“BERBURU” PAHALA DI MAKKAH DAN MADINAH

(bagian ke-32)

KLOTER KETUJUH BELAS

Oleh Zulkarnaini Diran

Muslim ”pemburu” pahala dapat memilih dua tempat. Di kedua tempat itu terdapat pahala yang melimpah. Para pemburu dapat menimba pahala sebanyak-banyaknya. Artinya, pahala tidak berhingga dapat diperoleh di kedua tempat itu. Tempat pertama adalah Tanah Suci Makkah al-Mukarramah dan tempat kedua ialah Madinah al-Munawarrah.

Menurut Wikipedia Indonesia, Makkah al-Mukarramah (Makkah, Kota yang Mulia), adalah salah satu kota suci Islam dan ibukota Provinsi MakkahArab Saudi. Kota ini terletak 70 km (43 mil) ke daratan dari Jeddah di Laut Merah, di sebuah lembah kecil 277 m (909 ft) di atas permukaan laut. Populasi terakhir yang tercatat berjumlah 2.150.000 jiwa pada tahun 2023. Diperkirakan populasi metro pada tahun 2020 adalah 2,04 juta jiwa, membuat Makkah sebagai kota terpadat ketiga di kerajaan. Peziarah yang berdatangan berjumlah tiga kali lipat dari penduduk setempat selama ibadah Haji setiap bulan Zulhijah.

Makkah merupakan tempat lahir dari Nabi Muhammad. Gua Hira yang terletak di atas Jabal an-Nur berada di kota Makkah dan gua tersebut merupakan lokasi yang umat Islam percaya bahwa al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Muhammad. Mengunjungi Makkah untuk ibadah Haji merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu (pemenuhan rukun Islam). Masjidil Haram merupakan rumah bagi Ka’bah—diyakini oleh umat Islam telah dibangun oleh Ibrahim dan Isma’il—yang merupakan salah satu situs suci Islam dan patokan arah salat bagi umat Islam (kiblat), yang memperkuat makna kota Makkah bagi umat Islam.

Madinah atau al-Madīnah al-Munawwarah, “kota yang bercahaya” atau “kota yang cemerlang. Kota ini menjadi ibu kota dari Provinsi Madinah di Arab Saudi. Dalam kota ini terdapat Masjid Nabawi (Masjid Nabi), dan kota ini merupakan kota paling suci kedua dalam agama Islam setelah kota Makkah.

Madinah adalah tempat tujuan Nabi Muhammad untuk melakukan Hijrah dari Mekkah, dan secara berangsur-angsur berubah menjadi ibu kota Kekaisaran Muslim, dengan pemimpin pertama langsung oleh Nabi Muhammad, kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur RasyidinAbu BakarUmar bin KhattabUtsman bin Affan, dan Ali. Kota ini menjadi pusat kekuatan Islam selama berabad-abad dalam komunitas Muslim. Madinah adalah tempat bagi tiga masjid tertua yang pernah dibangun, yaitu Masjid Quba, Masjid Nabawi, dan Masjid Qiblatain (masjid dua kiblat). Umat Muslim percaya bahwa penyelesaian dari serangkaian penurunan surah Al-Quran diterima Nabi Muhammad SAW di Madinah, yang dikenal sebagai surah Madaniyah yang tampak perbedaannya dengan surah Makkiyyah

Beribadah di Makkah dan Madinah dijanjikan ”pahala melimpah”.  Ada hadis yang mendukung hal itu. Umumnya hadis itu oleh para pakar dianggap sahiah. Shalat di Masjidil Haram mendapat pahala seratus ribu kali dari shalat di masjid lain, kecuali Masjid Nabawi Madinah dan Masjidil Aqsa di Palestina. Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu Anhu, Rasulullah SAW bersabda: “Sholat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 (seribu) kali sholat di masjid lainnya kecuali di Masjidil Haram, Makkah, dan sholat di Masjidil Haram lebih baik dari 100.000 (seratus ribu) sholat di masjid lainnya.” (HR Ibnu Majjah)

Dari Ibnu Az-Zubair bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekali shalat di masjidku ini lebih utama daripada 1000 kali shalat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram dan sekali shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100 kali shalat di masjidku ini.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, hadits ini sahih menurut Ibnu Hibban) [HR. Ahmad, 26:41-42; Ibnu Hibban, 1620. Sanad hadits ini sahih].

Besarnya pahala shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sudah dieketahui secara umum. Kesahiahan hadisnya juga sudah dipercaya. Terutama mereka yang pernah berhaji dan umroh sudah betul-betul paham hal itu. Bahkan hadis-hadis itu menjadi motivasi bagi mereka untuk berjuang mendapatkan kesempatan  berkunjung ke Tanah Suci (Makkah dan Madinah). Oleh “Agen-agen Biro Perjalanan Haji dan Umroh” hadis ini dijadikan dasar untuk mempromosikan perusahaannya guna mengajak calon jema’ah berangkat menunaikan ibadah ke Tanah Arab itu.

Muslim “pemburu pahala” dapat menghitung-hitung pahala yang diperoleh jika shalat di Masjidil Haram. Satu kali shalat setara dengan seratus ribu kali shalat di masjid lain. Satu hari, untuk shalat wajib saja berarti merauf pahala lima ratus ribu. Jika ditambah dengan shalat sunnah rawatib, sunnah mutlak, dapat dihitung pahala yang dikantongi. Kalau saja bagi peziarah yang berumroh, berada di Makkah selama sepuluh hari dan shalat di masjidil Haram, bayangkan ”hasil buruan pahala” yang dapat dimiliki. Apatah lagi jemaah haji yang rata-rata di Makkah 25 -30 hari. Itu di Masjidil Harram.

Pahala yang dapat dipetik dari Masjid Nabawi pun dapat dihitung secara matematis. Satu kali shalat di masjid Nabi ini dihargai setara dengan seribu kali shalat di masjid lain. Dapat pula dihitung pahala yang dapat diperoleh dari ibadah shalat di masjid ini. Di Madinah selain masjid Nabi, ada masjid lain yang dapat dijadikan lahan untuk menimba pahala. Masjid itu adalah masjid pertama yang dididrikan Nabi Muhammad SAW setelah berhijrah dari Makkah. Quba, begitulah nama yang diberikan kepada rumah ibadah pertama itu. Dari Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia mendatangi masjid Quba’, lantas ia melaksanakan shalat di dalamnya, maka pahalanya seperti pahala umrah.” (HR. Ibnu Majah, no. 1412, An-Nasai, no. 700. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).


Ada ”tambang pahala”  yang belum banyak terpubilikasi kepada muslim ”pemburu pahala”. Hal itu ada setiap shalat lima waktu di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Usai shalat wajib, biasanya diirngi dengan shalat jenazah. Itu terjadi setiap waktu. Hampir tidak ada yang kosong. Artinya, memang setiap saat ada yang meninggal dunia di Makah atau di Madinah. Ada jemaah yang shalat di dua masjid itu secara rutin ikut menyalatkan jenazah, namun ada juga yang mengabaikannya. Artinya ada yang tidak ikut shlat jenazah itu. Amat bereuntunglah orang yang terus menyolatkan jenazah di Tanah Suci ini, karena tiap waktu ada yang meninggal dunia. Amat rugilah orang yang tidak turut serta dalah shalat itu.

Di Negeri kita atau tepatnya di tempat tinggal kita, mungkin tidak dapat menyalatkan jenazah sekali dalam satu bulan. Paling satu tahun hanya tiga sampai empat kali. Oleh karena populasi terbatas jumlahnya, yang meninggal juga tidak banyak. Padahal ikut menyolatkan jennazah pahalanya sangat besar. Apatah lagi di masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Nabi Besar Muhammad SAW berkata, “Barangsiapa sholat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya (pahala) satu qirath. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala) dua qirath.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qirath?” “Ukuran paling kecil dari dua qirath adalah semisal gunung Uhud,” jawab Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.” (HR Muslim)

Ukuran paling kecil dari dua qirath semisal gunugn Uhud. Gunung Uhud terbentuk dari batu granit warna merah memanjang dari Tenggara ke Barat Laut dengan panjang tujuh kilometer dan lebar hampir tiga kilometer. Gunung ini adalah gunung terbesar dan tertinggi di Madinah. Di kaki gunung bagian selatan terdapat pemakaman para syuhada, salah satunya adalah Hamzah bin Abdul-Muththalib paman dan saudara sepersusuan Nabi Muhammad SAW. Ukuran Gunung Uhud tujuh kali tiga kilometer. Dapat dibayangkan kira-kira seberapa berat Gunung Uhud itu. Itulah ukuran dan beratnya pahala yang dikantongi jika turut menyalatkan jenazah satu kali.

Jika mencari pahala seperti orang mencari laba atau untung dalam berdagang, dapat dihitung pahala menyalatkan jenazah. Satu hari shalat jenazah lima kali. Satu kali shalat pahalanya sebesar Gunung Uhud. Lima kali shalat berarti lima kali Gunung Uhud. Satu kali shalat di Masjidil Haram pahalanya seratus ribu kali shalat di masjid lain. Berarti satu hari diperoleh pahala lima kali besar Gunung Uhud dikalikan seratus ribu kali. Shalat jenazah di Masjidil Haram selama satu hari diperoleh pahala lima ratus ribu kali berat Gunung Uhud. Masya-Allah, luar biasa, betapa Maha pengasih dan Maha Penyayangnya Allah kepada hamba-Nya.

Tentu saja, janji-janji Allah SWT yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW melalui  hadis itu ”pasti” dipenuhi-Nya. Dipenuhinya pahala-pahala itu jika syarat dan rukun dipenuhi pula oleh hamba-Nya. Mengenal, memahami, menghayati, dan mempraktikkan ”ilmu” tentang shalat adalah upaya yang harus dilakukan hamba Allah. Mempraktikkan shalat yang benar dengan memenuhi wijib, rukun, dan sunnahnya adalah bentuk perjuangan atau upaya yang tidak henti-hentinya dari seorang muslim. Shalat yang memenuhi syarat, rukun, dan sunnah adalah seperti shalat yang dicontohkan oleh rasulullah SAW. Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158]

Tidak semua  muslim ”pemburu pahala” mempersiapkan diri sungguh-sungguh untuk meraup pahala shalat di dua tempat itu. Belajar shalat, kebanyakan dilakukan waktu kecil, waktu di SD/MI atau SMP/MTs. Shalat sehari-hari yang dilaksaanakan sebelum berangkat berhaji atau berumroh adalah shalat yang diterima waktu kecil itu. Pengetahuan dan pemahaman tentang shalat dengan segala dimensinya tidak pernah diperbaharui dan disempurnakan. Akibatnya, sampai di Makkah dan Madinah, shalat yang merupakan”tradisi” itu juga yang dilakukan. Padahal Rasul Muhammad SAW telah bertegas-tegas, ”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”

Pelatihan manasik haji dan umroh, majelis ta’lim, pengajian mingguan, pengajian bulanan, membaca buku tentang pedoman dan sifat shalat nabi, adalah wadah yang paling tepat untuk mempersiapkan diri ”berburu pahala” di Tanah Suci Makkah dan Madinah. Tentu saja hal itu dilakukan dengan rutin, terus-menerus, sungguh-sungguh, dan penuh penghayatan. Tanpa mempraktikkan cara-cara yang benar seperti itu, pahala yang diharapkan kemungkinan tidak terpenuhi. Apatah lagi, berdasarkan pengalaman, kebiasaan ibadah, khususnya shalat di Tanah Air akan tergambar pula di dua kota suci itu. Jadi diperlukan pembentukan kebiasaan shalat yang benar, memenuhi syarat dan rukun, serta shalat seperti dilakukan nabi untuk menggapai pahala yang dijanjikan Allah SWT seperti disampaikan Rasul-Nya Muhammad SAW. Mudah-mudahan!

Makkah, Madinah, Padang, Juni dan Juli 2024


One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *