, dia juga sempat memperkenalkan saya dengan temannya yang menetap Jeddah. Temannya yang berkebangsaan Malaysia itu menawarkan kepada saya. ”Jika Bapak nanti umroh, jangan menyewa hotel, tinggal di rumah saya di Jeddah. Segala kegiatan ibadah Bapak akan saya bantu”, kata temanya dengan bahasa yang santun dan akrab. Padahal bertemu saya hanya lewat telefon vidio itu saja. Terkahir Aufit mengatakan bahwa kalau saya sampai di Indonesia dia meminta dikabari. Itulah bincangan kami lewat telepon yang terakhir.

Tanggal 13 Juli 2024 saya sampai di Padang. Sesuai pesannya, malam 19.30 saya mengabari sudah sampai di rumah. Hal itu saya sampaikan lewat WhaatsApp. Aufit menjawabnya, “Alhamdulillah, Bapak sudah sampai di rumah. Semoga sehat selalu, Pak. Mudah-mudahan kita bisa pula bersilaturahmi di Tanah Air, salam untuk ibuk.” Itulah percakapan saya dengan Aufit yang terakhir.

Saya mencoba merefleksi dialog-dialog dengan Aufit, lewat suara di telfon maupun lewat tulisan WA. Setiap dialog selalu diakhirnya dengan silaturahmi, berkumpul, bertemu, dan sejenisnya. Akan tetapi harapannya tidak pernah terjadi. Artinya, kami tidak bertemu secara tatap muka usai dialog itu. Senin, 12 Agustus 2024, pukul 08.59 Aufit menelpon saya dari hotelnya, Hotel Pangeran Padang. Saat itu saya tidak sempat mengangkat telepon. Telepon di kamar, saya berada di luar ruangan. Bahwa dia menelpon baru saya ketahui Senin malam sekitar pukul 21.00. Artinya, saya luput mengangkat teleponnya. Padahal selama ini, siapa saja yang menelpon, saya selalu menelisik di pesan telepon. Saya selalu menelpon balik. Kenapa kali ini sangat lama, baru saya telisik. Masya-Allah, kealpaan anak manusia.

Satu hari setelah kepergian Brigjen Aufit Chaniago, Bu Zulnita (guru Pendidikan Agama Islam SMP Standar) yang juga sekampung dengan Aufit mengabarkan. Ahad, 11 Agustus 2024, waktu Asar di masjid di kampung kelahirannya, Aufit menjadi imam salat. Usai salat, semua jemaah yang masih bertahan di masjid, ”disambangi” uang oleh Aufit. Semua jemaah mendapat pembagian darinya. Itu yang dikabarkan oleh Ibu Zulnita.

Kemudian selanjutnya Bu Zulnita menceritakan, salah satu faktor yang berpengaruh atas kesuksesan Aufit dalam berkarir adalah ”pengabdian” kepada kedua orangtuanya. Ketika dia masih di SMP dan SMA, Aufit tidak pernah membiarkan kedua orang tuanya bekerja berat. Termasuk mencuci pakaian kedua orang tuanya di ”tempat mencuci umum”. Dia tidak pernah merasa malu mencuci pakaian orang tuanya yang disaksiakn oleh orang banyak. Dia benar-benar ”sangat peduli” kepada kedua orang tuanya. Itu cerita Bu Zulnita ketika kami berteleponan.

Banyak teman-temannya bercerita tentang kebaikan-kebaikan Aufit. Nevin yang seangkatan dengan Aufit di SMP mengirim pesan kepada saya. “Kalau Bapak menulis tentang Aufit tolong masukkan catatan saya ini tentang Aufit, Pak: (1) Orang baik tidak pilih kawan dengan siapa saja bisa suka; (2) walau pernah jadi pasukan para komando orangnya juga pakai 3S (serius, santai, selesai); (3) Selalu ingat dengan kampung halaman, dengan sering pulang kampung; (4) pemurah, suka membantu teman-temannya”, itu pesan Nevin yang kini bertugas sebagai polisi hutan juga berbintang satu.

Kini Bigjen Aufit Chaniago, siswa pertama saya, sahabat dekat dari teman-teman seangkatannya telah tiada. Dia meninggalkan satu orang istri, dua putra dan satu putri. Orang baik itu telah dipanggil oleh Allah SWT menghadap-Nya. Kita tinggal bercerita dan mengenang kebaikan-kebaikan yang dilakukannya. Selamat jalan Aufit, kami semua sayang padamu, tetapi Allah lebih sayang kepadamu, sehingga dia memanggilmu lebih awal, memanggilmu menghadap-Nya setelah menunaikan Rukun Islam yang ke-5, berhaji di Tanah Suci. Kami keluarga besarmu melepasmu menghadap Sang Kahlik dengan sabar, tabah, dan ikhlas. Kami semua berdoa, semoga segala amal ibadahmu diterima-Nya, semua dosanmu diampuni-Nya pula, Kamu damai di alam Berzah dan kelak ditempatkan Allah di surga-Nya, amin YRA.

Padang, 16 Agustus 2024

4 comments

  1. Masyaa Allah, lengkap catatan pak Zul tentang alm Brigjen (Purn) Aufit Caniago, semoga tulisan bapak menjadi inspirasi banyak orang tentang kebaikan, berbuat baik, menjadi orang baik, In Syaalah alm meninggalkan nama yang akan dikenang lama oleh orang.
    Semoga bapak sehat selalu, umur Allah yang tentukan, buktinya murid ternyata lebih dulu dipanggilNya.

  2. MasyaAllah Pak Zul, merinding dan manangih wak baconyo Pak.
    Semoga beliau Uda Pit ko Husnul Khatimah pak.
    Semoga Apak samo Ibuk juga sehat selalu, tetap jadi panutan kami semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *