Oleh Zulkarnaini Diran

Mengifakkan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-Nya satu dari lima ciri orang yang bertaqwa. Hal itu termaktub di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat ke-3. “مِمَّا رَزَقْنٰھُمْ يُنْفِقُوْنَ” (dan mengifakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka). Hal ini termasuk ciri yang ketiga dari “beriman kepada yang gaib” dan “mendirikan shalat”. Sedangkan yang keempat dan kelima tercantum pada ayat keempat yakni “beriman kepada Al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya” serta “yakin akan adanya hari akhirat”. Kelima hal itu menjadi tanda, ciri, ukuran, dan indikator orang-orang yang bertaqwa.
Ada dua kata yang menarik dalam penggalan ayat yang dicetak miring di atas. Kedua kata itu adalah ”infak” dan ”rezeki”. Infak berarti mengeluarkan, membelajakan, dan atau memberikan harta. Dalam Islam, infak merupakan amal kebajikan yang dilakukan dengan ikhlas (karena Allah) tanpa mengharapkan balasan. Infaq dalam kajian filosofinya menandakan kepedulian antara sesama. Di situ ada pesan moral, bahwa orang bertaqwa itu ”peduli sesamanya”. Infak yang dilakukan dengan cara seperti itulah yang menjadi ciri atau tanda orang-orang bertaqwa yang mendapat petunjuk dari Al-Qur’an.
Kata kedua adalah ”rezeki”. Rezeki di dalam Islam diartikan sebagai pemberian atau karunia dari Allah kepada makhluknya yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan. Karunia Allah itu dapat berupa material berupa benda yang berwujud. Benda-benda seperti makanan, rumah, pakain, dan semua yang diraba oleh pancaindra adalah rezeki yang berwujud. Selain itu ada rezki yang tidak berujud, tetapi dirasakan keberadaannya. Rezeki itu disebut juga non-material. Rezki ini tidak dapat disentuh secara indrawi. Misalnya waktu yang tersedia, ketenangan hati, keberkahan, saling mencintai, dan sebagainya. Rezki material dan non-material tetap merupakan karunia atau pemberian Allah yang bermanfaat untuk hidup dan kehidupan.
Berinfak adalah membelanjakan, menggunakan, mengeluarkan, dan atau membagikan harta. Sedangkan yang harta itu adalah rezeki dari Allah yang bermanfaat untuk kehidupan. Rezki itu ada berupa material dan ada yang non-material. Dalam kaitan ini ada empat komponen di dalamnya. Keempat komponen itu adalah yang memberi atau membagi, yang dibagi, cara membagi, dan yang menerima pembagian. Berinfak berarti memberikan sesuatu, sesuatu itu berasal dari karunia atau rezeki dari Allah, cara memberikannya adalah ikhlas karena Allah, dan penerimanya adalah orang-orang tertentu yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Orang yang berinfak adalah orang yang beriman dan bertaqwa serta mendapat petunjuk dari Al-Quran. Yang diinfakkan hendaklah rezki atau yang baik-baik, bukan yang buruk-buruk. Banyaknya ditentukan hanya ”sebagian”, tidak ditentukan nominalanya. Bisa jadi sebagian itu sebagian kecil, sebagaian besar, dan seterusnya. Ditegaskan oleh Allah, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Baqarah: 267).
Niatan infaknya karena Allah, ikhlas karena Allah. Jika berinfak selain karena Allah, jatuhnya kepada ria. Selain itu, setelah berinfak tidak disebut-sebut, tidak dicerca, dan tidak menyakiti orang yang menerimanya. Ditegaskan oleh Allah, ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. ….”(QS Al-Baqarah.2:264)
Islam juga menetapkan yang menerima atau penerima infak. Rambu-rambu penerima itu dijelaskan oleh Allah dengan tegas. Kata Allah, ”Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, ’Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.’ Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah,2: 215)
Jadi, berinfak adalah satu dari lima ciri orang yang bertaqwa. Berinfak berarti mebagikan, membelanjakan sebagian dari rezeki yang diberikan Allah. Rezeki adalah semua karunia Allah yang bermanfaat untuk kehidupan. Rezeki itu dapat berujud benda dan dapat pula tidak berujud. Rezki yang diinfakkan adalah yang baik-baik. Infak dilakukan dengan niat karena Allah, hanya semata-mata karena Allah. Setelah infak diberikan, tidak disebut-sebut atau ria, tidak pula meyakiti orang yang menerimanya. Penerimanya adalah kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.
Semoga, ciri yang ketiga dari orang yang bertaqwa ini dapat kita penuhi di samping empat ciri yang lain. Dengan demikian kita berhaarap bahwa kita benar-benar menjadi orang bertaqwa. Jangan ditutup kesempatan untuk berinfak, karena setiap saat kesempatan itu ada. Semoga tulisan pendek ini bermanfaat. Insya-Allah!
Padang, 23 November 2024
(Tulisan ini terinspirasi dari kajian Buya Adrian Muis Chatibbandaro dengan topik “Muttaqin Perspektif Al-Qur’an di Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang, Sumatra Barat, 23 November 2024 )