Oleh Zulkarnaini Diran

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, ….” (QS. Al-Isra’: 7)
Berbuat baik diperintah, berbuat jahat dilarang. Pemilik perintah adalah Allah SWT dan yang empunya larangan juga Dia. Penerima perintah dan penerima larangan itu hamba-Nya, manusia. Allah itu Maha Pencipta, Maha Kuasa, dan Maha Pengendali. Dia memerintah dengan kekuasaan-Nya, Dia melarang dengan kewenangan-Nya. Perintah dan larangan ditujukan kepada makhluk ciptaan-Nya. Makhluk itu adalah kita, kita manusia.
Logikanya sederhana. Setiap orang mau, ingin, bercita-cita, dan berupaya untuk bebuat baik bagi dirinya sendiri. Jika ada yang ingin berbuat jahat kepada dirinya sendiri, pastilah itu bukan “manusia normal”. Manusia normal tentu dan pasti tidak akan mau menjahati dirinya sendiri.
Berupaya untuk berbuat baik adalah perjuangan. Perjuangan itu bisa berat dan dapat pula ringan. Berbuat baik berat manakala belum biasa, belum merasakan nikmatnya, dan belum menghayati maknanya. Tiap saat kita berkesempatan berbuat baik, tiap saat, bukan tiap jam, bukan tiap hari. Setiap detik bahkan kita dapat berbuat baik. Persoalannya adalah “kebiasaan”. Biasakah diri ini berbuat baik?
Ini sabda Rasulullah SAW, “Kalian tidak mungkin memberikan harta kepada semua manusia, karena itu temuilah mereka dengan wajah yang berseri dan akhlak yang baik” (HR Al-Baihaqi, Al-Hakim). Bertemu seseorang, kenalan atau bukan, tetapi dia manusia, kemudian perlihatkan wajah yang berseri, itu sudah berbuat baik. Apatah lagi jika yang bertemu itu sesama muslim, kemudian diucapkan “Assalamulaikum Wr.Wb.”, itu kebaikan yang luarbiasa. Persoalannya kembali ke kita. Jika “berbuat baik” sudah menjadi kebiasaan, tentu tidak memerlukan perjuangan yang berat.
Ada tiga komponen penting yang bekerja untuk berbuat baik. Komponen pertama ialah hati atau qalbu. Kebaikan dimulai dari situ. Kalau qalbu sudah baik, akan teraktualisasi dalam bentuk sikap, sikap itu menjelma menjadi perilaku. Jadi hati, sikap, dan perilaku menjadi tiga komponen penting dalam berbuat baik. Jika ketiganya bekerja secara linier, insya-Allah keseharian kita akan ”bermandikan cahaya kebaikan”.
Qalbu atau hati adalah sumber kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhanya di dalam diri manusia terdapat segumpal daging, apabila baik yang segumpal itu akan baik seluruhnya, apabila buruk yang segumpal itu akan buruk seluruhnya, yang segumpal itu adalah hati atau qalbu”, (HR Bukhari dan Muslim). Hati yang baik akan melahirkan sikap yang baik, sikap yang baik mendatangkan kebaikan dalam tindakan. Jadi, menurut Rasul SAW kebaikan itu sumbernya dari hati.
Para psikolog mengatakan. Sikap adalah respon terhadap suatu subjek. Subjek itu dapat benda atau nonbenda. Respon terhadap seseorang atau makhluk lain adalah “sikap” terhadap makhluk itu. Respon terhadap suatu kejadian atau peristiwa adalah sikap terhadapnya pula. Jika responnya baik, akan mendatangkan perilaku baik. Perilaku itu bisa berwujud perkataan dan perbuatan. Perilaku itu akan menggambarkan diri seseorang dalam hal bebuat baik. Tentu hal yang sama juga akan berlaku untuk kejahatan. Jadi, awal dari kebaikan dan kejahatan adalah ”qalbu”.
Kebaikan dan kejahatan seseorang terlihat dalam dua hal. Kedua hal itu adalah perkataan dan perbuatan. Menjaga agar lisan tetap baik adalah perjuangan. Lisan yang baik adalah lisan yang terkendali, yang membuat orang lain tidak merasa tersakiti. Lisan yang baik akan memberikan kenyamanan kepada pengucapnya dan kepada pendengarnya. Hal yang sama tentu juga berlaku untuk perbuatan. Menjaga dan memelihara perbuatan agar jangan terjebak kejahatan adalah perjuangan. Perilaku baik dan jahat kelak akan diperlihatkan kepada pelakunya.
Allah menegaskan di Al-Quran, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al-Zalzalah: 7-8). Kita dapat berjuang untuk berbuat baik. Perjuangan itu diawali dengan ”membersihkan qalbu”. Jika perjuangan itu gagal, kita akan terjebak ke pebuatan jahat. Pada saatnya, semua itu akan dipertanggungngjawabkan. Kebaikan dan kejahatan yang dilakukan akan diperlihatkan Allah SWT kepada hamba-Nya.
Kita dapat memotivasi diri untuk senantiasa berbuat baik. Motivasi itu adalah ”jika kita berbuat baik, berarti untuk diri sendiri”. Jika hal itu direnungkan sedalam-dalamnya, kita terus-menerus ingin berbuat baik. Tidak mungkinlah ada orang yang tidak ingin berbuat baik untuk dirinya sendiri. Untuk mencegah berbuat jahat juga ada motivasinya untuk diri sendiri. Motivasinya, ”jika kita berbuat jahat, berarti menjahati diri sendiri.” Manusia seburuk apapun tidak akan mau menjahati dirinya sendiri. Hal ini tentu memerlukan ”kesadaran yang mendalam”. Kesadaran itu adalah tentang hal baik dan hal jahat. Kalau kesadaran kurang mendalam, kedua hal itu kadang-kadang tidak terbedakan.
Kesadaran yang mendalam akan mengendalikan diri tentang hal baik dan jahat. Ketika diri tengah berjuang untuk bebuat kebaikan, tiba-tiba saja ada godaan untuk menyisipi kebaikan itu dengan kejahatan. Pada saat itulah dibutuhkan kesadaran yang mendalam. Godaan menyisipi kebaikan dengan kejahatan bersumber dari syetan. Makhluk gaib yang bernama syetan ini memang membuat perjanjian dengan Allah SWT untuk menggoda manusia berbuat jahat dan durhaka kepada-Nya. Syetan hanya akan mampu melakukan itu kepada orang-orang yang imannya lemah. Iman yang lemah itu bersumber dari kurang atau tidak adanya “kesadaran yang mendalam” tentang kebaikan dan kejahatan.
Jadi berbuat baik adalah untuk diri sendiri, berbuat jahat juga demikian. Berbuat baik adalah perintah Allah SWT, berbuat jahat larangan-Nya. Untuk berbuat baik dimulai dari hati atau qalbu. Hati yang baik melahirkan sikap yang baik. Sikap baik mewujudkan perbuatan baik (perkataan dan perbuatan). Untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan diperlukan kesadaran yang mendalam dan iman yang kuat. Tentu saja, kita senantiasa meminta perlindungan kepada Allah SWT agar kita senantiasa berbuat baik dan menjauhi kejahatan. Karena kita sadar bahwa, ”Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60) Semoga kita senantiasa dalam Ridha Allah SWT dan tulisan sederhana ini bermanfaat.
Padang, 14 November 2024