KLOTER KETUJUHBELAS

Bagian Ketujuh: Makna di Balik Prosesi Umroh

Oleh Zulkarnaini Diran

Ibadah haji merupakan rangkaian akitifitas ritual yang diatur sedemikian rupa. Di dalam aturan itu ada rukun, wajib, sunah, dan lain-lain. Rangkaian kegiatan itu dilaksanakan dalam bentuk praktik ibadah. Praktik-praktik itu dipahami sebagai upaya ritual untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sekaligus melaksanakan perintah-Nya. Di balik rangkaian ibadah ritual itu dapat ditangkap makna hidup dan kehidupan. Ustaz Irfan Yusuf, Pembimbing Ibadah Haji Kloter 17 dari Medan memaparkan hal itu dalam tauziah subuh Sabtu, 8 Juni 2024 di Musalah Hotel, Makkah. Ustaz yang bapaknya dari Jambak, Kotogadang, Agam dan ibunya dari Aceh ini menyampaikan tauziahnya dengan ekspresif. Saya lihat banyak sekali jemaah yang tidak bergerak dari tempat duduknya sambil mendengarkan tauziah dengan tekun.

Dalam prosesi ibadah haji ada instrument dan kegiatan. Bentuk instrumen misalnya pakaian ihram, sedangkan bentuk kegiatan adalah tawaf, sa’i,  wukuf, melontar jumarah, dan tahlul. Instrumen itu mengandung makna, aktifitas itu mengandung target dan arti. Target berhaji adalah “haji mabrur”. Makna dan arti dapat terkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari yaitu akhlak yang baik. Jadi, jika seseorang berhaji dan mendapat haji mabrur, maka dalam kehidupan sehari-hari dia memiliki akhlak yang baik atau akhlakul karimah setelah menyelesaikan prosesi haji.

Pakaian ihram adalah dua lembar kain putih yang tidak berjahit. Satu lembar digunakan untuk bawahan dan satu lembar lagi untuk dipakai pada bagian atas. Kedua pakaian untuk laki-laki itu berfungsi sebagai penutup aurat. Pakaian ini dipakai sejak berniat sampai tahulul yang ditandai dengan pemotongan rambut. Dua potong pakaian tidak berjahit itu dipakai oleh semua jemaah yang ingin mengikuti proses ritul umroh  dan haji. Harus memakai pakaian itu, tidak boleh ada pakaian dalam. Bahkan tutup kepala pun tidak boleh dipakai. Hanya dua lembar itu yang melekat di badan.

Pakaian ihram mengadung makna bahwa manusia sama di hadapan Allah. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dengan miskin, pejabat dengan pegawai, ilmuwan dengan orang awam, raja dengan rakyat, mereka tampil dengan pakaian yang sama. Pemakain pakaian ihram diharapkan memiliki kesadaran yang mendalam tentang  kesamaan itu. Pada sisi lain, pakaian yang sama itu  dapat membunuh kesombongan dan keangkuhan yang ada di dalam dirinya. Sombong dan angkuh itu adalah sifat setan. Setan abadi di neraka adalah karena kesombongannya. Jadi, di antara makna yang terkandung dalam pakaian ihram adalah mengajak pemakainya untuk merenung bahwa manusia sama di hadapan Allah, karena itu jangan angkuh dan sombong.

Tawaf adalah mengitari Ka’bah tujuh kali. Dimuliai dari Hijir Aswad dan diakhiri di Hijir Aswad pula. Hal itu dapat mengandung banyak makna. Tentu makna itu sangat tergantung kepada yang memaknainya. Misalnya jika dimulai dari satu titi kemudian berakhir pada titik itu, biasa jadi dapat dimaknai bahwa kita datang dari Allah kembali kepada Allah. Manusia akan kembali kepada asalnya, kepada tempat dia memulai kehidupan. Putaran tujuh kali dapat menjadi representasi dari ”serba tujuh” yang disebutkan oleh Allah. Langit tujuh lapis, bumi tujuah lapis. Begitu pula halnya dengan surga dan neraka. Tentu, tawaf ini dapat diartikan sebagai representasi dari hidup dan kehidupan manusia serta menggambarkan tempat bermukim manusia di dunia dan akhirat.

Sa’i adalah represntasi dari perjuanga Siti Hajar mencari air untuk anaknya Ismail. Ketika Ibrahim kembali ke Palestian, Siti Hajar dan Ismail ditinggalkannya di padang pasir yang tandus. Itu dilakukan Ibrahim atas perintah Allah. Sepeninggal Ibrahim, anaknya Ismail jatuh sakit dan kehabisan air. Siti Hajar berjuang mencari air di anatara Bukit Safa dan Marwa. Dia berjuang keras di tengah gurun pasir tandus itu. Selain berjuang atau bekerja keras, Siti Hajar terus berdoa. Akan tetapi, air tidak kungjung di dapatkan. Kemudian Ismail mengentakkan kakinya ka pasir, saat itu terbitlah air. Sampai kini dienal dengan air zam-zam.

Makna yang ada di balik itu yang terkait dengan hidup dan kehidupan adalah, bahwa hidup adalah perjuangan. Perjuangan, ikhtiar, dan usaha hendaklah diiringi dengan doa. Ikhtiar dan doa adalah kewajiban manusia. Hasilnya Allah yang menentukan. Munculnya air zam-zam bukanlah karena usaha keras dari Siti Hajar. Air zam-zam muncul karena hentakan kaki Ismail. Itu artinya, ikhtiar dan doa adalah tugas manusia, tetapi hasilnya belum tentu dari situ. Hasil ditentukan oleh Allah SWT. Menentukan hasil dari usaha dan doa manusia adalah kewenangan Allah, bukan kewenangan manusia.

Usai melaksanakan sa’i, jemaah mencukur rambut. Mencukur rambut adalah tanda bahwa satu proses ibadah ritual umroh sudah sudah selesai. Hal itu pertanda bahwa hal-hal yang tadinya dilarang atau diharamkan, kini larangan itu tidak berlaku lagi. Ketika rambut dicukur, biasa jadi mengandung makna untuk mengugurkan segala dosa yang ada. Ibadah ritual yang dilakukan dengan khusuk, biasa jadi menghapus segala dosa. Setiap helai rambut yang dipotong dapat menjadi representasi dari meninggalkan segala dosa yang ada selama ini.

Pemaknaan dan pengungkapan arti seperti ini tentu merupakan hasil sebuah respon. Ada kejadian, kemudian ada respon. Respon melahirkan arti dan makna. Arti dan makna yang teraktualisasi sangat ditentukan oleh respon yang diberikan. Tentu saja, setiap orang dapat meresponnya dengan cara yang berbeda, sehingga hasilnya pun berbeda. Hal yang ada di dalam tulisan ini merupakan respon seorang ustaz terhadap prosesi umroh dan haji. Ustaz menyajikan dalam ceraamah Subuh. Saya sebagai jemaah menangkapnya, saya tulis kembali dengan versi saya. Jadi prosesi ibadah umroh direspon oleh ustaz dengan makna. Ceramah ustaz saya respon pula dalam bentuk tulisan dengan makna pula. Bisa jadi tulisan ini persis sama dengan yang diceramahkan, bisa atau boleh pula berbeda.

Hal penting yang ingin dicapai oleh tulisan ini adalah untuk mengundang kekhusukan jemaah dalam melaksanakan ritual umroh dan haji. Dengan memaknai pakaian ihram, tawaf, sa’i dan tahlul secara filosofis, akan merangsang nurani untuk khusuk melakukannya. Hal penting yang tidak boleh diputus mata rantainya adalah umroh dan haji memiliki target. Targetnya adalah haji mabrur. Haji mabrur terlihat pasca prosesi haji. Terlihatnya dalam kehidupan sehari-hari orang berhaji yaitu dalam bentuk akhlak mulia, akhlak yang sempurna. Insya-Allah, tulisan ini akan berlanjut dengan ritual wukuf di Arafah dan melontar jamarah.

Makkah, Romance Hotel, 320 Kamar 1324, 8 Juni 2024

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *